Oleh : CHE HUDA

Oleh  : CHE HUDA

Kamis, 13 Januari 2011

ANARKISME


Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat).
Daftar Isi
        1 Etimologi
        2 Anarkisme
          2.1 Teori politik
          2.2 Anarkisme dan kekerasan
        3 Sejarah dan dinamika filsafat anarkisme
          3.1 Anarkisme dan Marxisme
          3.2 Pierre-Joseph Proudhon
          3.3 Internationale pertama
        4 Varian-varian anarkisme
          4.1 Anarkisme-kolektif
          4.2 Anarkisme komunis
          4.3 Anarko-Sindikalisme
          4.4 Anarkisme individualisme
          4.5 Varian-varian anarkisme lainnya
        5 Anarkisme dan agama
          5.1 Anarkis-kristen
          5.2 Anarkisme dan Islam
        6 Kritik atas anarkisme
        Catatan dan referensi
        Daftar pustaka

1. ETIMOLOGI
Anarkisme berasal dari kata dasar anarki dengan imbuhan isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari bahasa Inggris anarchy atau anarchie (Belanda/Jerman/Prancis), yang berakar dari kata Yunani anarchos/anarchein. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil/negasi) yang disisipi n dengan archos/archein (pemerintah/kekuasaan atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas-secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani). Anarchos/anarchein= tanpa pemerintahan atau pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya. Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Sedangkan isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.
2. ANARKISME
"Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia" (Peter Kropotkin)  "Penghapusan eksploitasi dan penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas" (Errico Malatesta)  

2.1. Teori politik
Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal:   "kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan"[1]  

2.2. Anarkisme dan kekerasan
Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani. Slogan para anarkis Spanyol pengikutnya Durruti yang berbunyi: Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan   Yang sangat sarat akan penggunaan kekerasan dalam sebuah metode gerakan. Penggunaan kekerasan dalam anarkisme sangat berkaitan erat dengan metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara. Namun demikian, tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh. Dalam bukunya What is Communist Anarchist, pemikir anarkis Alexander Berkman menulis:"Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau serta hidup didalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan." (Alexander Berkman, What is Communist Anarchist 1870 - 1936).
Dari berbagai selisih paham antar anarkis dalam mendefinisikan suatu ide kekerasan sebagai sebuah metode, kekerasan tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti sebagai sebuah aksi kekerasan. Karena bagaimanapun kekerasan merupakan suatu pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari kalangan apapun.

3. SEJARAH DAN DINAMIKA FILSAFAT ANARKISME
Anarkisme sebagai sebuah ide yang dalam perkembangannya juga menjadi sebuah filsafat yang juga memiliki perkembangan serta dinamika yang cukup menarik.

3.1. Anarkisme dan Marxisme
Marxisme dalam perkembangannya setelah Marx dan Engels berkembang menjadi 3 kekuatan besar ideologi dunia yang menyandarkan dirinya pada pemikiran-pemikiran Marx. Ketiga ideologi itu adalah : (1) Komunisme, yang kemudian dikembangkan oleh Lenin menjadi ideologi Marxisme-Leninisme yang saat ini menjadi pegangan mayoritas kaum komunis sedunia; (2) Sosialisme Demokrat, yang pertama kali dikembangkan oleh Eduard Bernstein dan berkembang di Jerman dan kemudian berkembang menjadi sosialis yang berciri khas Eropa; (3) Neomarxisme dan Gerakan Kiri Baru, yang berkembang sekitar tahun 1965-1975 di universitas-universitas di Eropa. Walaupun demikian, ajaran Marx tidak hanya berkutat pada ketiga aliran besar itu karena banyak sekali sempalan-sempalan yang memakai ajaran Marx sebagai basis ideologi dan perjuangan mereka. Aliran lain yang berkembang serta juga memakai Marx sebagai tolak pikirnya adalah Anarkisme. Walaupun demikian anarkisme dan Marxisme berada dipersimpangan jalan dalam memandang masalah-masalah tertentu. Pertentangan mereka yang paling kelihatan adalah persepsi terhadap negara. Anarkisme percaya bahwa negara mempunyai sisi buruk dalam hal sebagai pemegang monopoli kekuasaan yang bersifat memaksa. Negara hanya dikuasai oleh kelompok-kelompok elit secara politik dan ekonomi, dan kekuatan elit itu bisa siapa saja dan apa saja termasuk kelas proletar seperti yang diimpikan kaum Marxis. Dan oleh karena itu kekuasaan negara (dengan alasan apapun) harus dihapuskan. Disisi lain, Marxisme memandang negara sebagai suatu organ represif yang merupakan perwujudan kediktatoran salah satu kelas terhadap kelas yang lain. Negara dibutuhkan dalam konteks persiapan revolusi kaum proletar, sehingga negara harus eksis agar masyarakat tanpa kelas dapat diwujudkan. Lagipula, cita-cita kaum Marxis adalah suatu bentuk negara sosialis yang bebas pengkotakan berdasarkan kelas. Selain itu juga, perbedaan kentara antara anarkisme dengan Marxisme dapat dilihat atas penyikapan keduanya dalam seputar isu kelas serta seputar metoda materialisme histories.

3.2. Pierre Joseph Proudhon
Pierre-Joseph Proudhon, adalah pemikir yang mempunyai pengaruh jauh lebih besar terhadap perkembangan anarkisme; seorang penulis yang betul-betul berbakat dan ‘serba tahu’ dan merupakan tokoh yang dapat dibanggakan oleh sosialisme moderen. Proudhon sangat menekuni kehidupan intelektual dan sosial di zamanya, dan kritik-kritik sosialnya didasari oleh pengalaman hidupnya itu. Diantara pemikir-pemikir sosialis di zamannya, dialah yang paling mampu mengerti sebab-sebab penyakit sosial dan juga merupakan seseorang yang mempunyai visi yang sangat luas. Dia mempunyai keyakinan bahwa sebuah evolusi dalam kehidupan intelektual dan sosial menuju ke tingkat yang lebih tinggi harus tidak dibatasi dengan rumus-rumus abstrak. Proudhon melawan pengaruh tradisi Jacobin yang mendominasi pemikiran demokrat-demokrat di Perancis dan kebanyakan sosialis pada saat itu, dan juga pengaruh negara dan kebijaksanaan ekonomi dalam proses alami kemajuan sosial. Baginya, pemberantasan kedua-dua perkembangan yang bersifat seperti kanker tersebut merupakan tugas utama dalam abad kesembilan belas. Proudhon bukanlah seorang komunis. Dia mengecam hak milik sebagai hak untuk mengeksploitasi, tetapi mengakui hak milik umum alat-alat untuk ber produksi, yang akan dipakai oleh kelompok-kelompok industri yang terikat antara satu dengan yang lain dalam kontrak yang bebas; selama hak ini tidak dipakai untuk mengeksploitasi manusia lain dan selama seorang individu dapat menikmati seluruh hasil kerjanya. Jumlah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah benda menjadi ukuran nilainya dalam pertukaran mutual. Dengan sistem tersebut, kemampuan kapital untuk menjalankan riba dimusnahkan. Jikalau kapital tersedia untuk setiap orang, kapital tersebut tidak lagi menjadi sebuah instrumen yang bisa dipakai untuk mengeksploitasi.

3.3. Internationale pertama (Mikhail Bakunin 1814-1876)
Tokoh utama kaum anarkisme adalah Mikhail Bakunin, seorang bangsawan Rusia yang kemudian sebagian besar hidupnya tinggal di Eropa Barat. Ia memimpin kelompok anarkis dalam konverensi besar kaum Sosialis sedunia (Internasionale I) dan terlibat pertengkaran dan perdebatan besar dengan Marx. Bakunin akhirnya dikeluarkan dari kelompok Marxis mainstream dan perjuangan kaum anarkis dianggap bukan sebagai perjuangan kaum sosialis. Sejak Bakunin, anarkisme identik dengan tindakan yang mengutamakan kekerasan dan pembunuhan sebagai basis perjuangan mereka. Pembunuhan kepala negara, pemboman atas gedung-gedung milik negara, dan perbuatan teroris lainnya dibenarkan oleh anarkhisme sebagai cara untuk menggerakkan massa untuk memberontak.[2] Mikhail Bakunin merupakan seorang tokoh anarkis yang mempunyai energi revolusi yang dashyat. Bakunin merupakan ‘penganut’ ajaran Proudhon, tetapi mengembanginya ke bidang ekonomi ketika dia dan sayap kolektivisme dalam First International mengakui hak milik kolektif atas tanah dan alat-alat produksi dan ingin membatasi kekayaan pribadi kepada hasil kerja seseorang. Bakunin juga merupakan anti komunis yang pada saat itu mempunyai karakter yang sangat otoritar. Pada salah satu pidatonya dalam kongres—Perhimpunan Perdamaian dan Kebebasan—di  Bern  (1868), dia berkata: Saya bukanlah seorang komunis karena komunisme mempersatukan masyarakat dalam negara dan terserap di dalamnya; karena komunisme akan mengakibatkan konsentrasi kekayaan dalam negara, sedangkan saya ingin memusnahkan Negara—pemusnahan semua prinsip otoritas dan kenegaraan, yang dalam kemunafikannya ingin membuat manusia bermoral dan berbudaya, tetapi yang sampai sekarang selalu memperbudak, mengeksploitasi dan menghancurkan mereka.
Bakunin dan anarkis-anarkis lain dalam First International percaya bahwa revolusi sudah berada di ambang pintu, dan mengerahkan semua tenaga mereka untuk menyatukan kekuatan revolusioner dan unsur-unsur libertarian di dalam dan di luar First International untuk menjaga agar revolusi tersebut tidak ditunggangi oleh elemen-elemen kediktatoran. Karena itu Bakunin menjadi pencipta gerakan anarkisme moderen. Peter Kropotkin adalah seorang penyokong anarkisme yang memberikan dimensi ilmiah terhadap konsep sosiologi anarkisme.Anarkisme model Bakunin, tidaklah identik dengan kekerasan. Tetapi anarkisme setelah Bakunin kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang menjadikan kekerasan sebagai jalur perjuangan mereka. Dan puncaknya adalah timbulnya gerakan baru yang juga menjadikan sosialisme Marx sebagai pandangan hidupnya, yaitu Sindikalisme. gerakan ini menjadikan sosialisme Marx dan anarkisme Bakunin sebagai dasar perjuangan mereka. Bahkan gerakan mereka disebut Anarko-Sindikalisme.

4. VARIAN-VARIAN ANARKISME
Anarkisme, yang besar dan kemudian berbeda jalur dengan Marxisme, bukan merupakan suatu ideologi yang tunggal. Di dalam anarkisme sendiri banyak aliran-aliran pemikiran yang cukup berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu terutama dalam hal penekanan dan prioritas pada suatu aspek. Aliran-aliran dan pemikiran-pemikiran yang berbeda di dalam Anarkisme adalah suatu bentuk dari berkembangnya ideologi ini berdasarkan perbedaan latar belakang tokoh, peristiwa-peristiwa tertentu dan tempat/lokasi dimana aliran itu berkembang.

4.1. Anarkisme-kolektif
Kelompok anarkisme-kolektif sering diasosiasikan dengan kelompok anti-otoritarian pimpinan Mikhail Bakunin yang memisahkan diri dari Internationale I. Kelompok ini kemudian membentuk pertemuan sendiri di St. Imier (1872). Disinilah awal perbedaan antara kaum anarkis dengan Marxis, diman sejak saat itu kaum anarkis menempuh jalur perjuangan yang berbeda dengan kaum Marxis. Perbedaan itu terutama dalam hal persepsi terhadap negara. Doktrin utama dari anarkis-kolektif adalah "penghapusan segala bentuk negara" dan "penghapusan hak milik pribadi dalam pengertian proses produksi". Doktrin pertama merupakan terminologi umum anarkisme, tetapi kemudian diberikan penekanan pada istilah "kolektif" oleh Bakunin sebagai perbedaan terhadap ide negara sosialis yang dihubungkan dengan kaum Marxis. Sedangkan pada doktrin kedua, anarkis-kolektif mengutamakan penghapusan adanya segala bentuk hak milik yang berhubungan dengan proses produksi dan menolak hak milik secara kolektif yang dikontrol oleh kelompok tertentu. Menurut mereka, pekerja seharusnya dibayar berdasarkan jumlah waktu yang mereka kontribusikan pada proses produksi dan bukan "menurut apa yang mereka inginkan". Pada tahun 1880-an, para pendukung anarkis kebanyakan mengadopsi pemikiran anarkisme-komunis, suatu aliran yang berkembang terutama di Italia setelah kematian Bakunin. Ironisnya, label "kolektif" kemudian secara umum sering diasosiasikan dengan konsep Marx tentang negara sosialis.

4.2. Anarkisme komunis (William Godwin)
Ide-ide anarkis bisa ditemui dalam setiap periode sejarah, walaupun masih banyak penelitian yang harus dilakukan dalam bidang ini. Kita menemuinya dalam karya filsuf Tiongkok, Lao-Tse (yang berjudul Arah dan Jalan yang Benar[3].) dan juga filsuf-filsuf Yunani seperti Hedonists [4] dan Cynics[5] dan orang-orang yang mendukung ‘hukum alam’ khususnya Zeno yang menemukan aliran ‘Stoic’ yang berlawanan dengan Plato. Mereka menemukan ekspresi dari ajaran-ajaran Gnostics, Karpocrates di Alexandria dan juga dipengaruhi oleh beberapa aliran Kristen di Zaman Pertengahan di Prancis, Jerman dan Belanda. Hampir semua dari mereka menjadi korban represi. Dalam sejarah reformasi Bohemia, anarkisme ditemui dalam karya Peter Chelciky (The Net of Faith) yang mengadili negara dan gereja seperti yang dilakukan oleh Leo Tolstoy di kemudian hari. Humanis besar lainnya adalah Rabelais yang dalam karyanya menggambarkan kehidupan yang bebas dari semua cengkraman otoritas. Sebagian dari pemrakarsa ideologi libertarian lainnya adalah La Boetie, Sylvan Marechal, dan Diderot. Karya William Godwin yang berjudul ‘Pertanyaan Mengenai Keadilan Politik dan Pengaruhnya Terhadap Moralitas dan Kebahagiaan’, merupakan bagian penting dari sejarah anarkisme kontemporer. Dalam karyanya tersebut Godwin menjadi orang pertama yang memberikan bentuk yang jelas mengenai filsafat anarkisme dan meletakannya dalam konteks proses evolusi sosial pada saat itu. Karya tersebut, boleh kita bilang adalah ‘buah matang’ yang merupakan hasil daripada evolusi yang panjang dalam perkembangan konsep politik dan sosial radikal di Inggris, yang meneruskan tradisi yang dimulai oleh George Buchanan sampai Richard Hooker, Gerard Winstanley, Algernon Sydney, John Locke, Robert Wallace dan John Bellers sampai Jeremy Bentham, Joseph Priestley, Richard Price dan Thomas Paine. Godwin menyadari bahwa sebab-sebab penyakit sosial dapat ditemukan bukanlah dalam bentuk negara tetapi karena adanya negara itu. Pada saat ini, negara hanyalah merupakan karikatur masyarakat, dan manusia yang ada dalam cengkraman negara ini hanyalah merupakan karikatur diri mereka karena manusia-manusia ini digalakkan untuk menyekat ekspresi alami mereka dan untuk melakukan tindakan-tindakan yang merusak akhlaknya. Hanya dengan cara-cara tersebut, manusia dapat dibentuk menjadi hamba yang taat. Ide Godwin mengenai masyarakat tanpa negara mengasumsikan hak sosial untuk semua kekayaan alam dan sosial, dan kegiatan ekonomi akan dijalankan berdasarkan ko-operasi bebas diantara produsen-produsen; dengan idenya, Godwin menjadi penemu Anarkisme Komunis.

Errico Malatesta (1853-1932)
Namun demikian, kelompok anarkisme-komunis pertama kali diformulasikan oleh Carlo Cafiero, Errico Malatesta dan Andrea Costa dari kelompok federasi Italia pada Internasionale I. Pada awalnya kelompok ini (kemudian diikuti oleh anarkis yang lain setelah kematian Bakunin seperti Alexander Berkman, Emma Goldman, dan Peter Kropotkin) bergabung dengan Bakunin menentang kelompok Marxis dalam Internasionale I.Berbeda dengan anarkisme-kolektif yang masih mempertahankan upah buruh berdasarkan kontribusi mereka terhadap produksi, anarkisme-komunis memandang bahwa setiap individu seharusnya bebas memperoleh bagian dari suatu hak milik dalam proses produksi berdasarkan kebutuhan mereka. Kelompok anarkisme-komunis menekankan pada egalitarianism (persamaan), penghapusan hirarki sosial (social hierarchy), penghapusan perbedaan kelas, distribusi kesejahteraan yang merata, penghilangan kapitalisme, serta produksi kolektif berdasarkan kesukarelaan. Negara dan hak milik pribadi adalah hal-hal yang tidak seharusnya eksis dalam anarkisme-komunis. Setiap orang dan kelompok berhak dan bebas untuk berkontribusi pada produksi dan juga untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan pilihannya sendiri.

4.3. Anarko-Sindikalisme
Bendera yang digunakan dalam gerakan Anarko-Sindikalisme.Salah satu aliran yang berkembang cukup subur di dalam lingkungan anarkisme adalah kelompok anarko-sindikalisme. Tokoh yang terkenal dalam kelompok anarko-sindikalisme antara lain Rudolf Rocker, ia juga pernah menjelaskan ide dasar dari pergerakan ini, apa tujuannya, dan kenapa pergerakan ini sangat penting bagi masa depan buruh dalam pamfletnya yang berjudul Anarchosyndicalism pada tahun 1938.[6] Pada awalnya, Bakunin juga adalah salah satu tokoh dalam anarkisme yang gerakan-gerakan buruhnya dapat disamakan dengan orientasi kelompok anarko-sindikalisme, tetapi Bakunin kemudian lebih condong pada anarkisme-kolektif. Anarko-sindikalisme adalah salah satu cabang anarkisme yang lebih menekankan pada gerakan buruh (labour movement). Sindikalisme, dalam bahasa Perancis, berarti ‘trade unionism’. Kelompok ini berpandangan bahwa serikat-serikat buruh (labor unions) mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mewujudkan suatu perubahan sosial secara revolusioner, mengganti kapitalisme serta menghapuskan negara dan diganti dengan masyarakat demokratis yang dikendalikan oleh pekerja. Anarko-sindikalisme juga menolak sistem gaji dan hak milik dalam pengertian produksi. Dari ciri-ciri yang dikemukakan diatas, anarko-sindikalisme sepertinya tidak mempunyai perbedaan dengan kelompok-kelompok anarkisme yang lain. Prinsip-prinsip dasar yang membedakan anarko-sindikalisme dengan kelompok lainnya dalam anarkisme adalah: (1) Solidaritas pekerja (Workers Solidarity); (2) Aksi langsung (direct action); dan (3) Manajemen-mandiri buruh (Workers self-management).

4.4. Anarkisme individualisme
Anarkisme individualisme atau Individual-anarkisme adalah salah satu tradisi filsafat dalam anarkisme yang menekankan pada persamaan kebebasan dan kebebasan individual. Konsep ini umumnya berasal dari liberalisme klasik. Kelompok individual-anarkisme percaya bahwa "hati nurani individu seharusnya tidak boleh dibatasi oleh institusi atau badan-badan kolektif atau otoritas publik". Karena berasal dari tradisi liberalisme, individual-anarkisme sering disebut juga dengan nama "anarkisme liberal".
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam individual-anarkisme antara lain adalah Max Stirner, Josiah Warren, Benjamin Tucker, John Henry Mackay, Fred Woodworth, dan lain-lain. Kebanyakan dari tokoh-tokoh individual-anarkisme berasal dari Amerika Serikat, yang menjadi basis liberalisme. Dan oleh karena itu pandangan mereka terhadap konsep individual-anarkisme kebanyakan dipengaruhi juga oleh alam pemikiran liberalisme.Individual-anarkisme sering juga disebut "anarkisme-egois", karena salah satu tokohnya, Max Stirner, menulis buku "Der Einzige und sein Eigentum" (b.Inggris: The Ego and Its Own / b.Indonesia : Ego dan Miliknya)[7] yang dengan cepat dilupakan, tetapi mengalami kebangkitan lima puluh tahun kemudian, buku tersebut lebih menonjolkan peran individu.Buku Stirner itu pada dasarnya adalah karya filsafat yang menganalisa ketergantungan manusia dengan apa yang dikenal sebagai—kekuasaan yang lebih Tinggi—(higher powers). Dia tidak takut memakai kesimpulan- kesimpulan yang diambil dari hasil survei. Buku tersebut merupakan pembrontakan yang sadar dan sengaja yang tidak menunjukan kehormatan kepada otoritas dan karenanya sangat menarik bagi pemikir mandiri.

4.5. Varian-varian anarkisme lainnya
Selain aliran-aliran yang disebut diatas, masih banyak lagi aliran lain yang memakai pemikiran anarkisme sebagai dasarnya. Antara lain:Post-Anarchism, yang dikembangkan oleh Saul Newman dan merupakan sintesis antara teori anarkisme klasik dan pemikiran post-strukturalis. Anarki pasca-kiri, yang merupakan sintesis antara pemikiran anarkisme dengan gerakan anti-otoritas revolusioner diluar pemikiran “kiri†mainstream. Anarka-Feminisme, yang lebih menekankan pada penolakan pada konsep patriarka yang merupakan perwujudan hirarki kekuasaan. Tokohnya antara lain adalah Emma Goldman. Eko-Anarkisme dan Anarkisme Hijau, yang lebih menekankan pada lingkungan. Anarkisme insureksioner, yang merupakan gerakan anarkis yang menentang segala organisasi anarkis dalam bentuk yang formal, seperti serikat buruh, maupun federasi. Definisi tentang anarkisme insureksioner dijelaskan dalam jurnal Do or Die dan pamflet-pamflet grup Venomous Butterfly yang insureksionis: Adalah suatu bentuk, yang tidak dapat terbakukan dalam satu kubu, serta sangat beragam dalam perspektifnya. Anarkisme Insureksioner bukanlah sebuah solusi ideologis bagi masalah-masalah sosial, dan juga bukan komoditi dalam pasar ideologi yang digelar kapitalisme. Melainkan, ia adalah praktek berkelanjutan yang bertujuan untuk mengakhiri dominasi negara dan berteruskembangnya kapitalisme, yang membutuhkan analisa-analisa dan diskusi-diskusi untuk menjadikannya semakin maju dan berkembang. Menurut sejarahnya, kebanyakan anarkis, kecuali mereka yang percaya bahwa peradaban kapitalisme akan terus berkembang hingga titik kehancurannya sendiri, percaya bahwa sebentuk aktivitas insureksioner dibutuhkan untuk dapat mentransformasikan masyarakat secara radikal. Dalam artian ini, negara harus dipukul mundur dari eksistensinya oleh mereka yang tereksploitasi dan termarjinalkan, dengan demikian para anarkis harus menyerang: menunggu sistem ini melenyap dan menghancurkan dirinya sendiri adalah sebuah kekalahan telak.  

5. ANARKISME DAN AGAMA
Pada dasarnya, sejak mulai dari Proudhon, Bakunin, Berkman, dan Malatesta sampai pada kelompok-kelompok anarkis yang lain, anarkisme selalu bersikap skeptik dan anti terhadap institusi agama. Dalam pandangan mereka, institusi keagamaan selalu bersifat hirarki dan mempunyai kekuasaan seperti layaknya negara, dan oleh karena itu harus ditolak. Tetapi dalam agama sendiri (Kristen, Yahudi, Islam, dll) sebenarnya pemikiran akan ‘anarkisme’ dalam pengertian ‘without Ruler’ sudah banyak ditemui.

5.1. Anarkis-kristen
Dalam agama Kristen, konsep yang dipakai oleh kaum anarkis-kristen adalah berdasarkan konsep bahwa hanya Tuhan yang mempunyai otoritas dan kuasa di dunia ini dan menolak otoritas negara, dan juga gereja, sebagai manifestasi kekuasaan Tuhan. Dari konsep ini kemudian berkembang konsep-konsep yang lain misalnya pasifisme (anti perang), non-violence (anti kekerasan), abolition of state control (penghapusan kontrol negara), dan tax resistance (penolakan membayar pajak). Semuanya itu dalam konteks bahwa kekuasaan negara tidak lagi eksis di bumi dan oleh karena itu harus ditolak. Tokoh-tokoh yang menjadi inspirasi dalam perkembangan gerakan anarkis-kristen antara lain : Soren Kierkegaard, Henry David Thoreau, Nikolai Berdyaev, Leo Tolstoy, dan Adin Ballou.


5.2. Anarkisme dan Islam (Hakim Bey)
Dalam agama Islam, kelompok anarkisme melakukan interpretasi terhadap konsep bahwa Islam adalah agama yang bercirikan penyerahan total terhadap Allah, yang berarti menolak peran otoritas manusia dalam bentuk apapun. Anarkis-Islam menyatakan bahwa hanya Allah yang mempunyai otoritas di bumi ini serta menolak ketaatan terhadap otoritas manusia dalam bentuk fatwa atau imam. Hal ini merupakan elaborasi atas konsep ‘tiada pemaksaan dalam Beragama’. Konsep anarkisme-islam kemudian berkembang menjadi konsep-konsep lainnya yang mempunyai kemiripan dengan ideologi sosialis seperti pandangan terhadap hak milik, penolakan terhadap riba, penolakan terhadap kekerasan dan mengutamakan self-defense, dan lain-lain. Kelompok-kelompok dalam Islam yang sering diasosiasikan dengan anarkisme antara lain : Sufisme dan Kelompok Hashshashin. Salah seorang tokoh muslim anarkis yang berpengaruh yaitu Peter Lamborn Wilson, yang selalu menggunakan nama pena Hakim Bey. Dia mengkombinasikan ajaran sufisme dan neo-pagan dengan anarkisme dan situasionisme. Dia juga merupakan seorang yang terkenal dengan konsepnya Temporary Autonomus Zones[1].Yakoub Islam, seorang anarkis muslim, pada 25 Juni 2005 mempublikasikan Muslim Anarchist Charter (Piagam Muslim Anarkis), yang berbunyi :Tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusannya; Tujuan dari hidup ialah untuk membangun sebuah hubungan kasih yang damai dengan Yang Maha Esa melalui pemahaman untuk bertindak sesuai ajaran, wahyu, serta tanda-tandanya di dalam Penciptaannya juga hati manusia; Demi tujuan seperti itu kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk mempelajarinya dengan kehendak hati yang bebas, dan secara sadar menolak setiap bentuk kompromi dengan institusi kekuasaan, entah dalam bentukbnya yang yuridis, relijius, sosial, korporatik maupun politis; Demi tujuan seperti itu kita harus aktif di dalam kegiatan merealisasikan keadilan yang bertujuan untuk membangun sebuah komunitas-komunitas dan masyarakat dimana pembangunan jiwa yang spiritual tidak terbatasi lagi oleh kemiskinan, tirani, dan ketidakpedulian. Muslim Anarchist Charter menolak: Kekuatan fasis yang bertujuan untuk memapankan kebenaran tunggal yang absolut, termasuk patriarki, kerajaan, dan kapitalisme.
        
6. KRITIK ATAS ANARKISME
Baik secara teori ataupun praktek, anarkisme telah menimbulkan perdebatan dan kritik-kritik atasnya. Beberapa kritik dilontarkan oleh lawan utama dari anarkisme seperti pemerintah. Beberapa kritik lainnya bahkan juga dilontarkan oleh para anarkis sendiri serta ada juga yang muncul dari kalangan kaum kiri otoritarian seperti yang dilontarkan oleh kalangan marxisme. Kritik biasanya dilontarkan sekitar permasalahan idealisme anarkisme yang mustahil dapat diterapkan di dunia nyata, seperti apa yang banyak dipecaya oleh para anarkis mengenai ajaran bahwa manusia pada dasarnya baik dan bisa menggalang solidaritas kemanusiaan untuk kesejahteraan manusia tanpa penindasan oleh sebagiannya yang hal tersebut banyak dibantah oleh para ekonom. Dan juga mengenai ajaran bahwa setiap manusia lahir bebas setara yang juga dibantah oleh para pakar sosiolog.[8] Kritik juga dilontarkan atas penolakan anarkisme terhadap organisasi sentralis seperti pemerintahan kaum buruh, partai revolusioner, dan lain sebagainya, yang dianggap oleh banyak pihak justru akan melemahkan posisi kaum anarkis apabila revolusi terjadi. Hal ini juga yang dituduhkan kepada para anarkis saat revolusi Spanyol terjadi, paska pengambilan kekuasaan oleh kaum proletariat atas rezim fasis yang pada saat itu berkuasa di Spanyol.[9]

Catatan Akhir
  1. The Political Philosophy of Bakunin, Hal. 269, Mikhail Bakunin
  2. Franz Magnis Suseno. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta, 1999
  3. Lao tse, Arah dan Jalan yang Benar. diterjemahkan kedalam bahasa inggris dari the German of Alexander Ular. Penerbit the Inselbucherei, Leipzig.
  4. Salah satu Hedonis awal adalah Cyrenaics (400 SM), yang menggagaskan ide bahwa seni kehidupan adalah memaksimalkan setiap detik kehidupan untuk kenikmatan yang memuaskan indera dan intelek.
  5. Para pengikut Diogenes (400-325 SM), yang mengemukakan filsafat hidup bahwa dengan mereduksi keinginan seseorang sampai pada kebutuhan minimal, disatu sisi memerlukan disiplin diri yang keras, tapi disis lain akan mengantar pada swasembada/ ketidaktergantungan dan kebebasan. Mazhab ini mengalami masa kejayaan pada tahun abad 3 SM dan muncul lagi pada abad 1 M.
  6. Anarchosyndicalism oleh Rudolph Rocker diterbitkan kembali pada 7 September 2006
  7. Stirner, Max (1907). The Ego and His Own. Diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa inggris oleh Steven T. Byington. New York: Benj. R. Tucker
  8. Zaro Sastrowardoyo, Anarkisme Sosial
  9. Manifesto WORLD REVOLUTION

Daftar Pustaka
  1. Anarchism. A Documentary History of Libertarian Ideas. Volume One: From Anarchy to Anarchism (300CE to 1939) Robert Graham, editor. Black Rose Books, Montreal and London 2005. ISBN 1-55164-250-6.
  2. Anarchism, George Woodcock (Penguin Books, 1962) (For many years the classic introduction, until in part superseded by Harper's Anarchy: A Graphic Guide)
  3. Anarchy: A Graphic Guide, Clifford Harper (Camden Press, 1987) (An excellent overview, updating Woodcock's classic, and beautifully illustrated throughout by Harper's woodcut-style artwork)
  4. The Anarchist Reader, George Woodcock (Ed.) (Fontana/Collins 1977) (An anthology of writings from anarchist thinkers and activists including Proudhon, Kropotkin, Bakunin, Bookchin, Goldman, and many others.)
  5. The Dispossessed, Ursula K. Le Guin (a 1974 science fiction novel that takes place on a planet with an anarchist society; winner of both the Hugo and Nebula Awards for best novel.) 

ANARKISME DAN MARXISME                                        

Saat komunisme anarkis dan marxisme adalah dua filsafat politik yang berbeda, terdapat beberapa kemiripan antara metodologi dan ideologi yang dikembangkan oleh beberapa anarkis dan Marxis, bahkan sejarah keduanya juga saling beririsan. Keduanya berbagi tujuan-tujuan jangka panjang yang serupa (komunisme tanpa negara), musuh politik yang sama (konservatif dan elemen-elemen sayap kanan), melawan target-target struktural yang sama (kapitalisme dan pemerintahan yang eksis saat ini). Banyak Marxis telah turut berpartisipasi dengan sepenuh hati dalam revolusi-revolusi anarkis, dan banyak anarkis yang juga berlaku demikian dalam revolusi-revolusi Marxis. Tetapi bagaimanapun juga, anarkisme dan Marxisme tetap menyimpan saling ketidaksetujuan yang kuat atas beberapa isu, termasuk di dalamnya peran alamiah negara, struktur kelas dalam masyarakat dan metoda materialisme historis. Dan selain bentuk kerjasama, terjadi juga konflik-konflik berdarah antara para anarkis dan Marxis, seperti yang terjadi dalam represi-represi yang dijalankan oleh para pendukung Uni Soviet melawan para anarkis.
   
DAFTAR ISI
        1 Argumen-Argumen Seputar Isu Negara
          1.1 Proses Transisi
          1.2 Partai Politik
          1.3 Kekerasan dan Revolusi
        2 Argumen-Argumen Seputar Isu Kelas
        3 Argumen-Argumen Seputar Metoda Materialisme Historis
          3.1 Determinisme
        Catatan
        Referensi
       
1. ARGUMEN-ARGUMEN SEPUTAR ISU NEGARA
Para ahli ilmu-ilmu politik modern pada umumnya mendefinisikan "negara" sebagai sebuah institusi yang tersentralisir, hirarkis dan berkuasa yang mengembangkan sebuah monopoli atas penggunaan kekuasaan fisik yang terlegitimasi, tak beranjak dari definisi yang awalnya diajukan oleh seorang sosiologis Jerman, Max Weber, dalam esai tahun 1918-nya, Politik-Politik Sebagai sebuah Lapangan Pekerjaan. Definisi ini diterima oleh nyaris semua mazhab-mazhab pemikiran politik modern selain Marxisme, termasuk di dalamnya anarkisme. Marxisme memiliki definisi yang unik tentang negara: negara adalah sebuah organ represi kelas yang satu atas kelas yang lain. Bagi para Marxis, setiap negara secara intrinsik adalah sebuah kediktatoran kelas yang satu atas kelas lainnya. Dengan demikian, dalam teori Marxis dipahami bahwa lenyapnya kelas akan berbarengan dengan lenyapnya negara. Bagaimanapun juga, tetap terdapat pertemuan di antara kedua kubu. Para anarkis percaya bahwa setiap negara secara tak terelakkan akan didominasi oleh elit-elit politik dan ekonomi, yang dengan demikian secara efektif menjadi sebuah organ dominasi politik. Dari sudut yang berbeda, para Marxis percaya bahwa represi kelas yang berhasil selalu mengikutsertakan kapasitas kekerasan yang superior, dan bahwa seluruh masyarakat selain sosialisme dikuasai oleh sebuah kelas minoritas, maka dalam teori Marxis semua negara non-sosialis akan memiliki karakter negara seperti yang diyakini oleh para anarkis.

1.1. Proses Transisi
Teori tentang negara menentukan secara langsung pertanyaan praksis tentang bagaimana transisi menuju masyarakat tanpa negara yang diidam-idamkan baik oleh para anarkis maupun Marxis tersebut mengambil bentuknya. Kaum Marxis percaya bahwa sebuah transisi yang berhasil menuju komunisme, yang jelas berarti masyarakat tanpa negara, akan membutuhkan sebuah represi atas para kapitalis yang apabila dibiarkan tentu akan membangun kembali kekuatannya, dan akan dibutuhkan juga eksistensi negara dalam sebuah bentuk yang dikontrol oleh para pekerjanya. Kaum anarkis menentang "negara pekerja" yang diadvokasikan oleh para Marxis sebagai sesuatu yang tidak logis semenjak sesegera sebuah kelompok mulai memerintah melalui aparatus negara, maka mereka akan berhenti menjadi pekerja (apabila sebelumnya mereka adalah pekerja) dan dengan demikian akan segera bertransformasi menjadi penindas baru. Kaum anarkis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada Uni Soviet yang berkarakter anti demokrasi serta berbagai negara "Marxis" lain, sementara para Marxis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada kehancuran revolusi-revolusi yang dipimpin para anarkis semacam dalam Revolusi Meksiko 1910 dan Perang Sipil Spanyol. Dengan demikian, kaum anarkis berusaha untuk "menghancurkan" negara yang eksis saat ini, serta segera menggantikannya dengan konsil-konsil pekerja, sindikat-sindikat atau berbagai metoda organisasional yang desentralis dan non-hirarkis. Kaum Marxis secara kontras, justru berusaha "merebut kekuasaan", yang berarti secara gradual mengambil alih negara borjuis yang eksis saat ini, atau menghancurkan negara yang eksis saat ini melalui sebuah revolusi dan menggantinya dengan sebuah negara baru yang tersentralisir (Leninisme, Trotskyisme, Maoisme) atau melalui sebuah sistem konsil pekerja (Komunisme Konsilis, Marxisme Otonomis). Posisi kaum Marxis melebur ke dalam anarkisme pada akhir spektrumnya, karena kaum anarkis juga saling tidak setuju di antara mereka sendiri tentang bagaimana sebuah sistem konsil pekerja yang demokratis dan memonopoli kekerasan akan dapat dianggap sebagai sebuah struktur negara atau tidak, sementara kaum Marxis bertengkar di antara mereka sendiri sebagian besarnya atas bentuk kediktatoran proletariat.

1.2. Partai Politik
Isu perebutan negara mengarah pada isu tentang keberadaan partai politik, yang juga memisahkan jalan antara kaum anarkis dan Marxis. Kebanyakan kaum Marxis melihat partai politik sebagai sesuatu yang berguna atau bahkan dibutuhkan untuk merebut kekuasaan negara, semenjak mereka kebanyakan melihat bahwa sebuah upaya yang terkoordinasi dan tersentralisirlah yang akan mampu mengalahkan kelas kapitalis dan negara, serta memapankan sebuah badan koordinasi yang mampu mempertahankan revolusi. Partai politik juga menjadi sentral perjuangan semenjak mayoritas kaum Marxis percaya bahwa kesadaran kelas harus disuntikkan ke dalam kelas pekerja, yang seringkali harus dilakukan oleh mereka yang berada di luar kelas tersebut. Tapi bagaimanapun juga, kaum Marxis saling berbeda pendapat tentang apakah sebuah partai revolusioner harus turut serta dalam sebuah pemilu borjuis atau tidak, peran apa yang harus dijalankan pasca revolusi, dan bagaimana ia harus diorganisir. Di sisi lain, para anarkis umumnya menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, menolak membentuk sebuah partai politik, semenjak mereka melihat struktur organisasinya yang hirarkis sebagai sebuah kedenderungan otoritarian dan menindas, walaupun toh kebanyakan kaum anarkis juga tak mampu menjawab tentang bagaimana sebuah kesadaran revolusioner dapat dibangkitkan tanpa keberadaan kekuatan kelompok-kelompok pelopor, yang bagi kaum Marxis terwujud melalui partai politik. Bagaimanapun juga perdebatan dan berbagai perbedaan saling berhadap-hadapan, banyak dari mereka, para anarkis, mengorganisir secara politis berdasarkan pada sistem demokrasi langsung dan federalisme dalam upayanya untuk berpartisipasi secara lebih efektif di tengah perjuangan popular dan mendorong rakyat menuju revolusi sosial (dengan memberikan contoh).

1.3. Kekerasan dan Revolusi
Pertanyaan praksis lainnya yang berhubungan dekat dengan teori negara adalah kapan dan sebesar apa kekerasan dapat diterima dalam upayanya untuk meraih kemenangan dalam sebuah revolusi. Para anarkis berargumen bahwa seluruh bentuk negara adalah sesuatu yang tak dapat dilegitimasi lagi karena semuanya bergantung pada kekerasan yang sistematis, dan sementara sebagian dari para anarkis dapat membenarkan saat kekerasan berskala kecil atau pembunuhan terarah atas elit-elit dilakukan berdasarkan atas kebutuhan dalam beberapa kasus (misalnya kampanye "Propaganda by the Deeds"), kekerasan massal melawan rakyat biasa—sebagaimana yang dipraktekkan oleh Lenin dan Trotsky dalam menumpas pemberontakan Kronstadt dan Makhnovis, oleh Stalin dalam "Pembersihan Besar-Besaran" atau oleh Mao selama "Revolusi Kultural", tak akan pernah dapat diterima dan dibenarkan. Kebanyakan kaum Marxis berargumen bahwa kekerasan berskala besar dapat dibenarkan dan dengan demikian "perang keadilan" adalah sesuatu yang mungkin, setidaknya dalam lingkup terbatas dari pertahanan diri secara kolektif, misalnya dalam melawan sebuah kudeta atau invasi imperialis. Beberapa lainnya (khususnya para Stalinis) berargumen lebih jauh, bahwa tujuan dapat menghalalkan cara, sehingga dalam teorinya, sejumlah apapun kekerasan dan pertumpahan darah akan dapat dibenarkan dalam upayanya untuk menuju komunisme.

2. ARGUMEN-ARGUMEN SEPUTAR ISU KELAS
Analisa-analisa kelas baik dari kaum Marxis ataupun anarkis berdasarkan pada ide bahwa masyarakat terbagi ke dalam berbagai macam "kelas-kelas" yang berbeda, masing-masing memiliki kepentingan yang juga berbeda tergantung pada kondisi materialnya. Kelas-kelas tersebut juga berbeda, bagaimanapun juga, dalam soal di mana mereka menarik garis pemisah di antara mereka. Bagi kaum Marxis, dua kelas yang paling relevan adalah "borjuis" (pemilik alat produksi dan tidak bekerja) dan proletariat (mereka yang tak memiliki alat produksi dan harus bekerja oleh karenanya). Marx percaya bahwa kondisi-kondisi pekerja industri yang unik serta menyejarah akan mendorong mereka untuk mengorganisir diri mereka bersama-sama untuk kemudian mengambil alih peran negara dan alat-alat produksinya dari kelas borjuis, mengkolektivisasinya, serta menciptakan sebuah masyarakat tanpa kelas yang diselenggarakan oleh para proletariat sendiri. Mayoritas para Marxis, merujuk pada analisa-analisa Karl Marx sendiri, mengesampingkan para petani, pemilik alat produksi kecil "borjuis kecil" dan lumpen proletariat—level terendah dari proletariat, yang biasanya menganggur, miskin, tidak memiliki kemampuan kerja, kriminal dan karakteristik mereka yang paling sering ditemui adalah ketiadaan kesadaran kelas—sebagai kelompok-kelompok yang tak akan mampu menciptakan revolusi. Analisa kelas kaum anarkis telah mendahului Marxisme dan berkontradiksi dengannya. Kaum anarkis berargumen bahwa bukanlah kelas penguasa secara keseluruhan yang sesungguhnya mengatur jalannya negara, melainkan sekelompok minoritas yang menjadi bagian di dalam kelas penguasa (yang dengan demikian juga mempertahankan kepentingannya), memiliki fokus-fokus mereka sendiri, di antaranya yaitu mempertahankan kekuasaan. Sekelompok minoritas revolusioner yang mengambil alih kekuasaan negara dan memaksakan keinginannya pada rakyat berarti juga tidak berbeda dengan otoritarianisme sekelompok kecil penguasa dalam sistem kapitalisme, yang tentu juga akan segera bertransformasi menjadi sebuah kelas penguasa baru. Hal ini telah diprediksikan oleh Bakunin jauh sebelum revolusi Oktober di Russia terjadi. Selain itu, para anarkis juga melihat bahwa sebuah revolusi yang sukses tak akan pernah dapat lepas dari dukungan para petani, dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan melakukan redistribusi lahan di antara para petani tak bertanah. Dengan demikian jelas bahwa kaum anarkis menolak kepemilikan tanah oleh negara, serta mereka menganggap bahwa kolektivisasi sukarela jauh lebih efisien dan layak didukung (berdasarkan pada kasus perang sipil Spanyol 1936 di mana para anarkis mempopulerkan kolektivisasi lahan, sementara mereka yang sebelumnya telah memiliki lahan sendiri diperbolehkan untuk tetap memilikinya tetapi dilarang menyewa tenaga kerja untuk mengolah lahan tersebut). Beberapa anarkis modern (khususnya para pendukung parekon ekonomi partisipatif) berargumen bahwa kini terdapat tiga kelas yang relevan bagi sebuah perubahan sosial, bukan hanya dua. Secara kasar, mereka adalah kelas pekerja (termasuk di dalamnya setiap orang yang menggunakan tenaga kerjanya dalam memproduksi atau mendistribusikan produk termasuk mereka dalam industri jasa), kelas koordinator (mereka yang pekerjaannya adalah mengkoordinasikan dan memanajemeni para pekerja) dan kaum elit atau kelas pemilik (yang mana pendapatannya diambil atas kemakmuran dan sumber daya). Para anarkis ini menyatakan dengan tegas bahwa Marxisme telah gagal dan akan selalu gagal, karena ia menciptakan sebuah kediktatoran melalui kelas-kelas koordinator dan karenanya juga "kediktatoran proletariat" secara logis menjadi tak mungkin. Perbedaan-perbedaan inti tersebut kemudian memunculkan fakta bahwa para anarkis tidak membeda-bedakan petani, lumpen dan proletariat, melainkan mereka mendefinisikan bahwa mereka yang harus bekerja untuk bertahan hidup adalah kelas pekerja (walaupun terdapat berbagai perbedaan politik dari berbagai sektor sosial yang berbeda dalam kelas pekerja). Selanjutnya, analisa kelas Marxian memiliki konsekuensi tentang bagaimana kaum Marxis memandang gerakan-gerakan pembebasan seperti gerakan perempuan, gerakan masyarakat adat, gerakan minoritas etnis dan gerakan homoseksual. Kaum Marxis mendukung beberapa gerakan pembebasan, tidak hanya karena gerakan tersebut memang harus didukung atas tuntutan dan programnya, melainkan karena gerakan-gerakan tersebut dibutuhkan bagi sebuah revolusi kelas pekerja yang tak akan dapat berhasil tanpa persatuan. Bagaimanapun juga, kaum Marxis percaya bahwa seluruh upaya rakyat yang tertindas dalam membebaskan dirinya sendiri akan gagal kecuali mereka mengorganisir diri dalam garis kelasnya, karena para borjuis yang terdapat dalam setiap gerakan tersebut dalam titik tertentu akan mengkhianati perjuangan, dan di bawah kapitalisme, kekuasaan sosial terpusat pada siapa yang menguasai alat produksi. Para anarkis mengkritisi kaum Marxis karena terlalu memberi prioritas pada perjuangan kelas. Mereka menjelaskan bahwa perubahan arah sejarah, perjuangan antara mereka yang tertindas dan menindas, beroperasi dengan dinamikanya sendiri. Para anarkis melihat gerakan pembebasan rakyat tertindas secara fundamental dapat dilegitimasi, tak peduli apakah itu gerakan proletariat, gerakan petani, atau apapun, tanpa merasa perlu untuk mengkotakkan mereka dalam sebuah skema gerakan khusus bagi revolusi. Walaupun demikian, banyak juga anarkis yang percaya bahwa perjuangan isu tunggal hanya akan membatasi ruang pandang dan gerak, dan karenanya harus selalu melihat sebuah perjuangan dalam kerangka perjuangan yang lebih besar (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Marxis).

3. ARGUMEN-ARGUMEN SEPUTAR METODA MATERIALISME HISTORIS
Marxisme menggunakan sebuah bentuk analisa perkembangan masyarakat manusia yang disebut "materialisme historis". Analisa ini menempatkan ide bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia material yang terdeterminasi, dan aksi untuk mengubah dunia terdapat dalam batas-batas apa yang memang dapat dicapai sesuai dengan alur kesejarahan. Secara lebih spesifik, relasi produksi yang menjadi basis fundamental sistem ekonomi adalah alat penentu gerak sejarah. Yang menggaris bawahi proses tersebut adalah adanya ide tentang kontradiksi dan pertentangan antar kelas yang secara alamiah membentuk serta menggerakkan kemajuan sosial. Marx mengambil formulasi materialisme historis ini dari sistem filsafat dialektika Hegel. Metoda ini bekerja melalui asumsi bahwa setiap fenomena alam hanya dapat didefinisikan dengan cara mengkontraskannya dengan fenomena lain. Marx dan Engels berargumen bahwa metoda tersebut dapat diaplikasikan pada masyarakat manusia dalam bentuk materialisme historis, sehingga kelas-kelas masyarakat yang ada dapat dipelajari dengan menggunakan kontradiksinya, misalnya, karakteristik majikan hanya dapat dipahami apabila dikontraskan dengan karakteristik pekerja. Sementara mayoritas para anarkis, menggunakan berbagai macam alat analisa sosial, walaupun sebagian anarkis lain melihat materialisme historis ini sangat efektif untuk digunakan sebagai pisau analisa mereka dan melihatnya sebagai sebuah titik pemersatu dalam sebuah perjuangan kelas. Mayoritas anarkis, bahkan juga menganggap bahwa materialisme historis adalah sebuah ilmu palsu yang tak dapat dibuktikan secara universal. Mereka juga menganggap bahwa metoda ini hanya akan mendehumanisasikan analisa-analisa sosial politik dan jelas karenanya menjadi tidak layak digunakan sebagai sebuah metodologi universal.

3.1. Determinisme
Sebuah interpretasi yang simpel dari materialisme historis menyatakan bahwa apabila memang Marxisme benar tentang kelas-kelas yang saling berkontradiksi di bawah beroperasinya sistem kapitalisme, maka sebuah revolusi kelas pekerja tak akan terelakkan lagi. Beberapa Marxis, khususnya mereka para pemimpin Internasional Kedua, meyakini hal ini. Bagaimanapun juga, tingkat di mana revolusi harus dilakukan oleh mereka yang telah sadar akan posisi kelasnya, menjadi sebuah perdebatan tersendiri di kalangan kaum Marxis, yang mana sebagian berpendapat bahwa pernyataan Karl Marx yang terkenal, "Aku bukan seorang Marxis", adalah sebuah penolakan konsep determinisme. Perdebatan ini diperdalam dengan terjadinya Perang Dunia I, saat partai-partai sosial demokrat dari Internasional Kedua mendukung upaya-upaya negara untuk terlibat di dalam perang.
Sementara di sisi lain, para Marxis yang menjadi oposisi perang, seperti Rosa Luxemburg, menyalahkan Internasional Kedua sebagai sebuah "pengkhianatan" atas doktrin sosialisme yang pada gilirannya dianggap hanya berupaya untuk mereformasi negara kapitalis.Sementara sebagaimana mayoritas anarkis menolak metoda dialektika historis materialis, para anarkis tersebut juga tidak memiliki klaim tentang bagaimana sebuah revolusi akan terjadi. Mereka melihat bahwa revolusi dapat terjadi hanya apabila memang masyarakat menghendakinya.

CATATAN
Dengan catatan penting, bahwa dua kubu yang dibahas dalam tulisan ini adalah kecenderungan-kecenderungan dalam anarkisme dan Marxisme klasik. Lihat pula  Anarkisme, Marxisme, Komunisme, Marxis Otonomis, Komunis Libertarian.


REFERENSI
  1. Barker, John H. Individualism and Community: The State in Marx and Early Anarchism (Individualisme dan Komunitas: Negara dalam pandangan Marx dan Anarkisme Klasik). New York: Greenwood Press, 1986. ISBN 0-313-24706-4
  2. D'Agostino, Anthony. Marxism and the Russian Anarchists (Marxisme dan Kaum  Anarkis Rusia). San Francisco: Germinal Press, 1977. ISBN 0-918064-03-1.
  3. Dolgoff, Sam (ed.). Bakunin on Anarchism (Bakunin dalam Anarkisme). Montreal: Black Rose Books, 2002. ISBN 0-919619-05-3 (Hardcover), ISBN 0-919619-06-1
  4. Paul Thomas, Karl Marx and the Anarchists (Karl Marx dan Kaum Anarkis). London: Routledge, 1985. ISBN 0-7102-0685-2
  5. Vincent, K. Steven. Between Marxism and Anarchism: Benoit Malon and French Reformist Socialism (Antara Marxisme dan Anarkisme:Benoit Malon dan Kaum Sosialis Reformis Perancis). Berkeley: University of California Press, 1992. ISBN 0-918064-03-1
 
ANARKO-KOMUNISME

Anarko-Komunisme adalah suatu bentuk dari anarkisme yang mengajarkan penghapusan negara (atau institusi kenegaraan) dan faham kapitalisme, untuk sebuah jaringan asosiasi sukarela di mana semua orang bebas untuk memenuhi kebutuhannya.Anarko-Komunisme juga dikenal dengan sebutan anarkis komunisme, komunis anarkisme, anarkisme-komunis ataupun komunisme libertarian. Namun, walaupun semua anarkis komunis adalah komunis libertarian, tetapi tidak semua komunis libertarian adalah anarkis (menganut faham anarkisme), misalnya dewan komunis. hal yang membedakan anarko-komunisme dari varian lain dari libertarian komunisme adalah bentuk oposisinya terhadap segala bentuk kekuasaan politik, hirarki dan dominasi. Komunisme bisa tumbuh subur dinegara-negara miskin maupun negara berkembang, namun dengan runtuhnya negara-negara komunis yang kuat menyebabkan faham-faham komunis inipun tidak akan bisa berkembang menjadi besar.
     
Daftar isi
        1 Internasionale Pertama
        2 Prinsip dasar

1. INTERNASIONALE PERTAMA
Kelompok anarkisme-komunis pertama kali diformulasikan oleh Carlo Cafiero, Errico Malatesta dan Andrea Costa dari kelompok federasi Italia pada Internasionale I. Pada awalnya kelompok ini (kemudian diikuti oleh anarkis yang lain setelah kematian Bakunin seperti Alexander Berkman, Emma Goldman, dan Peter Kropotkin) bergabung dengan Bakunin menentang kelompok Marxis dalam Internasionale I. Berbeda dengan anarkisme-kolektif yang masih mempertahankan upah buruh berdasarkan kontribusi mereka terhadap produksi, anarkisme-komunis memandang bahwa setiap individu seharusnya bebas memperoleh bagian dari suatu hak milik dalam proses produksi berdasarkan kebutuhan mereka.

2. PRINSIP DASAR
Kelompok anarkisme-komunis menekankan pada egalitarianisme (persamaan), penghapusan hirarki sosial (social hierarchy), penghapusan perbedaan kelas, distribusi kesejahteraan yang merata, penghilangan kapitalisme, serta produksi kolektif berdasarkan kesukarelaan. Negara dan hak milik pribadi adalah hal-hal yang tidak seharusnya eksis dalam anarkisme-komunis. Setiap orang dan kelompok berhak dan bebas untuk berkontribusi pada produksi dan juga untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan pilihannya sendiri.Salah satu hal yang membedakan antara anarkisme-kolektif dengan anarkisme-komunis adalah pandangan mengenai gaji dan upah pekerja.
Anarkisme-komunis berpendapat bahwa tidak ada satu carapun yang dapat mengukur kontribusi seseorang terhadap proses produksi dan ekonomi karena kesejahteraan adalah hasil dari produksi bersama. Sistem ekonomi yang berdasarkan gaji/upah pekerja dan hak milik adalah bentuk penyiksaan negara dan aparaturnya dengan tujuan untuk mempertahankan hak milik pribadi dan juga ketidakseimbangan
hubungan ekonomi diantara para pelaku produksi. Selain itu, anarkisme-komunis menolak sistem gaji/upah pekerja dengan dasar filosofi bahwa pada hakikatnya manusia itu "malas" dan "egois". Anarkisme-komunis juga mendukung komunisme (dalam sistem pemikiran Marxisme) dengan penekanan pada penjaminan kebebasan dan juga kesejahteraan bagi setiap orang, dan tidak mendukung komunisme dalam hal
yang berhubungan dengan kekuasaan. Hal inilah yang membuat anarkisme-komunis
sering disamakan dengan filsafat egalitarian.

BAHAN DISKUSI SELANJUTNYA
Bagian dari seri tentang Anarkisme:
      Varian anarkisme
      Varian Anarkisme
      Anarko-Komunisme
      Anarko-Sindikalisme
      Anarka-Feminisme
      Anarkisme individualisme
      Anarkis Platformis
      Infoanarkisme
      Anarki pasca-kiri
      Anarkisme Hijau
      Anarko-primitifisme

Seputar dunia
      Anarkisme di Spanyol
      Anarkisme di Afrika
      Anarkisme di Indonesia

Anarkisme dalam budaya
      Anarkisme dan Masyarakat
      Ekonomi anarkis
      Anarkisme dan Kapitalisme
      Anarkisme dan Marxisme
      Anarkisme dan agama
      Anarkisme dan seni
      Anarko-punk
      Anarko-skinhead
      Simbolisme anarkis
      Hukum anarkis
      Anarkisme Kristen
      Anarkisme kripto

Sejarah terkait
      Komune Paris
      Kerusuhan Haymarket
      Pemberontakan Kronstadt
      Narodnichestvo
      Revolusi Spanyol
      May 1968
      Pertemuan WTO 1999

Daftar terkait
      Komunitas
      Konsep
      Musisi
      Organisasi
      Daftar tokoh anarkis

Subjek terkait
      Anarkis
      Anarki
      Anarko-
      Anti-otoritarian
      Anti-kapitalisme
      Anti-globalisasi
      Antifa
      Antinomianisme
      Blok Hitam
      Crimethinc
      Eko-anarkisme
      Earth First!
      Food Not Bombs
      Demokrasi industri
      Indymedia
      Marxisme Otonomis
      Ekonomi Partisipatif
      Primitivisme
      Penghapusan penjara
      Munisipalisme libertarian
      Saminisme
      Sosialisme libertarian
      Situasionis
      Ekologi sosial
      Workers' self-management
      Zapatista

KONSERVATISME

Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservare, melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan". Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai pelestarian ekologi sosial dan politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial.
      Daftar isi
        1 Perkembangan of pemikiran
          1.1 Eropa
          1.2 Tiongkok
          Bahan diskusi selanjutnya


1. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
Konservatisme belum pernah, dan tidak pernah bermaksud menerbitkan risalat-risalat sistematis seperti Leviathan karya Thomas Hobbes atau Two Treatises of Pemerintah karya Locke. Akibatnya, apa artinya menjadi seorang konservatif di masa sekarang seringkali menjadi pokok perdebatan dan topic yang dikaburkan oleh asosiasi dengan bermacam-macam ideologi atau partai politik (dan yang seringkali berlawanan). R.J. White pernah mengatakannya demikian: "Menempatkan konservatisme di dalam botol dengan sebuah label adalah seperti berusaha mengubah atmosfer menjadi cair … Kesulitannya muncul dari sifat konservatisme sendiri. Karena konservatisme lebih merupakan suatu kebiasaan pikiran, cara merasa, cara hidup, daripada sebuah doktrin politik." Meskipun konservatisme adalah suatu pemikiran politik, sejak awal, ia mengandung banyak alur yang kemudian dapat diberi label konservatif, baru pada Masa Penalaran, dan khususnya reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar Revolusi Perancis pada 1789, konservatisme mulai muncul sebagai suatu sikap atau alur pemikiran yang khas. Banyak orang yang mengusulkan bahwa bangkitnya kecenderungan konservatif sudah terjadi lebih awal, pada masa-masa awal Reformasi, khususnya dalam karya-karya teolog Anglikan yang berpengaruh, Richard Hooker “yang menekankan pengurangan dalam politik demi menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan menuju keharmonisan sosial dan kebaikan bersama. Namun baru ketika polemic Edmund Burke muncul - Reflections on the Revolution in France - konservatisme memperoleh penyaluran pandangan-pandangannya yang paling berpengaruh.
Edmund Burke (1729-1797)Negarawan Inggris-Irlandia Edmund Burke, yang dengan gigih mengajukan argumen menentang Revolusi Perancis, juga bersimpati dengan sebagian dari tujuan-tujuan Revolusi Amerika. Tradisi konservatif klasik ini seringkali menekankan bahwa konservatisme tidak mempunyai ideologi, dalam pengertian program utopis, dengan suatu bentuk rancangan umum. Burke mengembangkan gagasan-gagasan ini sebagai reaksi terhadap gagasan 'tercerahkan' tentang suatu masyarakat yang dipimpin oleh nalar yang abstrak. Meskipun ia tidak menggunakan istilah ini, ia mengantisipasi kritik terhadap modernisme, sebuah istilah yang pertama-tama digunakan pada akhir abad ke-19 oleh tokoh konservatif keagamaan Belanda Abraham Kuyper. Burke merasa terganggu oleh Pencerahan, dan sebaliknya menganjurkan nilai tradisi.
Meskipun secara nominal Konservatif, Disraeli bersimpati dengan beberapa tuntutan dari kaum Chartis dan membela aliansi antara kaum bangsawan yang bertanah dengan kelas pekerjaan dalam menghadapi kekuatan kelas menengah yang meningkat. Ia membantu pembentukan kelompok Inggris Muda pada 1842 untuk mempromosikan pandangan bahwa yang kaya harus menggunakan kekuasaan mereka untuk melindungi yang miskin dari eksploitasi oleh kelas menengah. Perubahan Partai Konservatif menjadi suatu organisasi massa modern dipercepat oleh konsep tentang "Demokrasi Tory " yang dihubungkan dengan Lord Randolph Churchill.
Sebuah koalisi Liberal-Konservatif pada masa Perang Dunia I berbarengan dengan bangkitnya Partai Buruh, mempercepat runtuhnya kaum Liberal pada 1920-an. Setelah Perang Dunia II, Partai Konservatif membuat konsesi-konsesi bagi kebijakan-kebijakan sosialis kaum Kiri. Kompromi ini adalah suatu langkah pragmatis untuk memperoleh kembali kekuasaan, tetapi juga sebagai akibat dari sukses-sukses awal dari perencanaan sentral dan kepemilikan negara yang menciptakan suatu consensus lintas-partai. Hal ini dikenal sebagai 'Butskellisme', setelah kebijakan-kebijakan Keynesian yang hampir identik dari Rab Butler atas nama kaum Konservatif, dan Hugh Gaitskell untuk Partai Buruh. Namun demikian, pada 1980-an, di bawah pimpinan Margaret Thatcher, dan pengaruh Sir Keith Joseph, Partai ini kembali ke gagasan-gagasan ekonomi liberal klasik, dan swastanisasi dari banyak perusahaan negara pun diberlakukan. Untuk pembahasan lebih terinci, lihat Sejarah Partai Konservatif. Warisan Thatcher bersifat campuran. Sebagian komentator menyatakan bahwa ia menghancurkan konsensus tradisional dan filosofi Partai, dan, dengan melakukan hal itu, menicptakan suatu situasi di mana public tidak benar-benar tahu nilai-nilai apa yang dipegang oleh Partai. Kini Partai Konservatif sibuk mencoba mencari jati dirinya kembali.

1.1. Eropa
Di bagian-bagian lain dari Eropa, konservatisme arus utama seringkali diwakili oleh partai-partai Kristen Demokrat. Mereka membentuk faksi besar Partai Rakyat Eropa di Parlemen Eropa. Asal-usul partai-partai ini umumnya adalah partai-partai Katolik dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dan ajaran sosial Katolik seringkali menjadi inspirasi awal mereka. Setelah bertahun-tahun, konservatisme pelan-pelan menjadi inspirasi ideologis utama mereka, dan mereka umumnya menjadi kurang Katolik. CDU, partai saudaranya di Bavaria Uni Sosial Kristen (CSU), dan Imbauan Kristen Demokrat (CDA) di Belanda adalah partai-partai Protestan-Katolik.
Di negara-negara Nordik, konservatisme diwakili dalam partai-partai konservatif liberal seperti Partai Moderat di Swedia dan Partai Rakyat Konservatif di Denmark. Secara domestik, partai-partai ini umumnya mendukung kebijakan kebijakan yang berorientasi pasar, dan biasanya memperoleh dukungan dari komunitas bisnis serta kaum profesional kerah putih. Secara internasional, mereka umumnya mendukung Uni Eropa dan pertahanan yang kuat. Pandangan-pandangan mereka tentang masalah-masalah sosial cenderung lebih liberal daripada, misalnya, Partai Republik Amerika Serikat. Konservatisme sosial di negara-negara Nordik seringkali ditemukan dalam partai-partai Kristen Demokrat mereka. Di beberapa negara Nordik, partai-partai populis sayap kanan telah memperoleh dukungan sejak 1970-an. Politik mereka telah dipusatkan pada pemotongan pajak, pengurangan imigrasi, dan undang-undang yang lebih keras dan kebijakan-kebijakan ketertiban.
Pada umumnya, orang dapat mengkclaim bahwa kaum konservatif Eropa cenderung untuk lebih moderat dalam berbagai isu sosial dan ekonomi, daripada konservatif Amerika. Mereka cenderung cukup bersahabat dengan tujuan-tujuan negara kesejahteraan, meskipun mereka juga prihatin dengan lingkungan bisnis yang sehat. Namun demikian, beberapa kelompok cenderung lebih mendukung agenda-agenda libertarian atau laissez-faire yang lebih konservaitf, khususnya di bawah pengaruh Thatcherisme. Kelompok-kelompok konservatif Eropa sering memandang diri mereka sebagai pengawal-pengawal prudence, moderasi, pengalaman-pengalaman
histories yang sudah teruji, dibandingkan dengan radikalisme dan eksperimen-eksperimen sosial. Persetujuan dari budaya tinggi dan lembaga-lembaga politik yang mapan seperti monarki ditemukan dalam konservatisme Eropa. Kelompok-kelompok konservatif arus utama seringkali adalah pendukung-pendukung gigih Uni Eropa. Namun demikian, orang juga dapat menemukan pula unsur-unsur nasionalisme di banyak negara.
 
1.2. Tiongkok
Di Tiongkok konservatisme didasarkan pada ajaran-ajaran Kong Hu Cu. Kong Hu Cu yang hidup pada masa kekacauan dan peperangan antara berbagai kerajaan, banyak menulis tentang pentingnya keluarga, kestabilan sosial, dan ketaatan terhadap kekuasaan yang adil. Gagasan-gagasannya terus menyebar di masyarakat Tiongkok. Konservatisme Tiongkok yang tradisional yang diwarnai oleh pemikiran Kong Hu Cu telah muncul kembali pada tahun-tahun belakangan ini, meskipun selama lebih dari setengah abad ditekan oleh pemerintahan Marxis-Leninis yang otoriter.Setelah kematian Mao pada 1976, tiga faksi berebutan untuk menggantikannya: kaum Maois garis keras, yang ingin melanjutkan mobilisasi revolusioner; kaum restorasionis, yang menginginkan Tiongkok kembali ke model komunisme Soviet; dan para pembaharu, yang dipimpin oleh Deng Xiaoping, yang berharap untuk mengurangi peranan ideology dalam pemerintahan dan merombak ekonomi Tiongkok.
Nilai-nilai Tiongkok yang tradisional telah muncul dengan cukup kuat, meskipun lama ditekan oleh rezim komunis yang revolusioner. Saat ini, Partai Komunis Tiongkok dikelola oleh para teknokrat, yang mengusahakan stabilitas dan kemajuan ekonomi, sementara menindas kebebasan berbicara dan agama. Partai dilihat oleh sebagian orang sebagai penerima Mandat Surgawi, sebuah gagasan Tiongkok tradisional. Partai Komunis menjinakkan dirinya sendiri dan tidak lagi secara konsisten menganjurkan teori Marxis yang revolusioner, dan sebaliknya berpegang pada fleksibilitas ideologist teologi yang konsisten dengan ucapan Deng
Xiaoping, yakni mencari kebenaran di antara fakta. Cinta tanah air dan kebanggaan nasional telah muncul kembali seperti halnya pula tradisionalisme. Nasionalisme Tiongkok cenderung mengagung-agungkan negara Tiongkok yang sangat tersentralisasi dan kuat. Pemerintah berusaha untuk memenangkan dan mempertahankan kesetiaan warga negaranya serta orang-orang Tiongkok yang baru-baru ini pindah ke luar negeri. Sebuah buku laris baru-baru ini China Can Say No mengungkapkan sebuah sentiment yang mendukung sebuah cara Tiongkok yang unik yang, dengan terus terang, tidak perlu melibatkan norma-norma Amerika, seperti individualisme dan liberalisme Barat. Selain itu, nasionalisme Tiongkok masih mungkin akan berkembang, karena generasi para pemimpin Tiongkok akan bertumbuh dalam lingkungan yang dipenuh dengan semangat nasionalisme. Sejak 1990-an, telah muncul gerakan neo-konservatif di Tiongkok (tidak ada kaitannya dengan gerakan neo-konservatif di AS).

BAHAN DISKUSI SELANJUTNYA
Seri Konservatisme bagian dari seri Politik Aliran:
      Konservatisme budaya
      Konservatisme liberal
      Konservatisme nasional
      Neo-konservatisme
      Paleo-konservatisme
      Varian-varian Nasional
      Amerika Serikat-Kanada
      Kolombia-Jerman
      Ide
      Konservatisme fiskal
      Milik pribadi
      Aturan hukum
      Ketertiban sosial
      Masyarakat tradisional
      Organisasi
      Partai-partai konservatif
      Uni Demokrat Internasional
      Partai Rakyat Eropa
FASISME

PRAWACANA
Mussolini dan Hitler Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara. Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.

GAGASAN DASAR KAPITALISME

Teori Dasar Ekonomi Kapitalisme
Teori dasar ekonomi kapitalisme pertamakali dirumuskan oleh Adam Smith dengan karya masterpeace-nya yang berjudul The Wealth of Nations. Salah satu cara mendasar dalam membahas teori kapitcjsme adalah d..engan mengetahui ciri mendasar sistem tersebut, yaitu pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik. Kapitalisme dimaknai dengan memadukan kepentingan individu disatu pihak dan kepentingan publik dipihak yang lain. Kongklusi yang bisa ditarik dari pr1emis itu adalah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individu. Meskipun demikian, orientasi individu itu tetap merupakan tahapan awal bagi kepentingan publik atau sosial. Motif sosial yang tersembunyi (hidden social motive) itulah yang disebut oleh Adam Smith sebagai the invisible hands.
Pada tahun 1957, 17 tahun sebelurn ia menu lis The Wealth of Nations, Smith sudah mengemukakan dalam Theory of Moral Sentiments (1759) sebagai dasar filsafat teori ekonominya. Ia dengan keras menentang pendapat de Mandeville bahwa private vice makes public benevit. De Mandeville memandang bahwa kemewahan atau pengejaran keuntungan ekonomi itu dosa, meski dosa itu sendiri diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat. smith justru sebaliknya, dengan meniru gurunya Francis Hutcheson, ia mengatakan bahwa kebajikan adalah pengendalian nafsu dan bukan sebuah antipati yang mutlak. Dalam The Wealth of Nations sendiri, Smith mengatakan bahwa "The nature and causes of the wealth of nations is what is properly called political economy". Hal ini menjelaskan tentang apa sesungguhnya yang menjadi tujuan aktivitas ekonomi.
Frans Seda (1966) membuat interpretasi dalam memahami The Wealth of IVations dengan mengajukan lima prinsip fundamental dari kapitalisme murni; [1] bahwa kapitalisrne adalah pengakuan penuh pada hal milik perorangan cltau individu tanpa. batas-batas tertentu, [2] kapitalisme merupakan pengakuan akan hak individu untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi, [3] kapitalisme mengisyaratkan pengakuan akan aclanya dorongan atau motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin (provit motive), [4] kapitalisme juga memuat pengakuan akan adanya kebebasan melakukan kompetisi dengan individu lain (freedom for competition), [5] kapitalisme rnengakui berlakunya:, hukum ekonomi pasar bebas atau mekanisme pasar. Pengakuan-pengakuclrl inilah yang menurutnya disebut sebagai bentuk manifestasi dari kon~ep laissez-faire, laissez-passer sebuah konsep yang berkaitan dengan dasar teori kapitalisme. Paham kapitalisme murni dengan tegas menolak intervensi negara. Dalam konsep yang seperti ini berlaku pula hukum besi dan berkembangnya self-interest. Hubungan kelima variabel diatas merupakan sistem. Tenaga penggerak dalam sistem kapitalisme adalah para pemilik kapital atau modal yang memiliki status ekonomi, sosial dan politik yang terhormat dalam sistem. Maka modal atau kapital merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan penting yang difungsikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan seluruh komponen atau varia bel dalam sistem kapitalisme. Akibat logisnya adalah apabila salah satu variabel tidak ada maka sistem itu akan mengalami disfungsionalisasi.
Penjelasan bahwa pemilik modal yang melakukan keseluruhan rangkaian kerja diposisikan bagi mereka yang memiliki status ekonomi, sosial dan- pQjitik yang terhormat atau terpandang dalam sebuah sistem sosial. Pemahama inilah yang kemudian hari memunculkan konsep borjuasi, yaitu sebuah tatanan yang selalu lekat dengan realitas empiris kapitalisme klasik. Sjahrir (1995) menerjemahkan The Wealth of Nations yang membidani lahirnya teori kapitalisme itu dengan membuat rincian; [1] apa yang harus diproduksi dan dialokasikan, [2] bagaimana cara memproduksi dan mengalokaasikan sumberdaya, [3] bagaimana cara mendistribusikan sumberdaya dan hasH produksi. Pemahaman lain tentang ide dasar kapitalisme diberikan oleh Max weber.
Ia mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi komoditi berdasarkan kerja berupah untuk menjual dan diperdagangkan guna mencari keuntungan. Bagai Max Weber ciri yang lebih mendasar lagi adalah sistem pertukaran pasar disebut dengan sistem mekanisme" pasar. Sistem pasar ini menimbulkan konsekuensi log is berupa proses rasionalisasi yang mengacu pad a bagaimana meraih keuntungan yang sebesar-besarnya atau akumulasi kapital yang terus menerus. Akumulasi kapital ini dimaksudkan untuk melakukan produksi barang dan jasa yang lebih menguntungkan (more profitable). Keuntungan inilah yang secara dominan bagi rasionalitas teknologi.
Sedangkan bagi Karl Marx kapitalisme adalah suatu bentuk masyarakat kelas yang distrlJkturasikan dengan cara khusus dimana manusia diorganis?sikan untuk produksi kebutuhan hid up. Sejalan dengan zaman kapitalisme terus berkembang dan beradaptasi dengan sejarah. Heilbroner (1991) melakukan kajian tentang kapitalisme seperti tertuang dalam bukunya The Nature of Logic Capitalism, dalam bukunya Heilbroner mermjolkan komparasi antara sosialismenya-Marx dengan kapitalisme itu sendiri. Mengenai prinsip kapitalisme murni dibutuhkan verivikasi yang lebih dalam untuk memahami variabel-variabel yang melekat pada sistem kapitalisme. Bagi Heilbroner, bahwa dunia bisnis merupakan realitas kapitalisme yang nampak dari luar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan, apapun bentuk dan rupa kapitalisme itu. Ada aspek diluar dunia kita ini yang sarna-sarna essensial meski aspek tersebut abstrak. Aspek yang dimaksud adalah dunia bawah (netherworld) yang didalamnya adalah kegiatan-kegiatan bisnis dalam keadaan terkungkung. Dunia bawah tersebut biasa disebut tangan yang tak tampak atau mekanisme-mekanisme pasar. Tampak jelas bahwa pemahaman tentang kapitalisme selalu beriringan dengan konsep the invisible hands atau tangan-tangan ajaib dan sistem mekanisme pasar yang ditawarkan.
Fernand Braudel seorang sejarawan terkemuka dari Prancis dalam bukunya CiviJizationand Capitalism, seperti dijelaskan pada bab awal buku ini periode pasca perang dingin adalah periode yang sering diinterpretasikan sebagai periode kemenangan kapitalismeatas komunisme.
Jorge Larrain memahami kapitalisme dengan menghadirkan paham komunisme. Ia mengemukakan "kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas buruh hidup. Bahkan menurut Karl Marx kapitalisme adalah hasH dari praktek reproduksi manusia.
Menurut pengertian yang disampaikan oleh Lorens Bagus, KapitatisJ'Tle berasal dari bahasa inggris, capitalism atau kata lain caput yang berartt-" .. kepala. Kapitalisme sendiri adalah sistem perekonomian yang menekankan peranan kapital atau modal. Konklusi yang bisa digunakan untuk mengartikan kapitalisme adalah; [1] kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme klasik yang dikaitkan dengan apa yang dimaksud Adam Smith sebagai permainan pasar yang memiliki aturan sendiri. Kapitalisme merupakan usaha-usaha kompetitif manusia yang akan dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan bersama atau kesejahteraan sosial (social welfare). [2] kapitalisme merupakan ungkapan Prancis laissez-faire, laissez-passer yang berarti semaunya, yang dilekatkan sebagai ungkapan penyifat. Ungkapan laissez-faire menekankan sebuah pandangan bahwa dalam sistem ini, kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan sendiri agar perkembangannya berlangsung tanpa pengendalian negara dan dengan regulasi seminimal mungkin. [3] kapitalisme adalah ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan protetanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan protetanisme pada individualisme dan keharusan mengusahakan keselamatan sendiri.


Akar Historis Kapitalisme
Sistem perekcmomian kapitalisme muncul dan semakin dominan semenjak peralihan zaman feodal ke zaman modern. Kapitalisme seperti temuan Karl Marx menjadi sistem yang dipraktekkan di dunia bermula dipenghujung abad XIV dan awal abad XV. Kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia· berkaitan erat dengan kolonialisme~ Pada zaman koonialisme akonulasi modal yang tersentralisasi di eropa (Inggris) didistribusikan kebeberapa penjuru dunia, yang pada gilirannya menghadirkan kemiskinan di wilayah jajahannya. Pada kurun waktu ketika feodalisme di Eropa jatuh oleh beberap revolusi, bayak orang menganggap saat itulah terminologi kapitalisme diintrodusir, tepatnya pada abad XIV. Penjelasan atas kaitan antara kapitalisme dan kOlonialisme/ imperalisme bisa memberikan deskripsi bahwa kemunculan kapitalisme akan mudak dilacak melalui pada pemahaman sejarah negara Eropa sekaligus perluasan kapital (imperealisme) yang dilakukan. Menurut Karl Marx proses dialektika materia lis, ideologi yang bernama kapitalisme ini muncul. Pandangan ini dipertegas oleh Max Weber dengan deskripsinya tentang adanya gerakan individualisme sebagai penentangan atas eksploitasi kejam yang dilakukan oleh feodalisme. Feodalisme di Romawi dan Yunani muncul dari kelas militer dan di Eropa Tengah muncul dari kelas tuan tanah ini kemudian menempatkan kedua kelas ini sebagai pemegang hak atas kepemilikan alat produksi.
Kelahiran kapitalisme setidaknya dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther King yang memberi dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberi dasar-dasar ekonomi. Luther King orang Jerman yang melakukan gerakan monumental pada 31 Oktober 1517 dengan menuliskan protes keseluruh penjuru roma. Ia tidak dapat menerima praktik pengampunan dosa yang diberlakukan di Gereja Roma. Kemudian Franklin seorang calvinis secara filosofik mengajak semua orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas usahanya .~endiri. Waktu adalah uang, demikian ucapan terkenal dari Franklin. Dalam buku..An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nation, Adam Smith lebih mengkongkritkan spirit kapitalisme dalam sebuah konsep yang disebut sebagai mekanisme pasar. Basis filologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Adam smith mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan barang tersebut menjadi mahal dan sulit didapatkan oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Bagi produsen tatkala harga mahal kuntunganpun naik. Ketika keuntungan barang itu tinggi maka bayka produsen yang memproduksinya. Dengan demikian kelangkaan barang tersebut teratasi, sehingga barang murah dan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Sehingga masalah yang dihadapi masyarakat diselesaikan oleh the invisible hands. Konsep ini pada tahun 1887 dihantam oleh Das Capital-nya Karl Mar. Bagi Marx kaum buruh yang terkena dampak eksploitasi itu diajaknya bersatu dalam sebuah manifesto.
Kapitalisme Awal (1500-1750)
Kapitalisme pada periode ini mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang ditandai dengan kehadiran industri sandang Inggris sejak abad XVI sampai XVIII. Industri sandang tersebut masih menggunakan alat pemintal yang sangat sederhana, yang pada gilirannya meningktkan surplus sosial. Pada tahap ini perkembangan kapitalisme didukung oleh tiga faktor [1] dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan anjuran untuk hid up hemat, [2] hadirnya logam mulia terhadap distrjbusi pendapatan atas upah, laba dan sewa, [3] keikutsertaan negara dalam membentu membentuk modal untuk berusaha. Menurut Russel dalam studinya dalam bukunya Modes of Production in World History, London and New York: Routledge 1988, mengemukakan ada tiga faktor yang menghambat kapitalisme berkembang di desa; [1] tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok taman dan hasil produksinya terbatas (limited), [2] buruh tani masih terikat pada sistem ekonomi subsistensi, [3] hasil produksi yang diperoleh hanya untuk kebutuhan pribadi.
Kapitalisme Klasik (1750-1914)
Pada fase ini ditandai dengan pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik ke wilayah yang lebih luas, yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri merupakan ciri revolusi industri di Inggris. Tepat pada fase ini kapitalisme meletakkan dasar laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin ekonomi Adam Smith. Kesuksesan ekonomi berdampak pada politik dan sosial sebuah negara. Pada fase kapitalisrne klasik mulai menunjukkan terbentuknya kelas-kelas yang berdasarkan kekuatan ekonomi atau kemampuan mereka dalam mengakses dan mengakumulasi kapital.
Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)
Fase ini berkembang pada abad XIX tepatnya pada tahun 1914 dengan aksiden Perang Dunia I sebagai momentum utama. Kapitalisme lanjut ditandai oleh tiga momentum; [1] pergeseran dominasi modal dari eropa ke Amerika, [2] Bangkitnya kesadaran bangsa Asia-Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan, [3] Revolusi Bolzhevik Rusia yang bemasrat mduluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa kepemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur sobentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Produk yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah lahirnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak dibidang manufaktur tetapi jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan teknologi yang canggih serta orientasi menghadapi ekonomi global. 

GAGASAN DASAR KAPITALISME

Teori Dasar Ekonomi Kapitalisme
Teori dasar ekonomi kapitalisme pertamakali dirumuskan oleh Adam Smith dengan karya masterpeace-nya yang berjudul The Wealth of Nations. Salah satu cara mendasar dalam membahas teori kapitcjsme adalah d..engan mengetahui ciri mendasar sistem tersebut, yaitu pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik. Kapitalisme dimaknai dengan memadukan kepentingan individu disatu pihak dan kepentingan publik dipihak yang lain. Kongklusi yang bisa ditarik dari pr1emis itu adalah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individu. Meskipun demikian, orientasi individu itu tetap merupakan tahapan awal bagi kepentingan publik atau sosial. Motif sosial yang tersembunyi (hidden social motive) itulah yang disebut oleh Adam Smith sebagai the invisible hands.
Pada tahun 1957, 17 tahun sebelurn ia menu lis The Wealth of Nations, Smith sudah mengemukakan dalam Theory of Moral Sentiments (1759) sebagai dasar filsafat teori ekonominya. Ia dengan keras menentang pendapat de Mandeville bahwa private vice makes public benevit. De Mandeville memandang bahwa kemewahan atau pengejaran keuntungan ekonomi itu dosa, meski dosa itu sendiri diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat. smith justru sebaliknya, dengan meniru gurunya Francis Hutcheson, ia mengatakan bahwa kebajikan adalah pengendalian nafsu dan bukan sebuah antipati yang mutlak. Dalam The Wealth of Nations sendiri, Smith mengatakan bahwa "The nature and causes of the wealth of nations is what is properly called political economy". Hal ini menjelaskan tentang apa sesungguhnya yang menjadi tujuan aktivitas ekonomi.
Frans Seda (1966) membuat interpretasi dalam memahami The Wealth of Nations dengan mengajukan lima prinsip fundamental dari kapitalisme murni; [1] bahwa kapitalisrne adalah pengakuan penuh pada hal milik perorangan cltau individu tanpa. batas-batas tertentu, [2] kapitalisme merupakan pengakuan akan hak individu untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi, [3] kapitalisme mengisyaratkan pengakuan akan aclanya dorongan atau motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin (provit motive), [4] kapitalisme juga memuat pengakuan akan adanya kebebasan melakukan kompetisi dengan individu lain (freedom for competition), [5] kapitalisme rnengakui berlakunya:, hukum ekonomi pasar bebas atau mekanisme pasar. Pengakuan-pengakuclrl inilah yang menurutnya disebut sebagai bentuk manifestasi dari kon~ep laissez-faire, laissez-passer sebuah konsep yang berkaitan dengan dasar teori kapitalisme.
Paham kapitalisme murni dengan tegas menolak intervensi negara. Dalam konsep yang seperti ini berlaku pula hukum besi dan berkembangnya self-interest. Hubungan kelima variabel diatas merupakan sistem. Tenaga penggerak dalam sistem kapitalisme adalah para pemilik kapital atau modal yang memiliki status ekonomi, sosial dan politik yang terhormat dalam sistem. Maka modal atau kapital merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan penting yang difungsikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan seluruh komponen atau varia bel dalam sistem kapitalisme. Akibat logisnya adalah apabila salah satu variabel tidak ada maka sistem itu akan mengalami disfungsionalisasi.
Penjelasan bahwa pemilik modal yang melakukan keseluruhan rangkaian kerja diposisikan bagi mereka yang memiliki status ekonomi, sosial dan- pQjitik yang terhormat atau terpandang dalam sebuah sistem sosial. Pemahama inilah yang kemudian hari memunculkan konsep borjuasi, yaitu sebuah tatanan yang selalu lekat dengan realitas empiris kapitalisme klasik. Sjahrir (1995) menerjemahkan The Wealth of Nations yang membidani lahirnya teori kapitalisme itu dengan membuat rincian; [1] apa yang harus diproduksi dan dialokasikan, [2] bagaimana cara memproduksi dan mengalokaasikan sumberdaya, [3] bagaimana cara mendistribusikan sumberdaya dan hasH produksi. Pemahaman lain tentang ide dasar kapitalisme diberikan oleh Max weber.
Ia mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi komoditi berdasarkan kerja berupah untuk menjual dan diperdagangkan guna mencari keuntungan. Bagai Max Weber ciri yang lebih mendasar lagi adalah sistem pertukaran pasar disebut dengan sistem mekanisme" pasar. Sistem pasar ini menimbulkan konsekuensi log is berupa proses rasionalisasi yang mengacu pad a bagaimana meraih keuntungan yang sebesar-besarnya atau akumulasi kapital yang terus menerus. Akumulasi kapital ini dimaksudkan untuk melakukan produksi barang dan jasa yang lebih menguntungkan (more profitable). Keuntungan inilah yang secara dominan bagi rasionalitas teknologi.
Sedangkan bagi Karl Marx kapitalisme adalah suatu bentuk masyarakat kelas yang distrlJkturasikan dengan cara khusus dimana manusia diorganis?sikan untuk produksi kebutuhan hid up. Sejalan dengan zaman kapitalisme terus berkembang dan beradaptasi dengan sejarah. Heilbroner (1991) melakukan kajian tentang kapitalisme seperti tertuang dalam bukunya The Nature of Logic Capitalism, dalam bukunya Heilbroner mermjolkan komparasi antara sosialismenya-Marx dengan kapitalisme itu sendiri. Mengenai prinsip kapitalisme murni dibutuhkan verivikasi yang lebih dalam untuk memahami variabel-variabel yang melekat pada sistem kapitalisme. Bagi Heilbroner, bahwa dunia bisnis merupakan realitas kapitalisme yang nampak dari luar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan, apapun bentuk dan rupa kapitalisme itu. Ada aspek diluar dunia kita ini yang sarna-sarna essensial meski aspek tersebut abstrak. Aspek yang dimaksud adalah dunia bawah (netherworld) yang didalamnya adalah kegiatan-kegiatan bisnis dalam keadaan terkungkung. Dunia bawah tersebut biasa disebut tangan yang tak tampak atau mekanisme-mekanisme pasar. Tampak jelas bahwa pemahaman tentang kapitalisme selalu beriringan dengan konsep the invisible hands atau tangan-tangan ajaib dan sistem mekanisme pasar yang ditawarkan.
Fernand Braudel seorang sejarawan terkemuka dari Prancis dalam bukunya CiviJizationand Capitalism, seperti dijelaskan pada bab awal buku ini periode pasca perang dingin adalah periode yang sering diinterpretasikan sebagai periode kemenangan kapitalismeatas komunisme.
Jorge Larrain memahami kapitalisme dengan menghadirkan paham komunisme. Ia mengemukakan "kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas buruh hidup. Bahkan menurut Karl Marx kapitalisme adalah hasH dari praktek reproduksi manusia.
Menurut pengertian yang disampaikan oleh Lorens Bagus, Kapitatisme berasal dari bahasa inggris, capitalism atau kata lain caput yang berarti-"kepala”. Kapitalisme sendiri adalah sistem perekonomian yang menekankan peranan kapital atau modal. Konklusi yang bisa digunakan untuk mengartikan kapitalisme adalah; [1] kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme klasik yang dikaitkan dengan apa yang dimaksud Adam Smith sebagai permainan pasar yang memiliki aturan sendiri. Kapitalisme merupakan usaha-usaha kompetitif manusia yang akan dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan bersama atau kesejahteraan sosial (social welfare). [2] kapitalisme merupakan ungkapan Prancis laissez-faire, laissez-passer yang berarti semaunya, yang dilekatkan sebagai ungkapan penyifat. Ungkapan laissez-faire menekankan sebuah pandangan bahwa dalam sistem ini, kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan sendiri agar perkembangannya berlangsung tanpa pengendalian negara dan dengan regulasi seminimal mungkin. [3] kapitalisme adalah ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan protetanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan protetanisme pada individualisme dan keharusan mengusahakan keselamatan sendiri.

Akar Historis Kapitalisme
Sistem perekcmomian kapitalisme muncul dan semakin dominan semenjak peralihan zaman feodal ke zaman modern. Kapitalisme seperti temuan Karl Marx menjadi sistem yang dipraktekkan di dunia bermula dipenghujung abad XIV dan awal abad XV. Kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia· berkaitan erat dengan kolonialisme~ Pada zaman koonialisme akonulasi modal yang tersentralisasi di eropa (Inggris) didistribusikan kebeberapa penjuru dunia, yang pada gilirannya menghadirkan kemiskinan di wilayah jajahannya. Pada kurun waktu ketika feodalisme di Eropa jatuh oleh beberap revolusi, bayak orang menganggap saat itulah terminologi kapitalisme diintrodusir, tepatnya pada abad XIV. Penjelasan atas kaitan antara kapitalisme dan kOlonialisme/ imperalisme bisa memberikan deskripsi bahwa kemunculan kapitalisme akan mudak dilacak melalui pada pemahaman sejarah negara Eropa sekaligus perluasan kapital (imperealisme) yang dilakukan. Menurut Karl Marx proses dialektika materia lis, ideologi yang bernama kapitalisme ini muncul. Pandangan ini dipertegas oleh Max Weber dengan deskripsinya tentang adanya gerakan individualisme sebagai penentangan atas eksploitasi kejam yang dilakukan oleh feodalisme. Feodalisme di Romawi dan Yunani muncul dari kelas militer dan di Eropa Tengah muncul dari kelas tuan tanah ini kemudian menempatkan kedua kelas ini sebagai pemegang hak atas kepemilikan alat produksi.
Kelahiran kapitalisme setidaknya dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther King yang memberi dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberi dasar-dasar ekonomi. Luther King orang Jerman yang melakukan gerakan monumental pada 31 Oktober 1517 dengan menuliskan protes keseluruh penjuru roma. Ia tidak dapat menerima praktik pengampunan dosa yang diberlakukan di Gereja Roma. Kemudian Franklin seorang calvinis secara filosofik mengajak semua orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas usahanya .~endiri. Waktu adalah uang, demikian ucapan terkenal dari Franklin. Dalam buku..An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nation, Adam Smith lebih mengkongkritkan spirit kapitalisme dalam sebuah konsep yang disebut sebagai mekanisme pasar. Basis filologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Adam smith mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan barang tersebut menjadi mahal dan sulit didapatkan oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Bagi produsen tatkala harga mahal kuntunganpun naik. Ketika keuntungan barang itu tinggi maka bayka produsen yang memproduksinya. Dengan demikian kelangkaan barang tersebut teratasi, sehingga barang murah dan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Sehingga masalah yang dihadapi masyarakat diselesaikan oleh the invisible hands. Konsep ini pada tahun 1887 dihantam oleh Das Capital-nya Karl Mar. Bagi Marx kaum buruh yang terkena dampak eksploitasi itu diajaknya bersatu dalam sebuah manifesto.
Kapitalisme Awal (1500-1750)
Kapitalisme pada periode ini mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang ditandai dengan kehadiran industri sandang Inggris sejak abad XVI sampai XVIII. Industri sandang tersebut masih menggunakan alat pemintal yang sangat sederhana, yang pada gilirannya meningktkan surplus sosial. Pada tahap ini perkembangan kapitalisme didukung oleh tiga faktor [1] dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan anjuran untuk hid up hemat, [2] hadirnya logam mulia terhadap distrjbusi pendapatan atas upah, laba dan sewa, [3] keikutsertaan negara dalam membentu membentuk modal untuk berusaha. Menurut Russel dalam studinya dalam bukunya Modes of Production in World History, London and New York: Routledge 1988, mengemukakan ada tiga faktor yang menghambat kapitalisme berkembang di desa; [1] tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok taman dan hasil produksinya terbatas (limited), [2] buruh tani masih terikat pada sistem ekonomi subsistensi, [3] hasil produksi yang diperoleh hanya untuk kebutuhan pribadi.
Kapitalisme Klasik (1750-1914)
Pada fase ini ditandai dengan pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik ke wilayah yang lebih luas, yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri merupakan ciri revolusi industri di Inggris. Tepat pada fase ini kapitalisme meletakkan dasar laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin ekonomi Adam Smith. Kesuksesan ekonomi berdampak pada politik dan sosial sebuah negara. Pada fase kapitalisrne klasik mulai menunjukkan terbentuknya kelas-kelas yang berdasarkan kekuatan ekonomi atau kemampuan mereka dalam mengakses dan mengakumulasi kapital.


Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)
Fase ini berkembang pada abad XIX tepatnya pada tahun 1914 dengan aksiden Perang Dunia I sebagai momentum utama. Kapitalisme lanjut ditandai oleh tiga momentum; [1] pergeseran dominasi modal dari eropa ke Amerika, [2] Bangkitnya kesadaran bangsa Asia-Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan, [3] Revolusi Bolzhevik Rusia yang bemasrat mduluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa kepemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur sobentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Produk yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah lahirnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak dibidang manufaktur tetapi jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan teknologi yang canggih serta orientasi menghadapi ekonomi global. 
KAPITALISME             
     
      PENGANTAR
            Saat ini tidak ada yang bisa membantah kedigdayaan rezim kapitalisme
      mendominasi peradaban dunia global. Berakhirnya Perang Dingin menyusul
      ambruknya komunisme-sosialisme Uni Soviet beserta negara-negara satelitnya
      sering diinterpretasikan sebagai kemenangan kapitalisme. Hampir dalam
      setiap sektor kehidupan, logika dan budaya kapitalisme hadir menggerakkan
      aktivitas. Kritik-kritik yang ditujukan terhadap kapitalisme justru
      bermuara kepada terkooptasinya kritik-kritik tersebut untuk lebih
      mengukuhkan kapitalisme.
      Muncul pertanyaan lain, ke arah mana peradaban manusia akan dibawa oleh
      kapitalisme. Apakah gerangan yang menyebabkan ideologi ini tetap bertahan,
      dan bahkan, kian mendominasi dunia? Apakah hegemoni kapitalisme ini
      merupakan akhir sejarah umat manusia atau sebagai satu-satunya alternatif
      yang mesti diterima sebagaimana yang diperkirakan oleh Francis Fukuyama
      dalam The End of History? Masih berpeluangkah proyek emansipasi manusia
      dari dominasi kapital dan fetisisme komditas?
      Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, diperlukan pemahaman yang
      tepat mengenai pengertian hakiki apa itu sesungguhnya kapitalisme.    

      I. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN KAPITALISME
      I.1. Pengertian Kapitalisme
      Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital
      (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang
      digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990)
      menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari
      sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme
      sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978)
      memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
      Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah "a social system based on the
      recognition of individual rights, including property rights, in which all
      property is privately owned". (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada
      pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua
pemilikan adalah milik privat) Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik.  Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan  perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan
      konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah
      "formasi sosial" yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh
      Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut
      kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif,
      tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
      I.2. Sejarah Perkembangan Kapitalisme
      Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa
      revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh
      asumsi-asumsi kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian
      yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan
      pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh
      pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah
      sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati
      batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha
      kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional, di mana pasar
      berada dan bagamana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka. Penjelasan
      Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa imperialisme
      adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme.
      Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris
      pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan
      Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations
      (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang
      mengekspresikan gagasan "laissez faire"1) dalam ekonomi. Bertentangan
      sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam
      urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh
      kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar
      kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan
      perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988).
      Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan
      yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri
      yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya
      pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah
      (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti
      undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan.
      Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya
      tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi
      merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini,
      menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri
      dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara
      kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai
      "perekonomian campuran" (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif
      dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial.
      Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme
      liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism,
      advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas
      menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme
      lanjut) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsentrasi
      ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang
      menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam
      pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial
      kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan
      repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam
      masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi
      formal.

      II. PRINSIP-PRINSIP DASAR KAPITALISME
      II.1. Tiga Asumsi Kapitalisme Menurut Ayn Rand
      Ayn Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi dasar
      kapitalisme, yaitu: (a) kebebasan individu, (b) kepentingan diri
      (selfishness), dan (c) pasar bebas.
      Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok kapitalisme, karena
      dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas berpikir, berkarya dan
      berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Pada gilirannya, pengakuan
      institusi hak individu memungkinkan individu untuk memenuhi kepentingan
      dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri,
      bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme,
      altruisme, mistisisme. Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi sosial
      dan pandangan epistemologisnya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh
      gagasan "the invisible hand" dari Smith, pasar bebas dilihat oleh Rand
      sebagai proses yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang terbaik
      atau paling rasional. Smith pernah berkata: "...free marker forces is
      allowed to balance equitably the distribution of wealth". (Robert Lerner,
      1988).

      II.2. Akumulasi Kapital
            Heilbroner (1991) menelaah secara mendalam pengertian hakiki dari kapital.
      Apa yang dimaksud dengan kapital sehingga dapat menjelaskan formasi sosial
      tempat kita hidup sekarang adalah kapitalisme? Heilbroner menolak
      memperlakukan kapital hanya dalam kategori hal-hal yang material berupa
      barang atau uang. Menurutnya, jika kapital hanya berupa barang-barang
      produksi atau uang yang diperlukan guna membeli material dan kerja, maka
      kapital akan sama tuanya dengan peradaban.
      Menurut Heilbroner, kapital adalah faktor yang mnggerakkan suatu pross
      transformasi berlanjut atas kapital-sebagai-uang menjadi
      kapital-sebagai-komoditi, diikuti oleh suatu transformasi dari
      kapital-sebagai-komoditi menjadi kapital-sebagai uang yang bertambah.
      Inilah rumusan M-C-M yang diperkenalkan Marx.
      Proses yang berulang dan ekspansif ini memang diarahkan untuk membuat
      barang-barang dan jasa-jasa dengan pengorganisasian niaga dan produksi.
      Eksistensi fisik benda dan jasa itu merupakan suatu rintangan yang harus
      diatasi dengan mengubah komoditi menjadi uang kembali. Bahkan kalau hal
      itu terjadi, bila sudah terjual, maka uang itu pada gilirannya tidak
      dianggap sebagai produk akhir dari pencarian tetapi hanya sebagai suatu
      tahap dalam lingkaran yang tak berakhir.
      Karena itu, menurut Heilbroner, kapital bukanlah suatu benda material
      melainkan suatu proses yang memakai benda-benda material sebagai
      tahap-tahap dalam eksistensi dinamiknya yang berkelanjutnya. Kapital
      adalah suatu proses sosial, bukan proses fisik. Kapital memang mengambil
      bentuk fisik, tetapi maknanya hanya bisa dipahami jika kita memandang
      bahwa benda-benda material ini mewujudkan dan menyimbolkan suatu totalitas
      yang meluas.
      Rumusan M-C-M (Money-Commodity-Money) yang diskemakan Marx atas
      metamorfosis yang berulang dan meluas yang dijalani kapital merupakan
      penemuan Marx terhadap esensi kapitalisme, yaitu akumulasi modal. Dalam
      pertukaran M-C-M tersebut uang bukan lagi alat tukar, tetapi sebagai
      komoditas itu sndiri dan menjadi tujuan pertukaran.

      II.3. Dorongan Untuk Mengakumulasi Kapital (Heilbroner)
            Analisis kapital sebagai suatu proses ekspansif seperti yang diuraikan di
      muka, ditelaah lebih dalam lagi oleh Heilbroner melalui pendekatan
      psikoanalisis, antropologis, dan sosiologis. Menurut Heilbroner, gagasan
      kapital sebagai suatu hubungan sosial menyingkapkan inti hubungan itu,
      yaitu dominasi. Hubungan dominasi memiliki dua kutub. Pertama,
      ketergantungan sosial kaum yang tak berpunya kepada pemilik kapital di
      mana tanpa ketergantungan itu kapital tidak memiliki pengaruh apa-apa.
      Kedua, dorongan tanpa henti dan tanpa puas untuk mengakumulasi kapital.
      Heilbroner melontarkan pertanyaan: Apakah alasan pembenaran dari proses
      tanpa henti ini? Ia menyebutkan bahwa dorongan ini digerakkan oleh
      keinginan untuk prestise dan kemenonjolan (realisasi diri)2. Dalam bahasa
      Abraham Maslow, dorongan mengakumulasi kekayaan yang tidak puas-puas ini
      merupakan manifestasi aktualisasi diri. Namun, Heilbroner mengingatkan
      bahwa kebutuhan afektif ini hanyalah suatu kondisi yang perlu (necessary
      condition) namun belum menjadi syarat cukup (sufficient condition) untuk
      dorongan mengejar kekayaan. Lalu Heilbroner menemukan bahwa kekayaan
      memberikan pemiliknya kemampuan untuk mengarahkan dan memobilisasikan
      kegiatan-kegiatan masyarakat. Ini adalah kekuasaan. Kekayaan adalah suatu
      kategori sosial yang tidak terpisahkan dari kekuasaan.
      Dengan demikian, hakekat kapitalisme menurut Heilbroner, adalah dorongan
      tiada henti dan tanpa puas untuk mengakumulasi kapital sebagai sublimasi
      dorongan bawah sadar manusia untuk merealisasi diri, mendominasi,
      berkuasa. Karena dorongan ini berakar pada jati diri manusia, maka
      kapitalisme lebih merupakan salah satu modus eksistensi manusia. Mungkin
      inilah sebabnya mengapa kapitalisme mampu bertahan dan malah menjadi
      hegemoni peradaban global.



      III. TINJAUAN KRITIS
             Tinjauan kritis ini dibuat dengan asumsi bahwa analisis sosial memiliki
      keterbatasan-keterbatasan skematisasi dinamika kehidupan sosial. Tinjauan
      tentang kekuatan dan kelemahan kapitalisme lebih merupakan hipotesa.
      III.1. Kekuatan Kapitalisme
      Unsur-unsur apa yang dikandung kapitalisme sehingga ia saat ini tetap
      tangguh? Terdapat beberapa kekuatan yang memungkinkan kapitalisme masih
      bertahan hingga kini melalui berbagai kritikan tajam dan rintangan.
      Pertama, daya adaptasi dan transformasi kapitalisme yang sangat tinggi,
      sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan rintangan
      untuk memperkuat eksistensinya. Sebagai contoh, bagaimana ancaman
      pemberontakan kaum buruh yang diramalkan Marx tidak terwujud, karena di
      satu sisi, kaum buruh mengalami pembekuan kesadaran kritis (reifikasi),
      dan di lain sisi, kelas borjuasi kapital melalui negara memberikan
      "kebaikan hati" kepada kaum buruh dengan konsep "welfare state". Pada
      gilirannya, kaum kapitalis memperoleh persetujuan (consent) untuk
      mendominasi masyarakat melalui apa yang disebut Gramsci sebagai hegemoni
      ekonomi, politik, budaya; atau seperti yang disebutkan Heilbroner bahwa
      rezim kapital memiliki kemampuan untuk memperoleh kepatuhan massa dengan
      memunculkan "patriotisme" ekonomik.
      Kedua, berkaitan dengan yang pertama, tingginya kemampuan adaptasi
      kapitalisme dapat dilacak kepada waktu inheren pada hakekat kapitalisme,
      yaitu dorongan untuk berkuasa dan perwujudan diri melalui kekayaan. Atas
      dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger dalam Revolusi Kapitalis
      (1990) berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada dalam
      genggaman kapitalisme.
      Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide
      serta toleransi terhadap berbagai pemikiran. Menurut Rand, kebebasan dan
      hak individu memberi ruang gerak manusia dalam berinovasi dan berkarya
      demi tercapainya keberlangsungan hidup dan kebahagiaan. Dengan dasar
      pemikiran ini, Bernard Murchland dalam Humanisme dan Kapitalisme (1992)
      dengan penuh keyakinan menaruh harapan bahwa kapitalisme demokratis adalah
      humanisme yang dapat menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.

      III.2. Kelemahan Kapitalisme
      Mengacu kepada asumsi-asumsi dasar kapitalisme, klaim-klaim pendukung
      kapitalisme dan praktek kapitalisme, terdapat beberapa kelemahan mendasar
      kapitalisme.
      Pertama, pandangan epistemologinya yang positivistik mekanistik.
      Positivisme yang memisahkan fakta dan nilai, bahkan hanya terpaku pada apa
      yang disebut fenomena fakta dan mengabaikan nilai, terbukti sudah
      ketidakmampuannya menjelaskan perkembangan sains modern dan kritikan dari
      fenomenologi hermeneutik (human sciences). Pola pikir positivistik hanya
      satu dimensi, yaitu dialektika positif, yang pada gilirannya mereduksi
      kemampuan refleksi kritis manusia untuk menari makna-makna tersembunyi di
      balik fenomena-fenomena. Herbert Marcuse dalam One Dimensional Man (1991)
      berkata: "... Kapitalisme, yang didorng oleh teknologi, telah mengembang
      untuk mengisi semua ruang sosial kita; telah menjadi suatu semesta politis
      selain psikologis. Kekuasaan totalitarian ini mempertahankan hegemoninya
      dengan merampas fungsi kritisnya dari semua oposisi, yaitu kemampuannya
      berpikir negatif mengenai sistem, dan dengan memaksakan
      kebutuhan-kebutuhan palsu melalui iklan, kendali pasar, dan media. Maka,
      kebebasan itu sendiri menjadi alat dominasi, dan akal menyembunyikan sisi
      gelap irasionalitas..."
      Kedua, berkaitan dengan yang pertama, asumsi antropologis yang dianut
      kapitalisme adalah pandangan reduksionis satu dimensi manusia yang berasal
      dari rasionalisme Aufklarung. Temuan alam bawa sadar psikoanalisis
      menunjukkan bahwa banyak perilaku manusia tidak didorong oleh kesadaran
      atau rasionalitas, melainkan oleh ketidaksadaran dan irasionalitas. Asumsi
      kapitalisme yang mengandaikan bahwa distribusi kekayaan akan terjadi
      dengan sendirinya bila masyarakat telah makmur (contoh: konsep trickle
      down effect) melupakan aspek irasionalitas manusia yang serakah dan keji.
      Dorongan yang tidak pernah puas menumpukkan kapital sebagai watak khas
      kapitalisme merupakan bentuk patologis megalomania dan narsisisme.
      Ketiga, keserakahan mengakumulai kapital berakibat pada eksploitasi yang
      melampau batas terhadap alam dan sesama manusia, yang pada gilirannya
      masing-masing menimbulkan krisis ekonologis dan dehumanisasi. Habermas
      (1988) menyebutkan kapitalisme lanjut menimbulkan ketidakseimbangan
      ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan sistem personaliti),
      dan ketidakseimbangan internasional.
      Keempat, problem moral. Bernard Murchland (1992), seorang pembela gigih
      kapitalisme, mengakui bahwa masalah yang paling serius yang dihadapi
      kapitalisme demokratis adalah pengikisan basis moral. Ia lalu menoleh ke
      negara-negara Timur yang kaya dengan komponen moral kultural. Atas dasar
      problem etis inilah, maka Mangunwijaya (1998) dengan lantang berkata: "...
      ternyatalah, bahwa sistem liberal kapitalis, biar sudah direvisi,
      diadaptasi baru dan diperlunak sekalipun, dibolak-balik diargumentasi
      dengan fasih ilmiah seribu kepala botak, ternyata hanya dapat berfungsi
      dengan tumbal-tumbal sekian milyar rakyat dina lemah miskin di seluruh
      duia, termasuk dan teristimewa Indonesia...."
      Kelima, implikasi dari praktek mengkomoditikan segenap ide-ide dan
      kegiatan-kegiatan sosial budaya, maka terjadilah krisis makna yang pada
      gilirannya menimbulkan krisis motivasi. Habermas (1988) mengatakan bahwa
      pada tataran sistem politik, krisis motivasii ni menimbulkan krisis
      legitimasi, atau menurut istilah Heilbroner (1991) dengan krisis
      intervensi.


      IV. KESIMPULAN
             Analisis Heilbroner di muka, jika dikembangkan lebih lanjut secara
      filosofis, akan membawa kita untuk berkesimpulan bahwa kapitalisme lebih
      daripada sekedar sistem ekonomi atau sistem sosial. Sebagai peradaban,
      kapitalisme dapat kita katakan sebagai suatu cara berada manusia, suatu
      modus eksistensi. Seorang kapitalis adalah orang yang melalui harta
      kekayaannya ia mewujudkan diri, menyingkap eksistensi diri. Ia
      mengaktualkan dirinya dengan dan untuk kapital. Dengan kapital, ia
      berharap memperoleh kekuasaan dan dominasi. Memiliki kapital berarti
      menguasai dunia. Sains, teknologi, seni, dan agama menjadi subordinasi dan
      pelayan atau pelegitimasi kapital. Itulah modus eksistensi kapitalisme.
      Atas dasar pemikiran di atas, kita dapat memahami mengapa
      ideologi-ideologi seperti sosialisme, Marxisme, komunisme, humanisme, dan
      bahkan eksistensialisme-sekuler gagal menghadapi kapitalisme. Kaum
      sosialis telah gagal memahami kapitalisme sebagai modus eksistensi. Ini
      dimulai dari Karl Marx sendiri yang melihat kapital hanya sebagai "cara
      produksi" (modus produksi), konsep sentral yang digunakannya dalam Das
      Kapital. Akibatnya, banyak analiss dan ramalan Marx yang melenceng. Bahkan
      sosialisme akhirnya terkooptasi oleh kapitalisme. Konsep "welfare state"
      yang diterapkan di negara kapitalis adalah salah satu contoh upaya
      adaptasi kapitalisme merangkul semangat sosialisme ke dalam pangkuannya.
      Ideologi-ideologi sekuler dunia lainnya sekarang ini hanyalah ibarat
      anak-anak kapitalisme atau subordinasi kapitalisme global, kapitalisme
      konsumeris.
      Kaum Mazhab Frankfurt sebagai pewaris semangat kritisi sosial Marx yang
      pada mulanya mencanangkan proyek pembebasan masyarakat dari hegemoni
      kapitalisme akhirnya juga jatuh kepada pesimisme. Mereka seakan-akan tidak
      melihat lagi adanya peluang untuk menciptakan dunia alternatif selain
      dunia ciptaan kapital. Mereka menganggap manusia modern telah kehilangan
      rasionalitas dan kesadaran kritis. Kini mereka seakan tak mampu lagi
      bersuara lantang menentang kapitalisme sebagaimana pendahulu mereka,
      katakanlah misalnya Herbert Marcuse yang menulis One Dimensional Man. Para
      pendukung teori kritis inipun seakan tidak bereaksi ketika Perter Berger,
      seorang pembela kapitalisme, dengan arogan mengatakan sosialisme adalah
      mitos, sedang kapitalisme adalah masa depan manusia.
      Sementara itu, analisis Max Weber yang mengaitkan perkembangan kapitalisme
      dengan etos kerja Protestan kini juga bermuara kepada proses sekulerisasi
      yang tidak diperkirakan sebelumnya. Pada mulanya, motif religius
      menggerakkan orang untuk kerja keras, tekun, efisien, dan berprestasi
      karena perolehan kesuksusan duniawi diartikan sebagai tanda keselamatan
      ilahi. Namun, proses sekulerisasi terjadi sedemikian rupa sehingga Tuhan
      dan akhirat perlahan-lahan hilang dari kesadaran manusia. Aktivitas
      duniawi sama sekali tidak lagi digerakkan oleh motivasi agama, namun
      semata-mata oleh motif materialistik. Berger menyebutkan Protestanisme
      sebagai manifestasi yang paling sempurna dari proses dialektik di mana
      orientasi agama yang bersifat inner-worldly itu "menggali kubur" untuk
      dirinya sendiri.
      Luar biasa memang pesona materi itu sehingga motivasi agama pun akhirnya
      juga terkooptasi oleh motivasi materialistik.

      CATATAN KRITIS
      Dengan menelaah secara tajam hakekat kapitalisme, kita dapat melihat
      kekuatan dan kelemahannya secara obyektif. Ini diperlukan agar proyek
      besar pembebasan manusia dari hegemoni kapitalisme - tentu saja yang
      berminat - dapat mengkonstruksi ideologi atau peradaban alternatif yang
      sungguh-sungguh antitesis kapitalisme secara mendasar, radikal dan
      menyeluruh.
      Persoalannya, bagaimana kita merancang antitesis itu? Adakah modus
      eksistensi alternatif yang dapat menaklukkan kapitalisme menjadi sekedar
      metode atau manajemen bisnis? Perlukah lebih dahulu kita merombak secara
      revolusioner pandangan dunia (worldview) kita tentang antropologi,
      kosmologi, teologi?
   
      REFERENSI
        Bagus, L., Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996.
        Berger, P., Revolusi Kapitalis, (terjemahan), LP3ES, Jakarta 1990.
        Ebenstein, W., Isme-Isme Dewasa Ini, (terjemahan), Erlangga, Jakarta,
        1990.
        Habermas, J., Letigimation Crisis, Polity Press, Cambridge Oxford, 1988.
        Hayek, F.A., The Prinsiples of A Liberal Social Order, dalam Anthony de
        Crespigny and Jeremy Cronin, Ideologies of Politics, Oxford University
        Press, London, 1978.
        Heilbroner, R.L., Hakikat dan Logika Kapitalisme, (terjemahan), LP3ES,
        Jakarta, 1991.
        Lerner, R.E., Western Civilization, Volume 2, W.W. Norton & Company, Ney
        York-London, 1988.
        Mangunwijaya, Y.B., Mencari Landasan Sendiri, Esei Pada Harian Kompas 1
        September 1998, Jakarta.
        Marcuse, H., One Dimensional Man, Beacon Press, Boston, 1991.
        Murchland, B., Humanisme dan Kapitalisme, (terjemahan), Tiara Wacana,
        Yogyakarta, 1992.
        Rand, A., Capitalism: The Unknown Ideal, A Signet Book, New York, 1970.
SEJARAH TEORI EKONOMI

 Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa IndonesiaTerima
      kasih bagi semua yang telah menyumbang di penggalangan dana Wikimedia
      Foundation! Anda masih dapat memberikan kontribusi, atau membeli
      merchandise Wikimedia.

Sejarah teori ekonomi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
      Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
      Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau
      wikifisasi artikel.
      Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang
terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran
ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang
pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan diantaranya
antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait
dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh
tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan
kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan
un-natural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang
sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati
transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek
sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini kelak akan
banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.
Aristotle juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi
peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta
sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala
Aristotle.
Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan
sebagai Indian Machiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila
University dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan
Mauryan yang dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul
Arthashastra (Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu
dari Machiavelli's The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih
relevan sampai sekarang, termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen
yang efisien dan solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga
berfokus pada isu kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan
etika kolektif yang dapat mengikat kebersamaan masyarakat.
Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi.
ibn Khaldun dari Tunis (1332–1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik
dalam karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan populasi adalah
terkait dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang
sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah lingkaran. Dia
juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan Khaldun-Laffer Curve
(keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan pajak dalam kurva berbentuk
huruf U).
Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic
theological selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang penentuan
harga barang. Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam perdebatan tentang
apa itu yang disebut “harga yang adil” di dalam ekonomi pasar. Kaum skolastik
Spanyol di abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak lain adalah harga pasar
umum dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez faire.
Selanjutnya pada era Reformation pada 16th century, ide tentang perdagangan
bebas muncul yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau
Grotius. Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal
Renaissance adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik
pajak untuk para bangsawan dan gereja. Pertukaran ekonomi diatur dengan hukum
feudal seperti hak untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan
asosiasi pekerja (guild) dan pengaturan religious dalam masalah penyewaan.
Kebijakan ekonomi seperti itu didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah
tertentu. Karena pentingnya kedudukan sosial, aturan-aturan terkait kemewahan
dijalankan, pengaturan pakaian dan perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan,
material yang digunakan dan frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang
berbeda.
Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince adalah penulis pertama yang
menyusun teori kebijakan ekonomi dalam bentuk nasihat. Dia melakukannya dengan
menyatakan bahwa para bangsawan dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan
mencegah penjarahan oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan
cara itu maka negara akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi
beban berat bagi warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists hampir
dapat merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini tercermin dari
munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat yang menekankan pada balance of
payments.
Tahap ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern
capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th, kerap
disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism. Babakan ini terkait dengan
geographic discoveries oleh merchant overseas traders, terutama dari England dan
Low Countries; European colonization of the Americas; dan pertumbuhan yang cepat
dari perdagangan luar negeri. Hal ini memunculkan kelas bourgeoisie dan
menenggelamkan feudal system yang sebelumnya.
Mercantilism adalah sebuah sistem perdagangan untuk profit, meskipun produksi
masih dikerjakan dengan non-capitalist production methods. Karl Polanyi
berpendapat bahwa capitalism belum muncul sampai berdirinya free trade di
Britain pada 1830s.
Di bawah mercantilism, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari
negara, subsidies, and monopolies, menghasilkan kebanyakan profits dari
jual-beli bermacam barang. Dibawah mercantilism, guilds adalah pengatur utama
dari ekonomi. Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilism adalah :
"the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the
banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the
improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…"
Diantara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism, doktrin
yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals. Mercantilists
berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih banyak dibandingkan
jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan membayar selisihnya dalam bentuk
precious metals. Mercantilists juga berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak
dapat ditambang dari dalam negeri maka harus diimport, dan mempromosikan
subsidi, seperti penjaminan monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan
produksi dalam negeri dari manufactured goods.
Para perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan
luar negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy. Jika sebuah negara
tidak mempunyai supply dari bahan mentahnnya maka mereka harus mendapatkan
koloni darimana mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni
berperan bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi
barang jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi maka koloni harus dicegah untuk
melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing lainnya.
Selama the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami
ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois
Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal, tableau economique, oleh
kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah
tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan awal bagi
pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik, multiplier Keynes,
analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum
Walras.
Tokoh lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan
Etienne Bonnot de Condillac. Richard Cantillon (1680-1734) oleh beberapa
sejarawan ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya Essay
on the Naturof Commerce ini General (1755, terbit setelah dia wafat) menekankan
pada mekanisme otomatis dalam pasar yakni penawaran dan permintaan, peran vital
dari kewirausahaan, dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian” yang canggih
yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya menaikkan harga tetapi juga mengubah
pola pengeluaran.
Jaques Turgot (1727-81) adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri
keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja (guild),
menghapus semua larangan perdagangan gandum dan mempertahankan anggaran
berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun akhirnya dipecat pada 1776.
Karyanya Reflection on the Formation and Distribution of Wealth menunjukkan
pemahaman yang mendalam tentang perekonomian. Sebagai seorang physiocrats,
Turgot membela pertanian sebagai sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya
yang terang ini memberikan pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital
dan suku bunga, dan peran enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.
Etienne Bonnot de Condillac (1714-80) adalah orang yang membela Turgot di
saat-saat sulit tahun 1775 ketika dia menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat
sebagai menteri keuangan. Codillac juga merupakan seorang pendukung perdagangan
bebas. Karyanya Commerce and Government (terbit sebulan sebelum The Wealth of
Nation, 1776) mencakup gagasan ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur
sebagai sektor produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak
seimbang dimana kedua belah pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa
harga ditentukan oelh nilai guna, bukan nilai kerja.
Tokoh lainnya, Anders Chydenius (1729–1803) menulis buku The National Gain pada
1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan industri dan
menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan dasar
liberalism, sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun lebih
komprehensif dalamThe Wealth of Nations. Menurut Chydenius, democracy,
kesetaraan dan penghormatan pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya
untuk kemajuan dan kebahagiaan bagi seluruh anggota masyarakat.
Mercantilism mulai menurun di Great Britain pada pertengahan 18th, ketika
sekelompok economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar
mercantilist doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan
dunia ini adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan
kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya. Meskipun begitu, di negara-negara
yang baru berkembang seperti Prussia dan Russia, dengan pertumbuhan
manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut sebagai paham utama
meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang lebih baru.
Pemikiran ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith's
The Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga
memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith
adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan
kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan
mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya
sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith's
thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri
dengan menjalankan aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri
tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai
"invisible hand" dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan
capitalism itu sendiri.
Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor
utama John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga
pertengahan abad 19th, berfokus pada "wealth" yang didefinisikannya secara
khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut
dengan price.
Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism,
memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan
investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh
Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the
factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan
routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari
capitalist mode of production.
Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist
menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan
mengakibatkan penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan
journeymen. Juga selam masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara
British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash crops
untuk pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus ini
dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong
peningkatan mechanization of agriculture.
Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism.
Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh
klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh
mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation
Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam
Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan
perkembangan market economy.
Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi
distribusi sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran
socialism dan egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada
logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das
Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar
selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of
value yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam Smith)
dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa
capitalism adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja: pendapatan yang
diterima mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan
selisih itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.
Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di
tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai "finance capitalism,"
dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money
profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini
mencakup establishment of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan
dan management dari industry oleh financiers berpisah dari production process;
dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah equity market, dan corporate
memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar
dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators. Akhir
abad 19th juga muncul "marginal revolution" yang meningkatkan dasar pemahaman
ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih
lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai
opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of economic activity.
Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai era "monopoly
capitalism," ditandai oleh pergerakan dari laissez-faire phase of capitalism
menjadi the concentration of capital hingga mencapai large monopolistic atau
oligopolistic holdings oleh banks and financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan
corporations dan pembagian labor terpisah dari shareholders, owners, dan
managers.
Perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat statistical, dan studi
tentang econometrics menjadi penting. Statistik memperlakukan price,
unemployment, money supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar
variabel-variabel ini, menjadi sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan
diskusi utama dalam lapangan ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th,
kemunculan dari large industrial trusts mendorong legislation di U.S. untuk
mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini. Secara berangsur-angsur, U.S.
federal government memainkan peranan yang lebih besar dalam menghasilkan
antitrust laws dan regulation of industrial standards untuk key industries of
special public concern. Pada akhir abad 19th, economic depressions dan boom and
bust business cycles menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression
dari 1870s dan 1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris
keseluruhan capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka
panjang capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali
meyakinkan kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan merujuk pada
kemampuan Soviet Union untuk menghindari akibat dari global depression.
Macroeconomics mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John Maynard Keynes
pada 1920s, dan menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya,
terutama John Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi
Great Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya
keberadaaan central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan ekonomi.
Karyanya "General Theory of Employment, Interest and Money" menyampaikan kritik
terhadap ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode untuk management of
aggregate demand. Pada masa sesudah global depression pada 1930s, negara
memainkan peranan yang penting pada capitalistic system di hampir sebagian besar
kawasan dunia. Pada 1929, sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government
(federal, state, and local) berjumlah kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada
1970s mereka berjumlah mencapai sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada
industrialized capitalist economies, sepreti France misalnya, telah mencapai
ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi dibandingkan United
States. Sistem economies ini seringkali disebut dengan "mixed economies."
Selama periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new analytical tools
dalam social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social dan economic trends
dari masa ini, mencakup konsep post-industrial society dan welfare statism.
Phase dari capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang
kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh Marxian thinkers.
Banyak economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan
Keynesian macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai
Neoclassical synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa
sesudah World War II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat
bantahan dari monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton
Friedman yang dikaitkan dengan University of Chicago dan juga supply-side
economics.
Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari yang semula
berbasis price menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi yang tidak
sempurna dan perlakuan terhadap ekonomi seperti biological science, lebih
menyerupai norma evolutionary dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman
akan risk menjadi signifikan dipandang sebagai variasi price over time yang
ternyata lebih penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada financial
economics dimana risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang harus
dibuat.
Masa postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya economic crises
experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong banyak
economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal policy diilhami
oleh laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th, terutama
dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama, monetarism, sebuah
theoretical alternative dari Keynesianism yang lebih compatible dengan
laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat increasing dalam capitalist
world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald Reagan di U.S. dan Margaret Thatcher
di UK pada 1980s.
Area perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi tentang informasi dan
keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz.
Masalah-masalah ketidakseimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini
seperti karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema
seperti executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt relief.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_teori_ekonomi"
Kategori: Artikel yang perlu dirapikan | Sejarah | Ekonomi
TampilanArtikel Pembicaraan Sunting ↑Versi terdahulu Peralatan pribadiMasuk
  log / buat akun Navigasi
  Halaman Utama
  Portal komunitas
  Peristiwa terkini
  Perubahan terbaru
  Halaman sembarang
  Bantuan
  Menyumbang
  Warung Kopi
Pencarian
    Kotak peralatan
  Pranala balik
  Perubahan terkait
  Pemuatan
  Halaman istimewa
  Versi cetak
  Pranala permanen
  Kutip artikel ini
  Hapus singgahan
  Kontributor halaman
  Subhalaman
  Peta artikel

  Halaman ini terakhir diubah pada 00:15, 25 Maret 2007. Seluruh teks tersedia
  sesuai dengan Lisensi Dokumentasi Bebas GNU
  Wikipedia® adalah merek dagang terdaftar dari Wikimedia Foundation, Inc.
  Kebijakan privasi Perihal Wikipedia Penyangkalan








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar