Oleh : CHE HUDA

Oleh  : CHE HUDA

Jumat, 14 Januari 2011

MATERI-MATERI PKD.PMII KOMISARIAT UIN SUKA JOGJA

KATA PENGANTAR
BIsmilahirrohmanirrohim
Assalamualaikum. Wr. Wb.

Salam Pergerakan

            Salam perjuangan kami sampaikan. Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan semesta alam, Allah SWT yang selalu memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita sang revolusioner sejati, Rosulullah Muhammad SAW yang selalu kami jadikan panutan da;lam bergerak dan berproses dalam kehidupan ini.
            Modul ini kami maksudkan sebagai Hand Out bagi peserta khususnya mulai dari awal mengikuti pelatihan sampai sterusnyaselama menjadi kader dan bagi panitia serta fasilitator umumnya dalam mengikuti dan mensukseskan Pelatiahan Kader Dasar dan Bakti Sosial PMII RAFAK Syariah 2006 yang di harapkan berjalan lancer.
            Selanjutnya Kami atas nama keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Fakultas Syariah Masa Khidmat 2006-2007 mengucapkan terima kasih kepada Steeering commite, Organizing Commite, Team Faslitator, yang telah merumuskan PKD, kemudian kepada seluruh pihak yang telah membantu kegiatan ini baik dalam bentuk moril maupun materiil. Besar harapan kami semoga dengan PKD ini akan memunculakan pilar – pilar generasi bangsa yang akan membawa Negara ini menjadi berdaulat dan berkepribadian yang sesungguhnya serta selalu mengabdi kepada masyarakat.
            Akhirnya kami tunggu koitmen sahabat – sahabati di garis perlawanan. “ Pergerakan tanpa adanya perubahan adalah suatu pembodohan “.

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Tharieq.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.

DAFTAR ISI

Identitas Pemilik
Kata Pengantar
Daftar Isi
Sambutan:
Sambutan Ketua Panitia
Sambutan Ketua Rayon
Landasan Pelaksanaan PKD
Materi PKD:
ANSOS
NDP
ASWAJA
SID
PKT
Ke PMII an
GERMA
GERPER
STRATAK
Ke ISLAM an
Ke SYARI’AH an
Lampiran:
Struktur Panitia PKD
Struktur Pengurus Rayon PMII RAFAK SYARI’AH
Time Schedule
Lagu Pergerakan

 
Karena keberanian merahMU........
Karena kesucian putihMU……….
Ku abdikan hidupku padamu wahai Indonesiaku!!!
Salam perjuangan ………..
Salam damai ……………..

Assalamu’alaikum Wr. Wb
            Tiada lantunan kata yang indah  kita ucapkan pada momentum yang benar-benar bersejarah ini kecuali puji syyukur alhamdulillah atas segala nikmat, taufiq, hidayahnya, serta ma’ unah NYA yang benar-benar terlimpahkan kepada kita semua. Berkat di izinkanNYA kepada kita sehingga kita mampu untuk terus memperjuangkan perjuangan kita menuju Idonesia adil dan makmur sepenuhnya. Lantunan sholawat dan salam yang selalu kita teriakkan untuk Rosululloh Muhammad SAW, yang telah banyak mengajarkan tentang arti sebuah kehidupan dengan tiga nilai dasar kita sebagai manusia atau bahkan sebagai mahkluk social “hablum min annasa, hablum, hablum minal’alam”.
            Kondisi kebangsaan kita yang semakin lama semakin menjauhkan kita dari kehidupan yang adil dan makmur, dan realitas seperti itu merupakan salah satu  bahan refleksi kita selaku panitia penyelenggara Pelatihan Kader Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mengharapkan apa yang kita lakukan hari ini merupakan catatan sejarah yang menjadi bagian dari cita-cita yang telah di amanatkan oleh para funding father kepada kita. Bangsa Indonesia yangh merupakan Negara kepulauan, suku, budaya, dan ras merupakan faktor utama perbedaan setiap warga negara Indonesia. Fakta telah mengatakan sosio-culture akan mengalami perubahan pada setiap zamanya, begitu juga yang terjadi pada kondisi masyarakat kita, dengan kejelasan sabda yang telah diteriakkan Rosululloh SAW “ma ana ‘alaihi wa ashabi” segala sesuatu yang akan datang dari Rosul dan Sahabat, yang pada intinya Aswaja merupakan satu amunisi Rosululloh untuk perjuanganNya dengan dikontekstualisasikan pada setiap zamannya.
            Maka dari itu melalui momentum bersejarah ini (Pelatihan Kader Dasar ’06) yang bertemakan “fungsi intelektual organik berbasis kearifan lokal sebagai manifesto gerakan mahasiswa menuju perubahan social” karena kita yang mempunyai identitas sebagai penerus perjuangan atau sebagai pewujud cita-cita funding father yaitu mewujudkan perubahanb social yang adil, makmur, dan berdaulat yang berpijak pada tiga nilai dasar pergerakan dan menghormati aspek yang menjadi tradisi masyarakat.
            Akhirnya kkami selaku panitia penyelenggara selaku bagian dari kader PMII menunggu peran aktif sahabat-sahabat dalam garis perjuangan yang menjadi cita-cita besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), karena Nasionalisme merupakan satu factor untuk menghapus segala bentuk peindasan dimuka bumi. Saya ucapkan selamat datang dan welcome to the jungle.
                        “Bagimu satu tanah airku, Bagimu satu keyakinanku”
            Wallohul muwafiq ila aqwaamitthoriq
            Wassala mu’alaikum Wr. Wb

Yogya,21 November 2006



Bismilahirrohman nirrohim
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Salam Pergerakan……….!!!
Salam Perlawanan……….!!!
Salam Revolusi…………...!!!
Hanya Pemuda Durhakalah Yang berpangku tangan atas nasib bangsanya

Bebaskan pikiran kalian dari rangka pesantren yang sempit dan membubunglah setinggi-tingginya diudara seperti elang-elang raja, pandanglah dunia pandanglah sejarah karena sejarah yang akan menentukan hari ini dan hari esok agar kalian tidak terjebak pada kenyatan yang sifatnya mediatik yang manipulatik”
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat ilahi robbi yang selalu memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga kita dapat menjalankan aktifitas masing-masing.
Sholawat serta salam kami limpah curahkan kepada junjungan kita sang revolusioner sejati baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita kepada perubahan yang terang benderang ini.
Indonesia Adalah Negara yang kaya raya akan sumber daya alamnya, akan tetapi berbagai persoalan yang menyelimuti bangsa ini tidak ujung surut, mulai dari persoalan ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya. Hadirnya TNCs dan MNC menjadikan eskalasi kemiskinan dan eksploitasi alam yang berlebihan. Dengan dalih globalisasi ditandai dengan privatisasi BUMN, pencabutan subsidi, berkeliaranya Freeport, Exxon mobil dibumi pertiwi ini seolah menajdikan indeonesia kehilangan arah untuk mensejahterakan rakyatnya. Kemudian apa yang bisa kita berikan terhadap Negara??? Apakah kita hanya berpangku tangan melihat raknyatnya tertindas? lantas maukah kita disebut sebagai penghianat, pecundang terhadap bangsa?jawabanya ada dibenak hati kalian semua.
Gerakan mahasiswa adalah langkah setrategis untuk terus meneriakan perlawanan terhadap segala bentuk hegemoni. Hegemoni nilai-nilai neo liberal, globalisasi yang dipaksakan disertai proyek demokratisasi yang menyertakan senjata merupakan modus operandi untuk memperkokoh hegemoni nilai liberal.
Dalam bahasa gramsci, ilmu pengetahuan merupakan instrument penghegemonian. Prosesnya merasuk sampai kealam bawah sadar. Oleh karena itu bagai freire sekolah tidak lagi berfungsi mencerdaskan melainkan sebuah proses pembodohan. Dikarenakan bagi freire ideology kapitalisme begitu menjerat institusi pendidikan. Disini Paulo freire menekankan pemahaman urgensi kesadaran kritis diatas bentuk kesadaran magis dan naïf yang membelenggu.
Akhirnya dengan sambutan sekilas ini, saya atas nama panitia berharap peserta bisa menggunakan moment yang berharga ini untuk mmenjadi penerus mahasiswa yang potensial yang memiliki kesadaran kritis selkaligus mamapu memberikan solusi yang solutif terhadap problematika kebangsaan yang terjadi saat ini

Wallahul Muwafiq ilaa Aqwamittariq
Wassalamu’alaikum Wr Wb

LANDASAN PEMIKIRAN PELATIHAN KADER DASAR
PMII KOMISARIAT
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2006

Nama Kegiatan
            Kegiatan ini bernama “Pelatiahan Kader Dasar dan bakti Sosial” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Masa Khidmat 2006-2007.
Tema Kegiatan
            Kegiatan ini bertemakan “fungsi intelektual organik berbasis kearifan lokal sebagai manifesto gerakan mahasiswa menuju perubahan social”.
Dasar Pemikiran
            PMII sebagai organisasi mahasiswa yang lahir di tengah – tengah pergulatan panjang Natiopn-State, menyadari bahwa organisasi bukan sebagai tujuan dari pergerakan. Organisasi merupakan instrument, alat yang di harapkan mampu mendorong proses transformasi social dalam ranah ke Indonesia an
            Nation State sendiri menunjukan pluralitasnya, pluralitas ini dalam tatapan teoritik, di konseptualkan dalam dua pengertian. Pertama, di lakukan oleh Furnival, yang memakai pluralitas pra kemerdekaan, yakni pluralitas masyarakat yang mencakup penduduk Belanda, warga keturunan ( Arab dan China ), serta penduduk pribumi. Kedua, pluralitas menjadi sangat luas dan lebih tepat di gunakan dengan istilah Multikulturalisme. Sebab pluralitas yang ada mengacu pada bangsa, ras, etnis, agama, hinga alirtan pemikiran.
            Kerangka besar perjuangan PMII terbang atas rajutan narasi kebangsaan, keIslaman, keAswajaan. Dalam tahap[an mikro kosmos, organisasi mengacu untuk memberdayakan individu menjadi Insan Ulil Albab, menjadi kader pergerakan atau kader pelopor. Individu sebagai kader pergerakan menempati titik sentral dalam pandangan kosmologis dan ontolois keorganisasian. Tujuan sentral yang hendak di capai sebagaimana termaktub dalam AD/ART PMII adalah membangun manusia bertaqwa, berilmu, bertanggung jawab dalam terminology Al-Qur’an di sebut ulul albab.
            Argumen ini mengisayaratkan adanya kaderisasi yang menyediakan fasilitas dan ruan bagi kader dalam proses pembelajaranya secara sistyematik sesuai dengan pluralitas potensi kader. Karenanya kaderisasi menjadi kegiatan yang niscaya bagi organisasi dan oleh karena itu kegiatan ini menjadi agenda rutin.
Tujuan Kegiatan
            Tujuan di adakannya kegiatan Pelatihan Kader Dasar ini adalah:
1.     Tuuan Umum
a.     Mempererat Ukhuwah Islamiyah.
b.    Menciptakan hubungan yang harmonis serta dialogis antara elemen mahasiswa dengan masyarakat.
c.     Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2.     Tujuan Khusus
a.     Memberi Pelatiahan dan pengetahuan kepada para kade tentang dasar – dasar pergerakan khususnya ke PMII an.
b.    Menciptakan kader PMII yang mandiri, progresif, loyal dan militant.
c.     Mengembangkan daya nalar kritis mahasiswa khususnya kader PMII Rayon Fakultas Syariah.
d.    Menciptakan kader yang memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki visi ideology yang kuat ( visioner ).
Penyelenggara
            Kegiatan ini di selenggarakan oleh Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia Rayon Fakulas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta yang bersekretariat di komplek POLRI blok E 2 / 225 Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta 55281. contac person: Achmad Muhaimin 081326681581, Achmad Rois Wizda 081328482207.
Peserta
Kegiatan ini akan di ikuti oleh calon kader PMII yang berasala dari mahasiswa – mahasiswi baik dari lingkungan Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga sendiri, Fakultas lain di lingkungan UIN Sunan Kalijaga maupun dari Perguruan Tinggi lain yang siap di kader menjadi aktivis pergerakan.
Pelaksanaan
            Kegiatan ini di laksanakan pada:
Hari                  : Ahad – Kamis
Tanggal            : 26 – 30 Nopember 2006.
Tempat             : Dusun Tanjung, Desa Umbul Martani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta.

ANALISIS SOSIAL

Tujuan:
  1. Peserta memahami pengertian, fungsi dan tujuan analisas sosial;
  2. Peserta mempunyai seperangkat metode analisa sosial;
  3. Problematika social sebagai dinamika social yang harus di pahami secara rasioanal.
  4. Peserta dapat mengetahui persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dalam masyarakat secara obyektif melalui konsep dan metode analisa sosial. 

Pokok Bahasan:
  1. Pengertian analisa sosial;
  2. Paradigma dan aliran dalam analisa sosial;
  3. prinsip dan langkah-langkah dalam melakukan analisa sosial;
  4. Fungsi  dan peran analisa sosial dalam merancang sebuah aksi sosial.


  1. Definisi Analisis Sosial (Ansos).
Analisis sosial (ansos) dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya (Joe Holland, 1986:30). Ansos tersebut berfungsi sebagai perangkat yang memungkinkan kita untuk mampu menangkap dan memahami segala realitas sosial yang kita hadapi. Dengan ansos maka kita dapat menyelidiki secara lebih jauh struktur lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan karena dari situlah muncul masalah-masalah sosial dan kesana pula berbagai kebijakan tertuju.
Dengan menjangkau dimensi di balik persoalan, kebijakan, dan struktur maka ansos pertama-tama memusatkan pada sistem-sistem tersebut. Pada sistem-sistem itu pula terdapat berbagi dimensi. Semisal kita dapat berbicara tentang bentuk ekonomis sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda. Sebuah sistem perlu dianalisis  baik menurut waktu (analisis historis) maupun menurut ruang (analisis struktural). Analisis historis adalah studi tentang perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan analisis struktural menyajiakan bagian yang representatif dari kerangka kerja sebuah sistem dalam momen tertentu. Pemahaman kedua analisis tersebut sangat penting bagi suatu analisis yang menyeluruh. Selain itu, dengan ansos pula kita dapat membedakan dimensi obyektif maupun subyektif sebuah realitas sosial.

  1. Unsur-unsur dalam Ansos.
Dalam upaya untuk menyingkap realitas sosial, ansos memiliki seperangkat unsur-unsur.
 Pertama, dimensi historis. Di sini, gerak waktu tidak dimaknai sebagai proses alamiah semata melainkan sebgai proses dialektis bahwa setiap orang terlibat dalam proses kesejarahan sosial.
Kedua, unsur-unsur structural. Disini kita berusaha mengenali struktur masyarakat dan institusi di dalamnya seperti pemerintahan, hukum, pendidikan, keagamaan,dan lainnya. Bagaimana struktur di atas bekerja dalam menjaankan fungsinya untuk mewujudkan keadialn sosial. Di sisni ansos membawa dari persoalan pribadi kepada masalah sosial structural.
Ketiga, berbagai pembagian masyarakat. Hal terpenting yang untuk diperhatikan dalam konteks ini ialah “analisis kelas” dalam masyarakat, siapa yang membuat keputusan, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.
Keempat, bermacam derajat dan tingkah masalah yang ada. Ini berarti bahwa terdapat tingkat permasalahan meliputi local, regional, nasional, dan internasional. Dengan ansos, kita dapat menunjukkan tingkat masalah yang dihadapi, bahkan dapat pula mengungkapkan antara berbagai tingkat permasalahan.

  1. Langkah –langkah dalam Ansos.
Setidaknya terdapat empat langkah dalam melakukan ansos. Pertama, konversi yang merupakan keharusan bagi kita untuk menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas ini. Kita harus bersentuhan dengan perspektif, praduga, dan pendiria-pendirian yangf mempengaruhi soal jawab yang kita lakukan serta penilaian-penilaian yang kita buat. Fungsi langkah ini sebagai jalan pembuka agar kita mampu mengenali dan memahami konteks permasalahan.
Kedua, deskripsi. Secara sederhana yakni dengan membuat gambaran umum dari situasi yang sedang coba kita pahami.
Ketiga, analisis. Setelah membuat deskripsi maka kita dapat memperoleh sejumlah data yang berfungsi sebagai obyek kasus sosial yang kita hadapi.
Keempat, kesimpulan. Dari analisis yang kita lakukan, akan terungkap bermacam segi yang saling mempengaruhi pada situasi  yang sedang coba kita pahami. Akhirnya kita dapat menarik kesimpulan berdasarkan unsur-unsur dominan dalam situasi yang kita hadapi sehingga akar persoalan sosial dapat kita temukan sekaligus mencari solusi yang solutif dan ideal.
Ansos menghendaki adanya kesadaran kritis transformative sehingga pemahaman terhadap setiap persoalan dapat lebih mendalam, sistematis, dan holistik. Hal tersebut bertujuan agar kita tidak terjebak dalam bingkai kesadaran naïf-magis yang melihat permasalahan secara sempit dan dogmatis yang mengakibatkan kita gagal mengatasi praktik penindasan yang terus menerus beroperasi melalui system dan struktur dalam masyarakat.

Empat Paradigma Dalam Sosiologi
            Untuk lebih mempertajam pemahaman dan seluk beluk peta paradigma yang dapat digunakan untuk memahami teori-teori perubahan  sosial atau teori pembangunan, maka perlu juga kita memetakan secara lebih luas paradigma dalamm sosiologi . Empat paradigma itu  adalah:
  1. Paradigma Fungsionalis. Paradigma inilah yang paling banyak di anut di dunia ini. Pandanga fungsionalis berakar pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya pada permasalahan berakar pada pemikiran kaum objektivitas. Paradigma ini lebih berorientasi pragmatis, artinya berusaha melahirkan pengetahuan  yang dapat diterapkan, berorientasi pada pemecahan masalah yang berupa langkah-langkah praktis untuk pemecahan praktis juga. Mereka lebih mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial sebagai dasar dalam perubahan sosial, serta menekankan cara-cara memelihara, mengendalikan, atau mengontrol keteraturan, harmonis serta kestabilan sosial. Pendekatannya cenderung realis, positivis, determinis dan nomotetis.  
  2. Paradigma Interpretatif, paradigma ini sesungguhnya menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya fungsionalisme, tetapi mereka menggunakan pendekatan subjektifivisme dalam analisis sosialnya sehingga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Pendekatannya cenderung nominalis, anti positivis dan ideografis. Kenyataan social muncul karena di bentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang, karenanya mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subyektifitas manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan social. Mereka ingin memahami realitas social apa adanya, mencari sifat paling dasar dari kenyataan social menurut pendangan subyektif. Tangapan dasar mereka didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba tertib, terpadu, mapan dan kesetiakawanan. Pertentangnan penguasaan, benturan,  sama sekali tidak menjadi agenda kerja mereka.
  3. Paradigma Humanis Radikal, Pada dasarnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari andangan sujektifitas yaitu pada kesadaran manusia itu, kaum humanis-radikal cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Pandangan yang dasar pada humanis-radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh supra-struktur idiologis yang ada pada diluar dirinya yang menciptakan pemisah antara dan dirinya  dengan kesadarannya yang murni (aleanasi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu yang menghalanginya dalam pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan dirinya sebagai menusia, proses sosial dilihat sebagai tindak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa memutusakn belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat kemanusiaannya. Meskipun demikian masalah – masalah pertentangan  structural belum menjadi perhatian mereka. 
  4. Paradigma Strukturals Radikal, penganut paham ini berupaya memperjuangkan sosilogi perubahan radikal juga yaitu perubahan yang mendasar dengan mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembangan diri manusia oleh karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke depan. Kesadaran manusia di anggap tidak penting, yang penting adalah hubungan – hubungan structural yang terdapat dapat kenyataan social yang ada. Mereka menekuni dasar – dasar hubungan social dalam rangka menciptakan tatanan social baru secara menyeluruh. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia. pendekatan yang dipakai adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
PARADIGMA TEORI SOSIAL

PERUBAHAN




SUBYEKTIF                                                                                      OBYEKTIF

KETERATURAN


Empat paradigma itu merupakan cara mengelompokkan, cara berpikir seseorang dalam suatu teori sosial dan merupakan alat untuk memahami mengapa pandangan-pandangan dan teori-teori tertentu dapat lebih menampilkan setuhan pribadi di banding yang lain. Demikian juga alat untuk memetakan perjalanan dan Memahami kerangka pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial
Dengan pemahaman ini, tiap diri bisa memetakan teori-teori yang ada untuk kemudian dengan kesadaran masing-masing melalui pengalaman dan pemahamannya sendiri, memilih mana yang menurut anda paling tepat.


-----o0o-----


NILAI DASAR PERGERAKAN
  • Tujuan:
- Peserta dapat memahami kandungan nilai-nilai dasar pergerakan PMII, dan menjadikannya sebagai landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan keseharian, terutama dalam berorganisasi dan memperjuangkan idealisme.
  • Target:
-  Peserta dapat memanifestasikan nilai-nilai yang terkandung dalam NDP  dalam landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan keseharian, terutama dalam berorganisasi dan memperjuangkan idealisme.

  • Pokok bahasan :
1.     NDP landasan filosofi  PMII.
2.     Fungsi dan kedudukan NDP dalam PMII.
3.     Pola relasi antara Hablun min Allah (Hubungan manusia dengan Allah), Hablun min al-nas (hubungan antar sesama manusia). dan Hablun min al-alam (hubungan manusia dengan alam). 
4.     Internalisasi dan implementasi NDP dalam kehidupan keseharian dan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat. 


Nilai-nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Nilai adalah bagian yang tak terpisahkan di kehidupan masyarakat, begitupun dalam pergerakan. Pentingnya sebuah nilai tatkala ada interaksi baik dengan Tuhan, manusia maupun alam. Maka dari itu, manusia tidaklah bebas nilai. Karena bagaimanapun setiap dimensi kehidupan memiliki nilai-nilai yang terimplementasikan secara tersirat ataupun tersurat.

1. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi

1.1 Pengertian
Nilai dasar pegerakan mahasiswa islam Indonesia adalah sublimasi nilai keislaman dan ke-Indonesiaan dalam kerangka pemahaman aswaja sebagai manhaj al-fikr dan manhaj al-taghoyyur al-ijtima’I yang menjiwai aturan, pengarah, pendorong dan penggerak setiap aktifitas berpikir, berucap dan bertindak sebagai cermin untuk mencapai tujuan bersama yang hendak dicapai.
1.2 Kedudukan
Nilai-nilai dasar PMII berkedudukan sebagai :
1.     Sebagai rumusan nilai yang termuat dan menjadi sumber ideal moral dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII
2.     Pusat argumentasi dan pengikat kebebasan berpikir, berucap, dan bertindak.
1.3 Fungsi
Nilai-nilai dasar PMII berfungsi sebagai kerangka ideologis yang pemaknaannya adalah :
1.     Landasan pijak setiap gerak langkah dan kebijaksanaan yang diambil.
2.     Landasan berpikir terhadap persoalan yang dihadapi.
3.     Landasan motivasi pada anggota untuk bertindak dan bergerak sesuai kandungan nilai.
4.     Dialektika antara konsep dan realita yang selalu terbuka untuk dikontekstualkan sesuai dinamika perubahandan lokalitas

2. Rumusan Nilai-nilai Dasar PMII
Mukaddimah

Tauhid (keyakinan transendental) merupakan sumber nilai yang mencakup pola hubungan antar manusia dengan Allah (hablun min Allah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (hablun min al-‘alam). PMII meyakini dengan penuh sadar bahwa menyeimbangkan ketiga pola hubungan itu merupakan totalitas keislamam yang landasannya adalah wahyu Tuhan dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi. Dalam memahami dan mewujudkan keyakinan itu PMII telah memilih Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) sebagai manhajul fikr dan manhaj al-taghayyur al-ijtima’i
Selain itu sebagai bagian sah dari bangsa Indonesia, PMII menyadari bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa, yang penghayatan dan pengamalannya seiring dengan implementasi dari nilai-nilai Aswaja: tawassuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul. Karena itu dengan menyadari watak intelektual dan kesadaran akan tanggung jawab masa depan bersama, dan dengan memohon rahmat dan ridlo Allah SWT, maka disusunlah rumusan Nilai-nilai Dasar PMII sebagai berikut:

a.  Hablun Min Allah (Hubungan Manusia dengan Allah)

Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk dan memberikan kedudukan terhormat kepadanya dihadapan ciptaannya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian akal dan pikiran yang tidak diberikan Tuhan kepada yang lainnya. Potensi inilah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai hamba (‘abd) dan wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardl).
Sebagai hamba manusia memiliki tugas utama mengabdi dan menyembah Tuhan (Q.S. al-Dzariat:56), mengesakan Tuhan dan hanya bergantung kepada-Nya, tidak menyekutukan dan menyerupakan-Nya dengan manusia yang memiliki anak dan orang tua (Q.S. Al-Ikhlas:1-4). Sebagai hamba manusia juga harus mengikhlaskan semua ibadah dan amalnya hanya untuk Allah (Q.S. Shad: 82-83).
Sebagai khalifah, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan memakmurkan bumi bukan malah merusaknya (Q.S. al-Baqarah: 30). Karena kedudukan ini merupakan amanah Tuhan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia, sedang makhluk Tuhan yang lain tidak mampu untuk mengembannya (Q.S. al-Ahzab: 72). Dan tingkat kemampuan manusia mengemban amanah inilah yang kemudian menentukan derajatnya di mata Allah (Q.S. Al-An’am: 165).
Manusia baru dikatakan berhasil dalam  hubungannya dengan Allah apabila kedua fungsi ini berjalan secara seimbang, lurus dan teguh. Maksudnya, bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam setiap dimensi kehidupan sehari-hari, serta dalam membangun peradaban umat manusia yang berkeadilan. Sebab kita hidup di dunia ini bukan untuk mencari jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi orang lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar kita. Hubungan ini akan mampu menghasilkan manusia yang punya kesadaran tinggi, kreatif dan dinamis.

b. Hablun Min An-Nas (Hubungan Antar Sesama Manusia)

Pada hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan dan keutamaan diantara satu dengan lainnya. Begitu pula tidak dibenarkan adanya anggapan bahwa laki-laki lebih mulia dari perempuan, karena yang membedakan hanya tingkat ketaqwaan (Q.S.al-Hujurat:13) keimanan, dan keilmuwannya (Q.S.al-Mujadalah:11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama  Umat Islam (ukhuwah islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.s. al-Hujurat: 11)
Namun kita hidup dalam sebuah negara yang plural akan kepercayaan, dan kelompok keyakinan lainnya. Belum lagi bahwa kita pun berbeda-beda suku, bahasa, adat istiadat, dan ras. Maka juga diperlukan kesadaran kebangsaan yang mempersatukan kita bersama dalam sebuah kesatuan cita-cita menuju kemanusiaan yang adil dan beradab (ukhuwah wathaniyah). Keadilan inilah yang harus kita perjuangkan (Q.S al-Maidah:8). Dan untuk mengatur itu semua dibutuhkan sistem pemerintahan yang representatif dan mampu melaksanakan kehendak dan kepentingan rakyat dengan jujur dan amanah. Pemimpin yang mengimplementasikan nilai ini dalam peraturannya harus kita taati, selama tidak bertentangan dengan perintah agama (Q.S.an-Nisa:58). Dan untuk pelaksanaannya kita harus selalu menjunjung tinggi nilai musyawarah yang merupakan elemen terpenting demokrasi (Q.S.Ali Imran:199).
Namun itu saja belum cukup. Kita hidup di dunia berdampingan dan selalu berhubungan dengan negara-negara tetangga. Maka kita juga harus memperhatikan adanya nilai-nilai humanisme universal (ukhuwah basyariyah), yang mengikat seluruh umat manusia dalam satu ikatan kokoh bernama keadila. Meskipun kita berbeda keyakinan dan bangsa, tidak dibenarkan kita bertindak sewenang-wenang dan menyakiti sesama. Biarkan mereka dengan keyakinan mereka selama mereka tidak mengganggu keyakinan kita (Q.S.Al Kafirun:1-6). Persaudaraan kekal inilah sebagai perwujudan dari posisi manusia sebagai khalifah yang wajib memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bumi manusia ini.

c.  Hablun Min Al-Alam (Hubungan Manusia Dengan Alam)

Manusia yang diberi anugerah akal dan pikiran, serta alam untuk kemudian  dimanfaatkan demi kemaslahatan bersama. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan (eksploitatif), apalagi merusak ekosistem. Hal ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu harus didasarkan pada rasa tanggung jawab: Tanggung jawab kepada kemanusiaan, karena rusaknya alam akan berkibat bencana dan malapetaka bagi kehidupan kita semua, begitu pula Tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan tanggung jawab itu. (Q.S. Hud: 61)
Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau ekologi juga merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami dan dijaga, sebagaimana kita memahamidan menjaga Al-Quran. Dari pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang teguh kepada Tuhan serta kemantapan diri sebagai manusia yang harus menyebarkan kedamaian di muka bumi. Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam, bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak ada dikotomi dan pertentang antara ilmu dan wahyu, antara IPTEK dan agama, karena pada hakikatnya keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Q.S. 190-191)

Tauhid
Maka dengan menyeimbangkan ketiga pola hubungan di atas kita akan mencapai totalitas penghambaan (tauhid) kepada Allah. Totalitas yang akan menjadi semangat dan ruh bagi kita dalam mewarnai hidup ini, tidak semata-mata dengan pertimbangan Ketuhanan belaka,  tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidup. Bahwa tauhid yang kita maksudkan bukan sekadar teosentrisme an sich, tetapi antrophomorfisme tanscendental, nilai-nilai ketuhanan yang bersatu dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
Pada akhirnya totalitas tauhid inilah akan melandasi dan memandu jalan kita yang mencakup kenyakinan hati dan perwujudan nilai lewat perilaku dalam mencapai tujuan gerakan membangun kehidupan manusia yang berkeadilan.

                                                        Khatimah

Rumusan nilai-nilai dasar PMII perlu selalu dikaji secara kritis, dipahami secara mendalam dan dihayati secara teguh serta diwujudkan secara bijaksana. Dengan NDP ini hendak mewujudkan pribadi muslim yang mempertahankan kehidupan yang seimbang antara dzikir, pikir dan amal shaleh, dan pribadi yang sadar akan kedudukan dan peranan sebagai intelektual muslim berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah di negara Indonesia yang maju, manusiawi, adil, penuh ramat dan berketuhanan serta merdeka sepenuhnya.
Rabbana ‘alaika tawakkalna wa ilaika anabna wa ilaika al-mashir.

DAFTAR BACAAN PENUNJANG

v  Andree Feilrad, NU vis a vis Negara, LkiS, ( Yogyakarta, 1992 )
v  Greg Barton (Ed), Radikalisme Tradisional, LKiS, ( Yogyakarta, 1998 )
v  Imam Baihaqi (ed), Kontroversi Aswaja,  ( LKiS, Yogyakarta )
v  Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya (3 jilid), ( Gramedia Jakarta)
v  Arus Balik, Pramoedya Ananta Toer, (Hasta Mitra Jakarta)
v  History of The Arabs, Philip K. Hitti, (Serambi Jakarta)
v  Martin van Bruinessen, NU, (LKIS Yogyakarta)
v  Nasr Hamid Abu Zaid, Imam Syafi’i, (LKIS Yogyakarta)
v  Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (2 jilid), (Rajawali Press Jakarta)
v  Martin van Bruinesen, Kitab Kuning, (Mizan Bandung)
v  Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, ( Serambi, Jakara )
v  Marshal G. Hogdson, The Venture of Islam, ( Mizan, Bandung )
 

--------o0o--------

ASWAJA
Target dan Tujuan :
  1. Peserta memahami pengertian dasar Aswaja, konteks kesejarahan yang melatarbelakangi lahirnya Aswaja;
  2. Peserta memahami perkembangan historis Aswaja dan tokoh-tokohnya, serta sejarah pergulatan (historisitas) ASWAJA.
  3. Peserta dapat memahami Aswaja secara Signifikan dan komprehensif yang termanifestasikan dalam perjalanan sejarah global dan nasional;
  4. Peserta dapat mengimplementasikan nilai-nilai Aswaja sebagai ruh perjuangan.
  5. Peserta mampu menjadikan Aswaja sebagai dasar pijakan dalam melakukan perubahan yang dicita-citakan bersama.
Pokok Bahasan :
  1. Aswaja secara historisitas
  2. Nilai-Nilai Aswaja Dalam Arus Sejarah;
  3. Aswaja secara normativitas; 
  4. Aswaja dalam pemahaman PMII;
  5. Nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja; tawassuth, tasamuh,  tawazun dan ta’adul
  6. Aswaja sebagai Manhajul fikr (metode berfikir) dan mannhaj al-taghayyur al-ijtima’i (pola perubahan sosial);
  7. Implementasi Nilai-Nilai Aswaja dalam konteks gerakan.


AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

1. Aspek Historisitas
Alur Perjalanan Aswaja Dalam GeoSosPol Global
Aswaja dalam alur perjalanan sejarah merupakan faham alternatif kalau tidak dikatakan reksioner, sebab perjalanan sejarah dalam faham Aswaja  merupakan jalan tengah terhadap faham- faham yang berkembang pada saat itu (faham jabariyah, faham Mu’tazilah, faham qodariyah dan lainnaya), perjalanannya juga tidak selamanya mulus di karenakan banyak sekali kendala dan hambatan serta tentangan dari faham- faham yang berkembang sebelumnya seperti disebutkan diatas, pernah juga Aswaja melakukan perselingkuhan dengan penguasa setempat demi mempertahankan eksistensinya, ini kemudian yang patut kita kritisi kenapa faham Aswaja diselewengkan pemaknaannya demi kekuasaan?    
Secara singkat, kita akan melihatnya dalam table berikut;

NO
Periode
Momen Sejarah
1.
Abu Bakar
Embrio pepecahan umat islam dimulai Pasca rasulullah wafat, terbukti banyak umat islam yang keluar dari agama islam, untungnya   hal ini mampu di selesaikan oleh Abu Bakar sehingga persatuan umat islam tetap terjaga Beliau juga mampu Menumpas Gerakan Nabi Palsu Dan Kaum Murtad. Dalam Hubungan Luar Negeri, Penyerangan Terhadap Basis-Basis Penting Romawi Dan Persia Dimulai.
2.
Umar Bin Khattab
Setelah Abu Bakar, benih perpecahan semakin menjadi terutama dari mereka bani Umayah yang tidak senang terhadap pemimpin baru mereka yaitu Umar Ibnu Khattab mereka mulai menghembuskan fitnah-fitnah terhadap Umar sampai kemudian mampu membuat rekayasa social, yang akhirnya terbunuhlah Umar oleh seorang majusi yaitu Abu lu’lu Al-Majusi– sebelum beliau wafat  Romawi berhasil diusir Dari Tanah Arab- Terjadi Pengkotakan Antara Arab Dan Non-Arab – Wilayah Islam mencapai Cina dan Afrika  Utara.
3.
Utsman Bin Affan
Al-qur’an dikondifikasi dalam mushaf  Utsmani –oerpecahan mencapai puncaknya– pemerintah labil karena gejolak politik dan isu KKN – Armada maritim dibangun.
4.
Ali Nin Abi Thalib
Perang Jamal – pemberontakan Mua’wiyah – arbitrase Shiffin memecah belah umat menjadi tiga kelompok besar : Syi’ah, Khawarij, Murjiah – Ibnu Abbas dan Abdullah bin Umar mengkonsolidir gerakan awal Aswaja yang tidak memihak kepada  pihak manapun dan lebih memusatkan perhatian pada penyelamat  Al-qur’an dan sunnah – Akhir dari sistem Syura.
5.
Bani Umayah
Kembalinya negara Klan atau dinasti Islam mencapai Andalusia dan Asia tengah – madzhab-madzhab teologis bermunculan; terutama Qodariyah, Jabariyah, Murjiah moderat dan Mu’tazilah – Aswaja belum terkonsep secara baku (Abu Hanifah)
6.
Bani Abbasiyah
Mu’tazilah menjadi ideology Negara Mihnah dilancarkan terhadap beberapa Imam Aswaja, termasuk Ahmad bin Hambal – Fiqih dan Ushul Fiqih Aswaja disistematisasi oleh al-Syafi’ie, teologi oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi, Sufi oleh al Junaid dan Al-Ghazali – terjadi pertarungan antara doktrin aswaja dengan kalangan filosof dan tasawuf falsafi – Kemajuan ilmu pengetahuan sebagai wujud dari dialektika pemikiran – Perang Salib dimulai – Kehancuran Baghdad oleh Mongol menjadi awal penyebarannya umat beraliran Aswaja sampai ke wilayah Nusantara. 
7.
Umayah Andalusia
Aswaja menjadi madzhab dominan – kemajuan ilmu pengetahuan menjadi awal kebangkitan Eropa – Aswaja berdialektika dengan fisafat dalam pemikiran Ibnu Rusyd dan Ibnu ‘Arabi.
8.
Turki Utsmani
Aswaja menjadi ideology negara dan sudah dianggap mapan – kesinambungan pemikiran hanya terbatas pada syarah dan hasyiyah – Romawi berhasil diruntuhkan – perang salib berakhir dengan kemenangan umat Islam – kekuatan Syi’ah (safawi) berhasil dilumpuhkan – Mughal berdiri kokoh di India.
9.
Kolonialisme
Masuknya paham sekularisme – pusat peradaban mulai berpindah ke Eropa – Aswaja menjadi basis perlawanan terhadap imperialisme – kekuatan kekuatan umat Islam kembali terkonosolidir.
10.
Akhir Turki Utsmani
Lahirnya turki muda yang membawea misi restrukturissi dan reinterpretasi Aswaja – gerakan Wahabi lahir di Arabia-kekuatan Syi’ah terkonsolidir di Afrika urata – Gagasan pan-Islamisme dicetuskan oleh al-Afghani – Abduh memperkenalkan neo-Mu’tazilah – al-Ikhwan al-Muslimun muncul di Mesir sebagai perlawanan terhadap Barat – Berakhirnya sistem kekhalifahan dan digantikan oleh nasionalisme (nation-state) – Aswaja tidak lagi menjadi ideologi Negara.
11.
Pasca PD II
Aswaja sebagai madzhab keislaman paling dominant – diikuti usaha-usaha kontekstualisasi aswaja di negara-negara Muslim-lahirnya negara Muslim Pakistan yang berhaluan aswaja – kekuatan Syi’ah menguasai Iran – lahirnya OKI namun hanya bersifat simbolik belaka.

Alur perjalanan Aswaja Dalam Sejarah Nusantara (Ke-Indonesia-an)

            Perjalanan panjang sejarah Aswaja konteks Indonesia, berawal dari kedatangan islam. Ada kesinambungan antara alur GeoSosPol Aswaja dengan sejarah Islam nusantara. Kedatangan Islam di Indonesia sangat tergantung kepada dua hal: pertama, Kesultanan Pasai di Aceh yang berdiri sekitar abad ke-13, dan kedua, Wali Sanga di Jawa yang mulai hadir pada akhir abad ke-15 bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun, dalam perkembangan Islam selanjutnya, yang lebih berpengaruh terhadap perkembangan islam  Indonesia adalah Wali Sanga yang dakwah Islamnya tidak hanya terbatas di wilayah Jawa saja, tetapi menggurita ke seluruh pelosok nusantara. Yang penting untuk dicatat pula, semua sejarawan sepakat bahwa diamping faktor yang lain, Wali Sanga-lah yang dengan cukup brilian mengkontekskan Aswaja  dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia, NU kemudian PMII.

NO
Periode
Momen Sejarah
1.
Islam Pra Wali Songo
Masyarakat muslim bercorak maritim-pedagang berbasis di wilayah pesisir – mendapat hak istimewa dari kerajaan-kerajaan Hindu yang pengaruhnya semakin kecil – fleksibilitas politik – dakwh dilancarkan kepada para elit penguasa setempat.
2.
Wali Songo
Konsolidasi kekuatan pedagan muslim membentuk konsorsium bersama membidani berdirinya kerajaan Demak dengan egalitarianisme Aswaja sebagai dasar Negara – sistem kasta secara bertahap dihapus – Islamisasi dengan media kebudayaan – Tercipta asimilasi dan pembauran Islam dengan budaya lokal bercorak Hindu-Budah – Usaha mengusir Portugis gagal.
3.
Pasca Wali Songo – Kolonialisme Eropa
Penyatuan jawa oleh Trenggana menyebabkan dikuasainya jalur laut Nusantara oleh Portugis – kekuatan Islam masuk ke padalaman – kerajaan Mataram melahirkan corak baru Islam Nusantara yang bersifat agraris-sinkretik – Mulai terbentuknya struktur masyarakat feodal yang berkelindan dengan struktur kolonial mengembalikan struktur kasta dengan gaya baru – kekuatan tradisionalis terpecah belah, banyak pesanten yang menjadi miniatur kerajaan feudal – kekuatan orisinil aswaja hadir dalam bentuk perlawanana agama rakyat dan perjuangan menentang penjajahan – Arus Pembaruan Islam muncul di minangkabau melalui kaum Padri – Politik etis melahirkan kalangan terpelajar pribumi – Ide nasionalisme mengemuka – kekuatan islam mulai terkonsolidir dalam Sarekat Islam (SI). Muhammadiyah berdiri sebagai basis muslim modernis.
4.
Kelahiran NU
Komite Hijaz sebagai embrio, kekuatan modernis dengan paham wahabinya sebagai motivasi, SI tidak lagi punya pengaruh besar, jaringan ulama’ tradisional dikonsolidir dengan semangat meluruskan tuduhan tahayyul, bid’ah, dan khurafat, Qanu Asasi disusun sebagai landasan organisasi NU, aswaja (tradisi) sebagai basis perlawanan terhadap kolonialisme, fatwa jihad mewarnai revolusi kemerdekaan.
5.
NU Pasca Kemerdekaan
NU menjadi partai politik, masuk dalam aliansi Nasakom – PMII lahir sebagai underbow di wilayah mahasiswa – Berada di barisan terdepan pemberantasan PKI – Ikut membidani berdirinya orde baru – Ditelikung GOLKAR dan TNI pada pemilu 1971 – Deklarasi Munarjati menandai independennya PMII – NU bergabung dengan PPP pada pemilu 1977 – kekecewaan akan politik menumbuhkan kesadaran akan penyimpangan terhadap Qanun Asasi dan perlunya Khittah.
6.
NU Pasca Khittah
Kembali  menjadi organisasi kemasyaratan – menerima Pancasila sebagai asas tunggal – Menjadi kekuatan utama civil society di Indonesia – posisi vis a vis Negara – Bergabung dalam aliansi nasional memulai reformasi menjatuhkan rezim orde baru.
7.
NU Pasca Reformasi
Berdirinya PKB sebagai wadah politik nahdliyyin – Naiknya Gus Dur sebagai presiden – NU mengalami kegamangan orientasi – kekuatan civil society mulai goyah – PMII memulai tahap  baru interdependensi – (pasca Gus Dur sampai saat ini, kekuatan tradisionalis menjadi terkotak-kotak oleh kepentingan politis).

2. Aspek Normativitas
Aswaja Dalam Pemahaman PMII

            Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) adalah madzhab keislaman yang menjadi dasar jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (NU) sebagaimana dirumuskan oleh Hadlratus Syaikh K.H.  M. Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi yaitu: dalam ilmu aqidah/teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam syari’ah/fiqh mengikuti salah satu Imam empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idres Al-Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam tashawuf akhlaq mengikuti salah satu dua Imam: Junaidi al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
            Namun seiring dengan perkembangan zaman, pemahaman seperti ini tidak lagi relevan untuk dijadikan sebagai gerak PMII. Sebab, pemahaman demikian cenderung menjadikan Aswaja sebagai sesuau yang beku (rigid) dan tidak bisa diutak-atik lagi. Pemakanaannya hanya dibatasi pada produk pemikiran saja. Padahal produk pemikiran, secanggih apapun, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks) yang menghasilkannya. Padahal untuk menjadi dasar sebuah pergerakan, Aswaja harus senaniasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang yang kemudian disesuaikan dengan konteks saat ini dan yang akan datang. Inilah yang dinamakan Aswaja sebagai ideology terbuka.
            Berbeda dengan NU, PMII memaknai Aswaja sebagai  manhajul fikr yaitu metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat Nabi dan tabi’in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan social yang meliputi masyarakat muslim waktu itu (Said Aqil Siradj, 1996). Dari manhajul fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keislaman baik dibidang aqidah, syari’ah, maupun akhlaq/tasawuf, yang walaupun beraneka ragam tetap brada dalam satu ruh. PMII juga memaknai Aswaja sebagai manhaj al-taghayyur al-ijtima’i  yaitu pola perubahan social-kemasyarakatan yang sesuai dengan nafas perjuangan rasulullah dan para sahabatnya. Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai manhaful fikr  mapun manhaj al-taghayyur al-ijtima’i adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : ma ana ‘alaihi waashabi (segala sesuatu yang akan datang dari rasul dan para sahabatnya). Yang kemudian diwujudkan dalam empat nilai: tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (keseimbangan), dan ta’adul  (keadilan).
            Maka untuk memahami Aswaja secara Signifikan dan komprehensif, kita harus mencari akar-akar histories yang menunjukkan persinggungan antara nilai-nilai Aswaja dengan peristiwa-peristiwa sejarah. Kita harus merelasikan pemahaman kita terhadap keempat nilai (normatifitas) Aswaja dengan perjalanan sejarahnya (historisitas). Dari pemahaman yang komprehensif terhadap dua komponen tersebut kita akan menemukan titik temunya pada Nilai-Nilai Dasar PMII.


Nilai-Nilai Aswaja Dalam Arus Sejarah
A. Tawassuth
            Tawassuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah, moderat,  independen (tidak memihak ke kiri dan ke kanan) tetapi memiliki sikap dan pendirian.  Khairul ujur awsthuha (paling baiknya sesuatu adalah pertengahannya). Tawassuth merupakan nilai yang mengatur pola pikir, yaitu bagaimana seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita. Dalam rentang sejarah, kita menemukan bahwa nilai ini mewujud dalam pemikiran para imam yang telah disebut diatas.
            Di bidang aqidah atau teologi, Al-Asy’ari dan Al-Maturidi hadir sebagai dua pemikir yang tawassuth. Karena mereka mampu menkomparasikan dua pemikiran (Mu’tazilah yang terlalu rasional sampai mendudukan akal diatas segalanya termasuk Al-Qur’an dan As-sunnah dan jabariyah yang sama sekali tidak menempatkan akal sebagai salah satu metode untuk berfikir dan mencari kebenaran ).  Disinilah nilai tawassut yang dikembangkan oleh keduanya (Al-Asy’ari dan Al-Maturudi)
Di bidang fiqih atau hukum Islam kita juga mendapatkan Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal sebagai para pemikir yang konsep fiqih Islamnya di dasarkan kepada Al-quran danAs-sunnah, tanpa kemudian menafikan akal sebagai metode untuk berfikir.
            Di bidang tasawuf Al-Junaid dan Al-Ghazali tampil dengan pemikiran tasawuf yang berusaha mencari sinergitas antara kelompok falsafi dengan konservatif. Dia berhasil melahirkan konsep tasawuf sunni yang menjadikan taqwa (syari’ah) sebagai jalan utama menuju haqiqah. Dengan demikian, dia berhasil mengangkat citra tasawuf yang waktu itu dianggap sebagai ajaran sesat sebab terlalu syari’ah, seperti ajaran sufi Al-Hallaj. Apa yang dilakukan oleh al-Junaid dan Al-Ghazali sama dengan Wali Sanga pada masa awal Islam di Jawa ketika menolak ajaran tasawuf Syekh siti Jenar.

B.  Tasamuh
Pengertian tasamuh adalah toleran, tepa selira. Sebuah pola pemikiran dan sikap yang menghargai perbedaan, tidak memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagaimana kita harus bersikap dalam hidup sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran akan pluralisme atau keragaman, yang saling melengkapi bukan membawa kepada perpecahan.
            Kita bisa menengok sejarah, bagaimana sikap para imam yang telah disebutkan di atas terhadap para penentang dan ulama-ulama lain yang berbeda pendapat dengan mereka, selama ajaran mereka  tidak mengancam eksistensi agama islam. Lihat pula bagaimana sikap Wali Sanga terhadap umat beragama lain (Hindu-Budha) yang sudah lebih dulu ada di Jawa. yang trpenting bagi mereka adalah menciptakan stabilitas masyarakat yang dipenuhi oleh kerukunan, sikap saling menghargai, dan hormat-menghormati.
            Di wilayah kebudayaan, kita bisa menengok bagaimana Wali Sanga mampu menyikapi perbedaan ras, suku, adapt istiadat, dan bahasa sebagai elandinamis bagi perubahan masyarakat kea rah yang lebih baik. Perbedaan itu berhasil direkatkan oleh sebuah cita-cita bersama untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan, keanekaragaman saling melengkapi.  Unity in diversity.

C. Tawazun
            Tawazun berarti keseimbangan dalam pola hubungan atau relasi baik yang bersifat antar individu, antar struktur social, antara Negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dan alam. Keseimbangan di sini adalah bentuk hubungan yang tidak berat sebelah, tidak menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain. Tetapi, masing-msing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai dengan fungsinya tanpa menggaggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan adalah teciptanya kedinamisan hidup.
            Dalam ranah social yang ditekankan adalah egalitarianisme (persamaan derajat) seluruh umat manusia. tidak ada yang merasa lebih dari yang, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaannya. Tidak ada dominasi dan ekspoitasi seseorang kepada orang lain, termasuk laki-laki terhadap perempuan. Maka kita lihat dalam sejarah, Nabi Muhammad dan khulafaurrasyidin dengan tegas menolak dan berusaha menghapus perbudakan. Begitu juga, sikap NU yang dengan egas menentang penjajahan dan kolonialisme terhadap bangsa Indonesia.
            Dalam wialayah politik, tawazun meniscayakan keseimbangan antara posisi Negara (penguasa) dan rakyat. Penguasa tidak boleh bertindak sewenang-wenang, menutup kran demokrasi, dan menindas rakyatnya. Sedangkan rakyat harus selalu mematuhi segala peraturan yang ditujukan untuk kepentingan bersama, tetapi juga senantiasa mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan. Kita lihat bagaimana sikap Ahmad bin Hanbal kepada Al-Makmun yang menindas para ulama yang menolah doktrin mu’tazilah. Dia membangun basis perlawanan kerakyatan untuk menolak setiap bentuk pemaksaan Negara, walaupun dia dan para ulama yang lain harus menahan penderitaan dan hukuman yang menyakitkan. Namun kita juga bisa melihat contoh lain sikap seorang al-Ghazali terhadap pemimpin yang adil  bernama Nizam al-Muluk. Dia ikut berperan aktif dalam mendukung setiap program pemerintahan, memberi masukan atau kritik, dan hubungan yang mesra antara ulama’ dan umara’  pun tercipta. Kita juga bisa membandingkannya denga posisi Wali Sanga sebagai penasehat, pengawas dan pengontrol kerajaan Demak.
            Dalam wilayah ekonomi, tawazun meniscayakan pembangunan system eknomi yang seimbang antara posisi Negara, pasar dan masuarakat. Kita melihat bagaimana Umar bin abdul azis mampu membangun ekonomi Islam yang kokoh dengan menyeimbngkan fungsi Negara (baitul mal) sebagai pengatur sirkulasi keuangan dan pendistribusian zakat;Mewajibkan setiap pengusaha, pedagang, dan pendistriusi jsa (pasar) untuk mengeuakan zakat sebagai control terhadap kekayaan individu dan melarang setiap bentuk monopoli; Serta menyalurkan zakat kepada rakyat yang tidak mampu sebagai modal usaha dan investasi. Sehingga dalam waktu tiga tahun saja telah terbangun struktur ekonomi yang stabil dan kesejahteraan hidup terjamin.
            Dalam wilayah ekologi, tawazun meniscayakan pemanfaatan alam yang tidak eksploiratif (israf)  dan merusak lingkungan. Banyak contoh dalam sejarah yang menunjukkan sikap ramah terhadap lingkungan. Larang menebang pohon waktu berperang misalkan, atau anjuran untuk reboisasi (penghijauan) hutan. Begitu juga ketika para intelekuta muslim semacam al-khawarizmi, al-Biruni, dan yang lain menjadikan alam sebagai sumber inspirasi dan lahan peneitian ilmu pengetahuan.

D  Ta’adul
            Yang dimaksud dengan ta’adul  adalah keadilan, yang merupakan pola integrasil dari tawassuth, tasamuh, dan tawazun. Keadilan inilah yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran, sikap dan relasi, harus selalu diselaraskan dengan nilai ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan social. Yaitu nilai kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bagaimana Nabi Muhammad mampu mewujudkannya dalam masyarakat Madinah. Begitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundamen bagi peradaban Islam yang agung.

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ASWAJA DALAM KONTEKS GERAKAN

Aswaja sebagai manhaj al-taghayyur al-ijtima’I bisa kita tarik dari nilai-nilai perubahan yang diusung oleh Nabi Muhammad dan para sahabat ketika merevolusi masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang tercerahkan oleh nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan universal. Ada dua hal pokok yang menjadi landasan perubahan itu :
Ø  Basis Nilai,  yaitu nilai kebenaran qurani dan sunnah nabi yang diiemplementasikan secara konsekwen dan penuh komitmen.
Ø  Basis Realitas, yaitu keberpihakan kepada kaum tertindas dan masyarakat lapisan bawah.

            Dua basis ini terus menjadi nafas perubahan yang diusung oleh umat Islam yang konsisten dengan Aswaja, termasuk di dalamnya NU kemudian PMII. Konsistensi di sini hadir dalam bentuk élan dinamis gerakan yang selalu terbuka untuk dikritik dan dikonstruk ulang, sesuai dengan perkembangan zaman dan lokalitas. Dia hadir tidak dengan klaim kebenaran tunggal, tetapi selalu berdialektika dengan realitas, jauh dari sikap eksklusif dan fanatic.
Maka empat nilai yang dikandung oleh aswaja, untuk konteks sekarang harus kita tafsirkan ulang sesuai dengan perkembangan teori-teori social dan ideology-ideologi dunia.
Tawassuth sebagai pola pikir, harus kia maknai  sebagai pola yang seimbang antara kapitalisme-liberal di satu sisi dan nalar sosialisme di sisi lain. Kita harus memiliki cara pandang yang otentik tentang realitas yang selalu berinteraksi dalam tradisi. Pemaknaanya ada dalam paradigma yang dipakai oleh PMII yaitu paradigma kritis transformative.
Tasamuh sebagai pola sikap harus kita maknai sebagai bersikap toleran dan terbuka saling menghormati baik antar sesama maupun antar umat beragama. Dari manapun asalnya apapun agamanya dimanapun kedudukannya asal  mempunyai tujuan yang sama yaitu menjungjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan membebaskan rakyat dari segala bentuk penindasan, kita harus saling bahu-membahu dalam merealisasikan tujuan mulia tersebut tanpa memandang status mereka. PMII harus bersikap inklusif terhadap sesama pencari kebenaran dan membuang semua bentuk primordialisme Eksklusivisme dan fanatisme keagamaan.
Tawazun sebagai pola relasi dimaknai sebagai usaha mewujudkan egalitarianisme dalam ranah social, tidak ada lagi kesenjangan berlebihan antar sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan, antara kelas atas dan bawah. Di wilayah ekonomi PMII harus melahirkan model gerakan yang mampu menyeimbangkan posisi Negara, pasar dan masyarakat. Berbeda dengan kapitalisme yang memusatkan orientasi ekonomi di tangan pasar sehingga fungsi negara hanya sebagai obligator belaka dan masyarakat ibarat robot yang  harus selalu menuruti kehendak pasar, atau sosialisme yang menjadikan Negara sebagai kekuatan tertinggi yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, sehingga tidak ada kebebasan bagi pasar dan masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomin. Di wilayah politik, isu yang diusung adalah  mengembalikan posisi seimbang antara rakyat dan Negara. PMII tidak menolak kehadiran Negara, karena Negara melalui pemerintahannya merupakan implementasi dari kehendak rakyat. Maka yang perlu dikembalikan adalah fungsi Negara sebagai pelayan dan pelaksana setiap kehendak dan kepentingan rakyat. Di bidang ekologi, PMII harus menolak setiap bentuk eksploitasi alam hanya semata-mata demi memenuhi kebutuhan manusia yang berlebiahn. Maka, kita harus menolak nalar positovisik yang  diusung oleh neo-liberalisme yang menghalalkan eksploitasi berlebihan terhadap alam demi memenuhi kebutuhan bahan mentah, juga setiap bentuk pencemaran lingkungan yang justru dianggap sebagai indikasi kemajuan teknologi dan percepatan produksi.
Ta’adul  sebagai pola integral mengandaikan usaha PMII bersama seluruh komponen masyarakat, baik nasional maupun global, untuk mencapai keadilan bagi seluruh umat manusia. keadilan dalam berpikir, bersikap dan relasi. Keadilan dalam ranah ekonomi, politik, social, hukum, budaya, pendidikan, dan seluruh ranah kehidupan. Dan perjuangan menuju keadilan universal itu harus dilaksanakan melalui usaha sungguh-sungguh, bukan sekadar menunggu anugeah dan pemberian turun dari langit.

-------o0o--------

STUDY IDEOLOGI DASAR

Target dan Tujuan :
  1. Peserta memahami sejarah pertumbuhan Ideology Dunia;
  2. Peserta memahami tokoh – tokoh dan pemikirannya.
  3. Peserta dapat memahami prinsip dan teori Kapitalisme;
  4. Peserta dapat memahami dan menyadari dampak negative Ideology Kapitalisme.dampak .
  5. Peserta mampu memahami dan menganalisa secara kritis masuknya ideology kapitalisme hingga Neo Liberalisme masuk ke Indonesia..
Pokok Bahasan :
  1. Sejarah kelahiran dan perkembangan ideology dunia;
  2. Logika dan struktur Kapitalisme;
  3. Kapitalisme dan Eksploitasi Negara dunia ketiga; 
  4. Masuknya ideology Neo liberalisme ke Indonesia.

            Dalam sejarahnya tidak jarang peradaban manusia harus mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa demi perjuangan membela sebuah ideology, apalagi ketika ideology sudah muali masuk pada ranah kekuasaan. Demi ideology, 600.000 orang tewas karena terlibat (tertuduh) sebagai PKI dalam aksi “balas dendam”yang legal pasca peristiwa 30 september 1965 di Indonesia. Kemunculan tiga arus besar ideology di dunia (baca kapitalisme, sosialisme dan fasisme) serta perkembangan dahsyat gerakan social dan ilmu penegtahuan yang di ikuti dengan munculnya teori-teori baru serta prediksi-prediksi ilmiah mau tidak mau menyret wacana ideology dalam perbincangan hangat di kalangan kaum intelektual. Tapi menjadi agak mustahil memperbincangkan ideology dalam rangka konseptualnya tanpa memahami lebih dahulu bagaimana sejarah yang telah menyusunnya. Dngan pelan-pelan meski sangat sederhana, mari ita membuka catatan sejarah itu.

A. Kapitalisme
            Awal munculnya kapitalisme yang fenomina historisnya ditemukakn oleh Karl Marx kemudian menjadi system dunia, dapat dilacak dari terjadinya transisi histories zaman feudal, tepatnya pada akhir abad XIV dan awal abad Xv, ketika orang-orang eropa berhasil berhasil mengatasi hambatan geografis. Solusi dari hambatan geografis di atas berawal dari di temukannya kompas sebagai penunjuk arah dan berkembengnya penetahuan kelautan. Kolaborasi dari dua penemuan tersebut membuat otak ekspansionis bangsa eropa menemukan momentum dan ruang geraknya. Sejak itulah penaklukkan dunia yang fenomina historisnya berbentuk imperealisme-kolonialisme di berbagai belahan dunia oleh bangsa eropa di mulai. Bangsa eropa datang ke beberapa benua di antaranya benua amerika, afrika, asia sebagai penakluk untuk mengeruk kekayaan alamnya, memperbudak penduduk asalnya sekaligus mengumumkan pengukuhan dirinya sebagai ras yang paling unggul dari ras dan bangsa-bangsa lain. Ajarannya adalah manusia yang beradab adalah orang-orang kulit putih dari eropa, sedangkan di luar orang-orang berkulit putih eropa adalah kaum barbar yang biadab.
            Sejak saat itu pula hierarkhi dikotomis kebudayaan mulai di tancapkan dalam benak setiap penduduk bumi. Bahwa hanya peradaban kulit putihlah yang paling unggul dan harus di tiru, yang di kemudian waktu klaim ini menjadi motiasi tersendiri bagi mereka melakukan praktek imprealisme – kolonialisme, tidak hanya dalam ruang ekonomi-politik, akan tetapi lebih jauh dari itu adalah penjajahan culture atau kebudayaan masyrakat terjajah untuk diseragamkan dengan budaya orang kulit putih. Atas dasar itulah, tidak salah kalau dikatakan bahwa munculnya kapitalisme sebagai suatu system dunia  parallel atau beriringan dengan dimulai pratek imprealisme-kolonilaisme jagad raya. Dan dari imprealisme-kolonialisme inilah akumlasi modal mulai terkonsentrasi di berbagai belahan wilayah eropa, terutama di inggris.
            Dudly Dillard, secara kranologis membagi sejarah muncul dan perkembangannya kapitalisme untuk lebih memudahkan kita dalam mempelajari sejarah lahir dan evolusi kapitalisme – terutama kapitalisme industrial – menjadi tiga fase perkembangan, yakni fase awal (1500-1750), fase klasik (1750-1914) dan fase lanjut (1914-1945). Memang harus di akui bahwa tidak ada kesepakatan para ahli mengenai definisi kapitalisme, akan tetapi mereka pada umumnya sepakat bahwa bahwa kapitalisme ,erupakan system ekonomi yang berlandaskan pada filsafat individualisme-liberalisme yang memiliki implikasi kebebesan manusia untu mengeksploitasi apapun yang dapat menguntungkan individu tersebut.
            Fase pertama, kapitalisme awal atau kapialisme merkantilisme (1500-1750), yaitu kapitalisme yan bertumpu pada industri sandang di inggris. Kapitalisme pada masa ini masih sangat sederhana. Yaitu di tandai dengan praktek permintalan benang dengan menggunakan mesin sederhana. Sementara kebutuhan produksi di sesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pada abad XVI industri sandang di beberapa pedesaan mengalami perkembangan produksi yang sangat pesat. Pemasukan keuangan yang pada awalnya berasal dari pajak rakyat mulai bertambaha dengan menggunakan surplus social (semacam tabungan social dari beberapa pabrik sandang). Dari pemakaian system inilah, kapitalisme semakain mempunyai posisi yang aman dalam kontestasinya dengan sisitem ekonomi yang sebelumnya. Kalau pada system ekonomi sebelum system kapitalisme, dana surplus social selalau digunakan untuk membuat tanda-tanda kekjayaan suatu masa dengan membangun piramida atau katedral-katedral, maka ketika system kapitalisme ini dipakai, dana yang awalnya dipakai untuk hal-hal di atas di alihkan untuk membuat infra struktur dan supra struktur ekonomi baru seperti halnya membangun usaha perkapalan, pergudangan, persediaan dan penyediaan bahan-bahan mentah, dan berbagai bentuk penanaman modal lainnya. Dengan demikian, surplus social yang pada awalnya selalu habis bahkan deficit, berubah menjadi perluasan kapasitas produksi.
            Ada sekian banyak momentum penting yang membuka peluang perkembangan kapitalisme menjadi semakin tak tebendung. Mulusnya perkembangan kapitalisme di atas tidak bisa dilepaskan dari momentum-momentum penting yang menjadikan perkembangan kapitalisme berjalan mulus antara lain, munculnya gerakan perlawanan (protestanisme) dari kaum Calvinis yang di pimpin oleh Marlin Luther King tehadap hegemoni doktrin gereja katolik mengenai kehidupan duniawi. Kedua penemuan logam-logam mulia dari dunia baru (koloni) untuk kemudian digunakan sebagai transaksi yang distandarisasi. Dan ketiga adalah kuatnya back up dari kekuasaan saat itu. Dari sinilah kemdian, perkembangn kapitalisme seakan tidak mengaami hambatan yang berarti.
            Fase kedua, kapitalisme klasik (1750-1914). Fase ini ditandai dengan bergesernya system pembangunan kapitalisme dari system perdagangan (merkantilisme) ke system industri, tepatnya ketika terjadi revolusi industri di inggris yang kemudian menjadikan masa ini sebagai masa tansisi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri. Perubahan system ini dilatarbelakangi oleh perkembangan baru dalam keilmuan menejemen organisasi dan penemuan bary dalam bidang teknologi. Dengan latar belakan di atas, laju kapitalisme semakin tidak terbendung karena system produksi yang pada kapitalisme awal hanya di tpang oleh infra struktur dan supra struktur yang sederhana, maka pada masa ini sudah mulai memakai system modern dengan didukung oleh industri yang berbasis teknologi maju. Dalam bidang pemikiran, pada saat yang sama muncul seorang ekonomi inggris, Adam Smith dengan karyanya inquiry into the nature and causes of the welth nations (1776). Dalam bukunya tersebut Adam Smith menawarkan system ekonomi yang akan membawa kesejahteraan masyarakat eropa pada sat itu, yakni ekonomi liberal. Dokrin utama dari system ini adalah menyerahkan semua urusan ekonomi kepada pasar dengan membongkar atau bahkan menghilangkan peran Negara sedikit pun. Kebijakan ini mulai dijalankan setelah revolusi Perancis dan perang Napolion sebagai masa hancur totalnya sisa-siasa system feodal. Turunan dari doktrin di atas termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan, perdagangan bebas, standarisasi keuangan yang kuat (dengan emas), pembuatan anggaran belanja yang seimbang, penghapusan subsidi sosial dan lain-lain. Singkatnya,sistem ini memulangkan segala persolan kepada masing-masing individu dan interaksi yang tidak diatur akan menghasilkan akibat social yang dicita-citakan.
            Begitulah kapitalisme liberal terus berjalan sampai mengalami pelbagai pertentangan internal (anomali) antar negara kapitalisme itu sendiri yang kemudian mengakibatkan meletusnya perang dunia I pada tahun 1914-1918 antara kekuatan kepitalis baru (Jerman, Jepang, dan Perancis) dengan negara bos kapitalis (Inggris). Efek domino dari Perang Dunia I tersebut adalah peruabahan besar mengenai pembagian koloni-koloni tanah jajahan  yang menguntungkan Negara yang menang perang.
            Fase ketiga, Kapitalisme Lanjut (1914-1945). Fase ini ditandai dengan peristiwa bergesernya doninasi modal dari belahan dunia Eronpa ke negara adidaya baru Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh hancurnya system ekonomi Eropa akibat perang yang berkepanjangan yang mengakibatkan terjadinya krisis besar-besaran di hamper negara kapitalis Eropa, terutama Inggris yang pada awalnya sebagai negara kapitalis terkaya. Selain itu, ada tiga momentum besar di dunia internasional saat itu, yakni perang dunia pertama, munculnya perlawanan dari dunia terjajah (Asia-Afrika) terhadap praktik imperialisme-kolonialisme yang telah berjalan cukup lama, dan sukseknya revolusi Balisevik 1917 di Rusia yang menghancurkn system feodalisme kaisar Tsar saat itu. Dari ketiga momentum inilah beberapa negara kapitalis Eropa dan Amerika mengalami greet depression atau depresi ekonomi dunia besar-besar. Dari kejadian itulah dunia mengalami resesi ekonomi, harga-harga saham wall-street jatuh pada harga yang terendah dalam sejarah dan meningkatnya jumlah pengangguran secara drastic. Dari peristiwa di atas, negara-negara kapitalis saat itu mulai merubah kebijakan ekonominya dari simtem liberalis yang tidak memberikan ruang jaminan social sedikit pun keada masyarakat pada system ekonomi negara kesejahteraan (walfare state).
            Sebenarnya perubahan system kapitalisme saat itu bukan hanya sekadar memberikan hak-hak rakyat yang salama ini terampas oleh keserakahan kaum kapitalis sebagaimana alasan di atas. Tetapi, lebih mendasar dari itu adalah kapitalise saat itu ingin menyelamatkan dirinya sekaligus merancang system ekonomi kapitalis yang kuat –yang fenomena historisnya kita temukan pada akhir decade 1970-an atau yang lebih dikenal dengan istilah kapitalisme neoliberalisme- dari ancaman fenomena social baru (kegandrungan kepada system sosialis) setelah suksesnya revolusi Bolisevik di Rusia. Tawaran paket menarik yang berupa system dan jaminan kesejahteraan social dari Negara-negara kapitalis Eropa dan AS saat iru antara lain program redistribusi kekayaan, penyediaan fasilitas umum, subsidi pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan perawatan pribadi di luncurkan.
            Pada periode inilah dimulai kembalinya peran Negara yang tidak hanya sebagai aminan kesejahteraan pasca perang, akan tetapi lebih dari itu Negara di tuntut untuk menjadi pemain kunci dalam perekonomian global. Dari dotrin itulah nasionalisasi besar-besaran terhadap aset-aset industri di terapkan. Tawaran sistem baru ini dilounching oleh Jhon Maynard Keynes, seorang pemikir ekonomi besar dari inggris. Tepatnya pada dekade 1930-an, Keynes meyakini persoalan resesi ekonomi dunia dapat di selesaikan kalau peerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian untuk menciptakan kondisi Full employment sebagai suatu yang secara ilmiah tidak dimiliki oleh pasar. Model kebijakan yang seperti inialah kemudian ngtrend dalam sistem ekonoi dunia yang tidak hanya di terapkan oleh negara-negara kapitalis akan tetapi juga negara-negara berkembang yang baru merdeka. Karena negara di peraya memecahkan kontradiksi pasar dan sebagai aktor yang mampu mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan ekonomi. Wacana dan praktek sistem walfer State hanya berjalan sampai pada dekade 1970-an akhir dan awal 1980-an ketika kapitalisme internasional mengalami resesi ekonomi dunia untuk kedua kalinya.
Munculnya aliran Kapitalisme Neo-Leberal atau kanan baru (1979- Now)  merupakan tawaran solusi dari sistem walfare state yang mengalami kontradiksi pasar diatas. Adalah Friedrich Van Hayek, seorang profesor di Universitas Chicago sejak 1940-an, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Milton Friedman di Universitas yang sama. Menawarkan solusi kembali pada sistem ekonomi neo-klasik. Dari sinilah embrio dari neo liberalism. Wacana neo-liberal dalam sistem ekonomi kapitalisme pada masa ini menyebar dengan cepat. Keberhasilan mereka mengembangkan gagasan neo-leberalism dalam sistem ekonomi didukung oleh kuatnya jaringan internasional yang melibatkan berbagai yayasan, institut, pusat penelitian, penerbitan, ilmuwan, penulis dan ahli ilmu hubungan masyarakat membuat gagasan tersebut cepat menyebar dan menjadi bergitu populer sampai menjadi kultural hegemoni yang kemudian lebih dikenal dengan istilah kanan baru. Awal pertama kali praktek kebijakan neo-leberalism dalam sistem ekonomi internasional terjadi pada tahun 1779, ketika Margsreth Thatcher menjadi perdana menteri Inggris.
Di Eropa aliran di atas diimplementasikan untuk pertama kalinya oleh PM. Margareth Thatcher. Kebijakan pertama yang diambil setelah menduduki posisi PM Inggris adalah penghapusan kewajiban negara untuk memikul tanggungjawab terhadap rakyatnya yang berupa subsidi negara terhadap rakyat. Dan memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial. Sebagai gantinya pemerintah lebih mementingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan program privatisasi, swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran, telekomunikasi, transportasi, dan membabad habis seluruh serikat buruh.
Di Amerika, pada saat yang sama kaum republikan memenangkan pemilunya yang kemudian menaikan Reonald Reagen sebagai Presiden AS menggantikan Jimmy Carter. Pada saat inilah pengadopsian neo-leiberalisme di Amerika sebagai sistem ekonomi mulai diterapkan. Rezim ini sangat meyakini teori-trickle down effect yang mengklaim bahwa si kaya  mendapatkan insentif seperti membayar pajak murah/rendah, maka mereka akan lebih giat dalam berwiraswasta dan pada gilirannya mereka akan banyak menciptakan pertumbuhan peluang dan lowongan kerja. Sederhananya, jika industri diserahkan ke Swasta maka akan lebih efisien dan menekan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran tunjangan sosial.
Dengan bekal teori di atas Reagen melakukan deregulasi ekonomi yang telah dirintis oleh Carter tahun 70-an. Kontrol atas harga minyak dicabut, aturan mengenai transportasi kereta api, industri minyak dan gas serta penyiaran diperlonggar. Dengan mengikuti langkah Thatcher, Reagen membatasi kekuatan serikat buruh. Setelah itu, gelombang neo-liberalisme segera menyebar ke hampir seluruh dunia yang meliputi; Amerika Latin, Asia Timur, India, sampai hampir negara Afrika. Negara yang memulai pertama kali setelah Inggris dan Amerika adalah negara-negara dominion Inggris seperti Australia, pada Paul Keating, Kanada, New Zeland, Chili, Argentia, Brazil, Jerman, Itali, Prancis, hingga Zambia dan Tanzania.
Kuatnya daya dorong kapitalisme ini sehingga membuat partai-partai yang pada awalnya memiliki platform politik yang lebih dekat ke kiri secara perlahan beralih ke kanan. Disinilah dapat disebut pemerintahan Toni Blair dari Inggris, Schroder dari jerman, Lionel Jospin dari Prancis yang pada awalnya ketiganya berasal dari partai buruh. Tetapi kebijakannya menganut sistem ekonomi neo-liberal yang kanan. Demikianlah perjalanan sejarah kapitalisme dari awal sampai akhir.
Kalau kita perhatikan dari awal masa perkembangannya kapitalisme memiliki identifikasi yang khas :
1.     Sistem ekocomi kapitalisme mentasbihkan kebebasan individu untuk melihat alat-alat produksi dan modal, bukan oleh negara atau yang disebut dengan Hak Individu (individual ownwrship).
2.     Ekonomi Pasar (market economy) perekonomian pasar berdasar pada preinsip spesialisasi kerja dan hal itu tidak diatur oleh siapapun keculai kondisi pasar itu sendiri
3.     Persaingan (competition) sebagai konsekuensi logis dari berkembangnya ekonomi pasar
4.     keuntungan (profit) prinsip keuntungan.

Kapitalime Masuk ke Indonesia
Masuknya penjajah asing ke negeri Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal tertanamnya pengaruh Barat di bumi Indonesia. Berdirinya VOC pada tahun 1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya nusantara pada Belanda secara ekonomis maupun politis. Pada era penjajahan ini negara-negara kapitalis Barat menanamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai cikal bakal negara Indonesia. Sampai dengan akhir abad ke-19 tidak ada peristiwa yang mampu mempengaruhi kehidupan sosial poltik masyarakat Hindia Belanda. Baru pada dekade terakhir abad ke19 muncul perlawanan dari dunia terjajah termasuk Indonesia terhadap praktik imperialise kolonialisme yang berjalan cukup lama menyebabkan negara-negara Kapitalis Eropa dan amerika mengalami great depresion (depresi ekonomi) dunia besar-besaran. Pada periode inilah dimulai kembalinya peran negara dalam sistem perekonomian global (welfare state).
Pada saat itulah paham Nation state (kebangsaan) mulai muncul di Indonesia, dan pada tahun 1945 akhirnya berdirilah negara Indonesia. Namun bukan berarti pengaruh negara-negara kapitalis berakhir begitu saja di Indonesia. Kalau pada zaman revolusi fisik upaya imperialisme dilakukan dengan penyerbuan fisik, kini upaya tersebut dilakuakn dengan infiltrasi modal asing dan penguasaan aset industri. Apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan keuangan AS dan Inggris yang mencoba menguasai sebagian besar aset industri Indonesia  sebenarnya bisa dipahami sebagai pengulangan penyerbuan yang beralih bentuk atas negara-negara berkembang yang dilakukan oleh kapitalisme global sebagai upaya melestarikan hegemoni dan kekuasaannya.
Pada tahun 1944 dilakukan pertemuan Brettton Woods yang menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, world Bank, IBRD, IMF,GATT. Lembaga-lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara terjajah termasuk Indonesia.
Namun disisi lain perebutan pengaruh antara negara kapitalis dan negara komunis di negara bekas jajahan terjadi begitu tajam. Negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh Amerika segera melakukan langkah-langkah politis untuk membendungnya. Pada tahun 1948 diperkenalkanlah ideologi developmentalisme (pembangunan) sebagai suatu hal yang harus disebarkan di negara yang baru merdeka termasuk Indonesia. Jelas di sini terlihat bahwa developmentalisme sebenarnya bentuk baru dari kapitalisme-modernisme-imperialisme yang disamping sebagai propaganda politis juga sebagai penangkal ideologi komunis yang mencoba masuk di negara dunia ketiga, begitu juga di Indonesia. Namun pada saat itu paham developmentalisme ditentang oleh pemerintahan Soekarno, sehingga Amerika melakuakan manuver politik untuk menjatuhkan Soekarno. Akhirnya pemerintahan Soekarno jatuh dan digantikan oleh pemerintahan Soeharto (Orde Baru). Di era inilah kepentingan-kepentingan kapitalisme bisa dengan mudah dijalankan di Indonesia. Sejak saat itu, beberapa strategi sosial, politik dan ekonomi yang dibangun oleh negara-negara kapitalis mulai diterapkan di bawah payung ideologi developmentalisme. Ideologi developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintah Orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no. 2 tahun 1968 mengenai penanaman modal asing (PMA). Sejak saat itu developmentalisme mengusai kereta kekuasaan di Indonesia. 
Pada tahun 1989 Uni Sovyet runtuh, hal ini menandai berakhirnya era perang dingin. Dengan berakhirnya perang dingin, maka negara-negara kapitalis tidak membutuhkan tameng untuk menghadapi komunisme. Akibatnya negara-negara yang selama ini menjadi tameng menjadi kehilangan peran, ini menyebabkan pemerintahan Orba menjadi rapuh karena negara-negara kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia.
Setelah negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi maka selanjutnya dibuat proyek sosial baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Kembali disini negara-negara dunia ketiga menjadi sasarannya termasuk Indonesia menjadi sasaran proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi di Indonesia yaitu dengan melakukan liberaliasasi sektor perbankan di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis moneter tahun 1997. untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada Januarai1998, Soeharto menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia. Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis sosial dan politik, dan meletuslah reformasi 1998. Jelas sudah bahwa sejak zaman dahulu hingga sekarang praktek kapitalisme terus merongrong kehidupan berbangsa dan benegara Indonesia.
Secara ringkas kapitalisme tidak lepas dari peran negara dan pasar. Ketika pasar lemah maka kapitalisme mendorong peran negara menjadi lebih kuat (welfare state), dan ketika pasar menjadi kuat maka kapitalisme mencoba memperlemah peran negara sehingga kebijakan ditentukan oleh pasar (neoliberalisme). Pada intinya paham neoliberalisme dapat dirumuskan sebagai berikut. Pertama, biarkan pasar bekerja, kepercayaan ini termasuk membebaskan perusahaan swasta dari negara atau pemerintah, apa pun akibat sosialnya. Kedua, kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif seperti subsidi pelayanan sosial seperti anggaran pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya, semua itu dilakuakan lagi-lagi untuk mengurangi peran negara. Ketiga, neoliberalisme  percaya pada deregulasi ekonomi. Keempat, keyakinan terhadap privatisasi, dengan menjual semua perusahaan swasta. Privatisasi inimeliputi bidang perbankan, industri strategis, PLN, trnsportasi umum, sekolah dan universitas, rumah sakit umum bahkan privatisasi air. Kelima, masukkan gagasan “barang-barang publik”, paham sosial atau komunitas gotong-royongserta berbagai keyakinan solidaritas sosial yang hidup di masyarakat kedalam peti es, untuk kemudian diganti dengan paham “tanggung jawab individual”, dalam hal ini yang menjadi korban adalah golongan paling miskin karena mereka mereka harus memecahkan masalah mereka sendiri seperti masalah kesehatan, pendidikan, jaminan sosial serta masalah-masalah lainnya.

B. Sosialisme-Komunisme
            Pada awalna, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme di pakai untuk menyebut aliran sosialis yang lebih radikal. Ada beberapa unsure yang terdapat dalam sosialisme, di antaranya dengan mewujudkan protes penolakan terhadap ketimpangan social. Dlam jaman Renaissance dan reformasi muncul protes terhadap ketimpangan dalam kemakmuran, dalam revolusi kaum puritan di abad 17 di ingris, berbarengan dengan gerakan utama yang berasal dari kaum menengah, ta,pil sebuah kelompok radikal yang di sebut “para penggali” atau para “pemerata sejati” (true leveres). Mereka berjuang untuk mempraktekan prinsip pemilikan tanah secara komunal dan bukan menyangkut penggunaanya.
            Unsure lain yang terdapat dalam sosialisme yaitu, protes terhadap prinsip cash nexus bahwa uang merupakan ikatan utama antara manusia, tidak terbatas pada tradisi sosial saja. Sejauh sosialisme mengandung, dalam dirinya unsure-unsur tersebut, maka dikatakan bahwa sosialisme sudah setua peradaban barat. Pemikiran yunanai maupun yahudi-kristen masing-masing menolak kekayaan sebagai landasan kehidupan yang bahagia.
            Tetapi kalau kita lihat sesuatu yang lebih konkrit dala sejarah di temukan bahwa sosialisme sebagai gerakan yang efektif dan terorganisir merupakan produk dari revolusi industri (1848)di inggris. Pada tahun 1820-an dan 1830-an di ingrris dan prancis muncul teori sosialisme modern, teori yagn memusatkan perhatian untuk mebebaskan kelas pekerja industri dari belenggu kapitalisme industri, perubahan dalam organisasi sosisal yang di sebabkan oleh industrialisasi ini mengakibatkan munculnya kesenjangan kelas buruh dan pemodal yang oleh Karl Marx di sebut dengan jam kerja buruh, kesehatan kerusakan lingkungan.
            Sosialisme adlah koreksi total terhadap gejala akses negative yang di timbulkan oleh pertentangan kelas buruh dngan kelas berjuasi dala system kapitalisme, dalam scenario yang disusun Marx dan sahabatnya, friedrich Engels yang akhirnya menjadi kitab suci bagi penganut sosialis-komunis dunia, Das Capital (1867). Buku ii menjadi inspirasi utama gerakan buruh di selurh dunia. Di kesempatan itulah kaum buruh akan merebut posisi sebagai pemegang produksi.

C. Fasisme
            Pasca perang Dunia I (1918) di Italia, sejarah revolusionernya, gerakan bersenjata sebagai jalan untuk menuju tampuk kekuasaan, di susul kemudian oleh “saudaranya”, Adolf Hitler muda yang menjadi roh fasisme jerman. Di tangan keduanyalah fasisme muncul sebagai paham sekaligus gerakan. Fasisme, sebagaiideologi yang di anut sebuah Negara, memuat cirri-ciri sebagai gerakan ideology yang Totaliter, Nasionalis, dan mengidolasi pemimpinnya.
            Setiap Negara yang fasis adalah Negara totaliter, yag berkuasa habis-habisan atas semua gerak hdup masyarakat di dalamnya. System totaliter telah mengatur sedemikian rupa bagaimana rakyat harus sekolah, bekera, melakukan aktifitas ekonomi, mengeluarkan pendapat bahkan dalam berkeluarga dan punya orasi yang pernah di sampaikan Hitler pada rally-raly kaum Nazi, “kamu bukanlah apa-apa, negaramu adalah segalanya.”
Latar belakang histories munculnya fasisme adalah kekalahan jerman dan Italia pada perang dunia I. kedua Negara mengalami kebangkrutan harga diri dan ekonomi. Jerman setelah menerima kekalahan dalam perang, terutama dalam perjanjian Versailles, secara terpaksa mebayar perbaikan-perbaikan untuk kerugian pemenang. Sementara itu didalam waktu yang sama, sebagai akbat perang, Italia harus menanggung hutang sekitar 95 juta Lira di wilayah ini. Kemudian munculnya Hitler dan Mussolini bagaikan air sejuk di siang bolong. Mereka berdua melakukan usaha – usaha untuk meyakinkan rakyat bahwa kejayaa Negara kota Troya di Italia ataupun ras Aria di Jerman harus menjadi motivasi untuk bangkit dari keterpurukan ini. Dalam konteks ini,  Nasionalisme sarat dengan Rasialisme. Implikasi paling nyata dan mengerikan adalah terbunuhnya 6 juta orang Yahudi dari kamp penampungan dalam kampanye anti semitis yang di korbankan Hitler.
Baik Hitler maupun Mussolini adalah dictator di negaranya masing – masing. Bukan saja karena mereka punya charisma dan kualitas kepemimpinan yang luar biasa di mata rakyatnya, tapi juga karena kaum fasis percaya bahwa kediktatoran harus di tempuh jika ingin menjadi Negara yang kuat.


--------o0o-------

PARADIGMA KRITIS TRANSFORMATIF (PKT)

Tujuan dan Target.
1.     Peserta memahami akar geneologis PKT.
2.     Peserta memahami fungsi PKT dalam pergerakan.
3.     Peserta mengetahui dan menelaah realitas sosial masyarakat dalam tatapan PKT.
Pokok bahasan:
1.     Paradigma;
2.     Order Paradigm ( Paradigma Keteraturan);
3.     Conflic Paradigm (Paradigma Konflik);
4.     Plural Paradigm (Paradigma  Plural);
5.     Perspektif Tranformatif;
6.     Setting Sosial yang melahirkan Paradigma kritis dan mengapa masih relevan dalam konteks sosial keIndonesiaan,;
7.     Paradigma Kritis Transformatif yang diterapkan di PMII;
8.     mengapa PMII memilih paradigma Kritis.

Apakah Paradigma itu?
      Paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun, seorang ahli fisika teoritik, dalam bukunya, the structur of scientific revolution, yang dipopulerkan oleh Robert Friederichs (the sociologi of sociology; 1970) Lodhal dan Cardon (1972), Effrat (1972) dan Philips (1973).
      Ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para pemikir diantaranya Robert Friederichs memberi pengertian bahwa paradigma adalah suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang mestinya dipelajari. Thomas S. Kuhn menyatakan bahwa paradigma adalah cara meninjau benda-benda, asumsi-asumsi yang diapakai bersama yang mengatur pandangan dari suatu zaman dan pendekatannya atas masalah-masalah ilmiah.
Masterman memberi pengertian paradigma sebagai “pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter). Sedangkan George Ritzer mengartikan paradigma sebagai apa yang harus dipelajari, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta seperangkat aturan tafsir sosial dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Maka, jika dirumuskan secara sederhana sesungguhnya paradigma adalah “How to see the world” semacam kaca mata untuk melihat, memaknai, menafsirkan masyarakat atau realitas sosial. Tafsir sosial ini kemudian menurunkan respon sosial yang memandu arahan pergerakan.

Jenis-Jenis Paradigma.
Willam Perdue, menyatakan dalam ilmu sosial dikenal adanya tiga jenis utama paradigma :
1.   Order Paradigma (Paradigma keteraturan)
    Inti dari paradigma keteraturan adalah bahwa masyarakat dipandang sebagai sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan sistemik. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial adalah fungsional terhadap struktur lainnya. Kemiskinan,  peperangan, perbudakan misalnya, merupakan suatu yang wajar, sebab fungsional. Terhadap masyarakat. Ini yang kemudian melahirkan teori strukturalisme fungsional. Secara eksternal paradigma ini dituduh ahistoris, konservatif, pro-satus quo, dan karenanya anti-perubahan. Paradigma ini mengingkari hukum kekuasaan  : setiap ada kekuasaan senantiasa ada perlawanan.
    Untuk memahami pola pemikiran paradigma keteraturan dapat di lihat skema berikut ini:

ELEMEN PARADIGMATIK
ASUMSI DASAR
TYPE IDEAL
Imajinasi Sufat Dasar Manusia
Rasional, memiliki kepentingan pribadi, ketidakseimbangan personal dan berpotensi memunculkan disiintegrasi sosial.
Pandangan Hobes mengenai konsep dasar Negara.
Imajinasi tentang Masyarakat
Consensus, kohesif/fungsional structural, ketidakseimbangan sosial, ahistoris, konsevatif, pro status quo, anti perubahan.
Negara Replublik Plato.
Imajinasi ilmu pengetahuan
Systematic, Positivistic, Kuantitatif dan prediktif.
Fungsionalisme August Comte, Fungsionalisme Durkheim, Fungsionalisme Struktural T. Parson.

2. Conflic Paradigma (Paradigma Konflik)
Secara konseptual paradigma Konflik menyerang paradigma keteraturan yang mengabaikan kenyataan :
·         Setiap unsur-unsur sosial dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak perubahan
·         Perubahan tidak selalu gradual;namun juga revolusioner
·         Dalam jangka panjang sistem sosial harus mengalami konflik sosial dalam lingkar setan (vicious circle) tak berujung pangkal
Kritik itulah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi paradigma konflik. Konflik dipandang sebagai inhern dalam setiap komunitas, tak mungkin dikebiri, apalagi dihilangkan. Konflik menjadi instrument perubahan.
Untuk memahami pola pemikiran aradigma konflik dapat dilihat skema berikut :

ELEMEN PARADIGMATIK
ASUMSI DASAR
TYPE IDEAL
Imajinasi Sufat Dasar Manusia
Rasional, Kooperatif, Sempurna.
Konsep Homo Feber Hegel.
Imajinasi tentang Masyarakat
Integrasi Sosial terjadi karena adanya dominasi, konflik menjadi instrument perubahan, Utopia.
Negara Republik Plato.
Imajinasi ilmu pengetahuan
Filasafat Materialisme, Historis, Holistic, dan Terapan.
Materialisme Historis Marx.

3.     Pluralis Paradigma (Paradigma Plural)
          Dari kontras antara paradigma keteraturan dan paradigma konflik tersebut melahirkan upaya membangun sintesis keduanya yang melahirkan paradigma plural. Paradigma plural memandang manusia sebagai sosok yang independent, bebas dn memilki otoritas serta otonomi untuk melakukan pemaknaan dan menafsirkan realitas sosial yang ada disekitarnya.
Untuk memahami pola pemikiran Pradigma Plural dilihat skema berikut :

ELEMEN PARADIGMATIK
ASUMSI DASAR
TYPE IDEAL
Imajinasi Sufat Dasar Manusia
Manusia bertindak atas kesadaran Subyektif, memiliki kebebasan, menafsirkan relaitas/aktif
Konsep Kesadaran Diri Imanuel Kant.
Imajinasi tentang Masyarakat
Struktur Internal yang membentuk kesadaranmanusia, kontrak sosial sebagai mekanisme kontrol.
Konsep Kontrak Sosial JJ Rousseau.
Imajinasi ilmu pengetahuan
Filsafat Idealisme, tindakan manusia tidak dapat di predikasi.
Metode Verstehen Weber.


Paradigma Kritis
Teori kritis merupakan produk dari institute penelitihan sosial Universitas Frankfurt German, yang dikomando oleh kalangan neo-marxis german. Pada intinya mereka tidak puas atas teori Negara Marxian yang terlalu bertendensi determinisme ekonomi. Determinisme ekonomi berasumsi bahwa perubahan akan terjadi apabila masalah ekonomi sudah stabil. Jadi basicstrurtur (ekonomi) sangat menentukan suprastruktur (politik, sosial, budaya, pendidikan dan seluruh dimensi kehidupan manusia). Kemudian mengembangkan kritik terhadap masyarakat dan berbagai sistem pengetahuan. Teori  kritis tidak hanya menumpukkan analisisnya pada struktur sosial, tapi juga teori kritis juga memberikan perhatian pada kebudayaan masyarakat (culture society).
Seluruh program teori kritis Madzhab Frankfurt dapat dikembalikan pada sebuah manifesto yang ditulis didalam Zeischrift tahun 1957oleh Horkheimer. Dalam artikel tentang “Teori Tradisional dan teori Kritik” (Traditionelle und KritischeTheorie) ini konsep “Teori kritis” pertama kalinya muncul. Tokoh utama teori kritis ini adalah Max Horkheimer (1895-1973), Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969), dan Herbert Marcuse (1898-1979)yang kemudian dilanjutkan oleh Generasi kedua mazhab Frankfurt yaitu Jurgen Habermas yang terkenal dengan teori komunikasinya.
George Ritzer, secara ringkas teori kkritis berfungsi untuk mengkritisi :
·         Teori Marxian yang deterministic;
·         Positivisme dalam sosiologi yang mencangkok metode sains eksak dalam wilayah sosial-humaniora katakanlah kritik epistemologi.
·         Teori-teori sosiologi yang kebanyakan hanya memperpanjang status quo;
·         Kritik terhadap masyarakat modern yang terjebal pada irrasionalitas, nalar teknologis, nalar instrumental yang gagal membebaskan manusia dari dominasi;
·         kritik kebudayaan yang dianggap hanya maenghancurkan otentisitas kemanusiaan.
Madzhab Frankfurt mengkarakterisasikan berpikir kritis dengan empat hal :
1.     Berpikir dalam totalitas (dialektis);
2.     Berpikir empiris-historis;
3.     Berpikir dalam teori kesatuan dan praksis;
4.     berpikir dalam realitas yang tengah dan terus bekerja (working reality)

Mereka mengembangkan apa yang disebut dengan kritik ideology atau kritik dominasi,  sasaran kritik ini bukan hanya pada struktur sosial namun juga pada idiologi dominant dalam masyarakat.
Dalam sejarahnya makna kritik dinisbatkan oleh para pemikir kritis yang  dianggap memberikan pengertian dan konstribusinya masing-masing:
1.     Kritik dalam pengertian Kantian.
 Immanuel Kant menumpukkan analisisnya pada aras epitimologis, tradisi epistimologi yang bergulat pada persoalan “isi” pengetahuan. Untuk menemukan kebenaran Kant mempertanyakan “conditrion of possibility” bagi pengetahuan. Bisa juga disederhanakan bahwa kritik Kant terhadap epistimologi tentang (kapasitas rasio dalam persoalan pengetahuan) bahwa rasio dapat menjadi kritis terhadapkemampuannya sendiri dan dapat menjadi “pengadilan tinggi”, kritik ini bersifat transcendental. Kritik dalam pengertian Kantian berarti kegiatan menguji shahih atau tidaknya klaim – klaim pengetahuan tanpa prasangka dan kegiatan ini di lakukan oleh rasio belaka.
2.     Kritik dalam pengertian Hegelian.
Kritik dalam makna hegelian merupakan kritik terhadap pemikiran kritis kantian. Menurut hegel, Kant berambisi membangun suatu “meta-teori” untuk menguji Valididas suatu teori.  Menurut hegel pengertian kritis merupakan refleksi-diri dalam upaya menempuh pergulatan panjang menuju ruh absolute. Secara singkat kritis berarti negasi atau dialektika, karena bagi hegel kesadaran timbul melalui rintangan – rintangan, yaitu dengan cara menegasi atau mengingkari rintangan – rintangan itu.
Hegel merupakan peletak dasar metode berpikir dialektis yang diadopsi dari prinsip tri-angle-nya Spinoza Diktumnya yang terkenal adalah the rational is reeal, the real is rational.
3.     Kritik dalam pengertian Marxian.
Menurut marx, konsep hegel seperti orang berjalan dengan kepala. Ini adalah terbalik. Dialektika hegelian dipandang terlalu idealis, yang memandang bahwa, yang berdialektika adalah pikiran. Ini kesalahan serius sebagai yang berdialektika adalah kekuatan-kekuatan material dalam masyarakat. Pikiran hanya refleksi dari kekuatan material (modal produksi masyarakat).
Marx mengembangkan konsep ini dalam rangka meterialismenya, kritik dalam konteks meterialisme sejarah ini berarti praksis revolusioner yang di lakukakn kaum proletariat atau perjuangan kelas. Kritik berarti usaha – usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi yang di hasilkan oleh hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Singkatnya kritik dalam arti marxian adalah teori dan praksis emansipatoris.
4.     Kritik dalam pengertian Freudian.
Madzhab frankfrut menerima Freud karena analisis Freudian mampu memberikan basis psikologis masyarakat, mampu membongkar konstruk kesadaran masyarakat. Kritik dalam arti Freudian adalah pembebasan individu dan masyarakat dari irrasionalitas menuju rasionalitas, dari ketidaksadaran menjajadi kesadaran.
                 
                  Dari tiga paradigma umum (pardigma keteraturan, paradigma konflik dan paradigma plural) tersebut juga merupakan pijakan-pijakan untuk membangun paradigma baru. Dari optik pertumbuhan teory sosiologi telah lahir paradigma kritis setelah dilakukan elaborasi antara paradigma pluralis (yang memiliki asumsi bahwa manusia merupakan sosok yang independent, bebas dan memiliki otoritas unutk menafsirkan realitas),dan paradigma konflik (yang memilki asumsi adanya pembongkaran atas dominasi satu kelomok pada yang lain). Apabila disimpulkan paradigma kritis adalah paradigma yang dalam melakukan tafsir sosial atau pembacaan terhadap realitas masyarakat bertumpu pada:
Ø   Analisis Struktural membaca format politik, format ekonomi dan politik hukum suatu masyarakat, untuk emnelusuri nalar dan mekanisme sosialnya utnuk membongkar pola dan relasi yang hegemonik, dominatif dan eksploitatif;
Ø  Analisis Ekonomi untuk menemukan fariabel ekonomi politik baik pada level nasional maupun internasional; 
Ø   Analisis Kritis yang membongkar “ the dominant ideology” baik itu berakar pada agama, nilai-nilai adapt, ilmu atau filsafat. Mebongkar logika dan mekanisme formasi suatu wacana resme dan pola-pola ekslusi antar wacana;
Ø   Psikoanalisis yang akan membongkar kesadaran palsu di masyarakat;
Ø   Analisis Kesejarahan yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, ideologi, filsafat, aktor-aktor sejarah baik pada level individual mupun sosial, kemajuan da kemunduran suatu masyarakat.
Paradigma kritis baru menjawab pertanyaan : struktur formasi sosial seperti apa yang sekarang sedang bekerja. Ini baru sampai pada logika dan mekanisme working-system yang menciptakan relasi tidak adil, hegemonic, dominatif, dan eksploitatif; namun belum mampu memberikan prespektif tentang jawaban terhadap formasi sosial tersebut; strategi mentransformasikannya; disinilah term transformatif melengkapi teori kritis.
Dalam perspektif Transformatif dianut epistimologi perubahan non-esensialis. Perubahan yang tidak hanya menumpukan pada revolusi politik atau perubahan yang bertumpu pada agen tunggal sejarah; entah kaum miskin kota (KMK), buruh atau petani, tapi perubahan yang serentak yang dilakukan secara bersama-sama. Disisi lain makna tranformatif harus mampu mentranformasikan gagasan dan gerakan sampai pada wilayah tindakan praksis ke masyarakat. Dari elitis menjadi humanis/populis, dari negara ke masyarakat, dari individualis menjadi sosialis (komunal).

Paradigma Kritis Transformatif yang diterapkan di PMII?
Dari paparan diatas, terlihat bahwa paradigma kritis sepenuhnya merupakan proses pemikiran manusia, dengan demikian dia adalah sekuer. Kenyataan ini yang membuat PMII dilematis, karena akan mendapat tuduhan sekuler jika pola pikir tersebut diberlakukan. Untuk menghindari dari tudingan tersebut, maka diperlukan adanya reformulasi penerapan paradigma kritis dalam tubuh warga pergerakn. Dalam hal ini, paradigma kritis diberlakukan hanya sebagai kerangka berpikir dan metodeanalisis dalam memandang persolan.  Dengan sendirinya dia tidak dilepaskan dari ketentuan ajaran agama, sebaliknya justru ingin mengembaikan dan memfungsikan ajaran agama sebagaimana mestinya.
Paradigma kritis berupaya menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari belenggu, melawan segala bentuk dominasi dan penindasan, membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafi dan hegemonik. Semua ini adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam islam, oleh karenanya pokok-pokok pikiran inilah yang dapat diterima sebgai titik pijak penerapan paradigma kritis di kalangan warga PMII.
      Contoh yang paling kongkrit dalam hal ini bisa ditunjuk pola pemikira yang menggunakan paradigma kritis dari beberapa intelektual Islam, diantaranya; Hassan Hanafi dengan kiri Islamnya yang mencoba mendefinisikan realitas secara kongkrit untuk mengetahui siapa memiliki apa, agar realitas berbicara dengan dirinya sendiri. Sebagai realisasi dari metode ini, dia menawarkan “desakralisasi teologi”dengan cara menjadikan teologi sebagai antropologi.pemikiran ini untu menghindarkan Islam agar tidak semata-mata menjadi system kepercayaan, melainkan juga sebagai system pemikiran. Berbeda dengan Hassan Hanafi, M. Arkoun berpendapat bahwa pemikiran Islam belum membuka diri pada kemoderenan dan karena itu tdaik dapat menjawab tantangan yang dihadapi umat muslim kontemporer.hanya digaantungkan kepada kepercayaan semata tanpa kritik. Pada akhirnya pemikiran Islam tidak memiliki pemahaman secara utuh dalam kondisi yang dihadapi.
      Disamping kedua pemiir Islam diatas sebenarnya masih banyak pemikir lain yang menerapkan paradigma kritis dalam mendekati agama misalnya An-Naim, Ali Asghar Engineer, Muhammad Thoha dann Nasr Abu Zayd.      
      Dari kedua contoh diatas terlihat bahwa paradigma kritis sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang lebih fungsional. Dengan kata lain, kalau paradigma kritis barat berdasarkan pada semangat revoluseoner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar pijakan, sebaliknya paradigma krits PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terjebak daqlam dogmatisme itu sebagai pijakna untuk membangkitkan sikap kritis melawan belenggu yang kadang disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang distortif.

Mengapa PMII memilih Paradigma Kritis Transformatif?
“Berfikir Kritis & Bertindak Tansformatif” itulah Jargon PMII dalam setiap membaca tafsir sosial yang sedang terjadi dalam konteks apapun. Dan ada beberapa alasan yang menyebabkan PMII harus memiliki paradigma kritis sebagai dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang dalam melakukan analisa terhadap relitas sosial. Alasan-alasan tersebut adalah:
1.     Masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola berpikir positivistik modernisme.
2.     Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk/plural, beragam, baik secara etnis, tradisi, kultur maupun kepercayaan (adanya pluralitas society).
3.     Pemerintahan yang menggunakan system yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonic (system pemerintahan menggunakan paradigma keteraturan yang anti perubahan dan pro status quo)
4.     Kuatnya belenggu dogmatisme agama, akibatnya agama menjadi kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakan nilai kemanusiaan.

Beberapa alasan mengenai mengapa PMII memilih Paradigma Kritis Tansformatif untuk dijadikan pisau analisis dalam menafsirkan realitas sosial. Karena pada hakekatnya dengan analisis PKT mengidealkan sebuah bentuk perubahan dari semua level dimensi kehidupan masyarakat (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan dll) secara bersama-sama. Hal ini juga tercermin dalam imagened community (komunitas imajiner) PMII yang mengidealkan orientasi out-put kader PMII yang diantaranya adalah : Intelektual Organik, Agamawan Kritis, Profesional Lobbiyer, Ekonom Cerdas, Budayawan Kritis, Politisi Tangguh, dan Praktisi Pendidikan yang Transformatif.


DAFTAR BACAAN PENUNJANG

v  Andi Arief, Politik Hegemoni Gramsci, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
v  Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat, Liberty, Yogykrta, 1992
v  Andree Feilrad, NU vis a vis Negara, LkiS, Yogyakarta, 1992
v  Bendix, Reinhard, Max Weber, Berkeley University of California Press, 1997
v  Franscis Arif Budiman, Menuju Masyarakat Komunikatif, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas, Kanisius, Yogyakarta, 1992
v  Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta, 1992
v  F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi, Kanisius, Yogyakarta, 1990
v  Greg Barton (Ed), Radikalisme Tradisional, LKiS, Yogyakarta, 1998
v  Kazuo Simogaki, Kiri Islam ; Antara Modernisme dan Post-Modernisme (Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi), LkiS, Yogyakarta, 1993
v  Moh. Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern, Insist, Jakarta.
v  DR. Mansour Fakih; Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar dan INSIST, 2001


---------o0o--------

Ke-PMII-an


Target dan Tujuan :
  1. Peserta memahami akar historis PMII;
  2. Peserta memahami  sejarah independensi dan interpendensi PMII;
  3. Peserta mampu memahami menganalisa sejarah perkembangan PMII.
  4. Peserta mampu memahami orientasi PMII kedepan

Pokok  Bahasan:
  1. Cikal bakal proses kelahiran kelahiran PMII;
  2. Reformulasi dan reorientasi gerakan PMII;
  3. Benata gerakan PMII;
  4. Bagaimana kader PMII harus bersikap.

1. Cikal Bakal dan proses Kelahiran PMII 
            PMII, yang sering kali disebut Indonesia Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Pengurus Tinggi Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) yang juga anak NU. Status anak cucu ini pun diabaikan dalam dokumen kenal lahir yang dibuat di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khodijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H.
            Meski begitu bukan lahirnya PMII berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan yang dihadapinya. Hasrat mendirikan mahasiswa NU memang sudah lama bergejolak, namun pihak PBNU belum memberikan Grenn Light, belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri untuk mewadahi anak-anak NU yang belajar di Perguruan Tinggi.
            Namun kemauan anak-anak muda itu tak pernah kendor, bahkan terus berkobar dari kampus ke kampus. Bisa dimengerti karena kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk melahirkan organisasi baru. Banyak organisasi mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya misalnya SEMII (dengan PSII), KMI (dengan PERTI), HMI (dengan MASYUMI), IMM (dengan MUHAMMADUYAH) dan HIMMAH (dengan WASHLIYAH) serta masih banyak lagi. Wajar jika anak-anak NU kemudian ingin mendirikan wadah sendiri dan bernaung dibawah panji dunia. Dan benar, keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Ikatan Mahasiswa NU (IMANU) pada akhir 1955, yaitu yang diprakasai oleh beberapa pimpinan pust dari IPNU.
            Namun IMANU tak berumur panjang karena PBNU menolak keberadaannya. Bisa dipahami kenapa PBNU bertindak keras, karena pada waktu itu IPNU baru saja lahir yaitu pada tanggal 24 Februari 1954. apa jadinya jika baru lahir saja belum terurus sudah terburu menangani yang lain, logis sekali. Jadi keberadaan PBNU bukan pada prinsip berdiri atau tidak adanya IMANU tapi lebih merupakan pertimbangan waktu, pembagian tugas dan evektifitas waktu.
            Dan baru setelah wadah “Departemen” itu dinilai tidak lagi efektif, tidak cukup kuat untuk menampung aspirasi mahasiswa NU, konferensi besar IPNU (14-16 Maret 1960 di Kaliurang Jogjakarta) sepakat mendirikan organisasi tersendiri. Lalu  berkumpulah tokoh-tokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama 3 hari di Taman Pendidikan Khodijah, Surabaya. Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama mereka impikan.
            Bertepatan dengan itu, ketua umum PBNU, K.H. Idham Kholid, memberikan lampu hijau, bahkan semangat pula membakar semangat agar mahasiswa NU menjadi kader partai, menjadi mahasiswa  yang berprinsip. Ilmu itu untuk diamalkan bukan ilmu itu untuk ilmu. Maka dengan itu lahirlah organisasi mahasiswa dibawah naungan payung NU,  pada tanggal 17 April 1960, lewat kandungan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Dan bayi yang lahir itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Dengan demikian, ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri. Bahwa kemudian harus berpanji dibawah panji NU, itu bukan sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi politik saat itu yang nyaris menciptakan iklim depedensi sebagai suatu kemutlakan. Tapi lebih dari itu keterikatan PMII pada NU memang sudah terbentuk dan memang sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, aqidah, cita-cita bahkan pola berpikir, bertindak dan berprilaku.
Sebagai Organisasi yang telah berusia hampir setangah abad, semestinya PMII telah mencapai periode kematangan. PMII yang didirikan pada t6anggal 17 april 1960 sebagai bagian integral dari organisasi social keagamaan terbesar didunia, NU, PMII memang berfungsi sebagai sayap mahasiswa NU disamping GP Ansor disayap pemuda, fatayat disayap remaja putri, muslimat disayap ibu-ibu, IPNU/IPPNU disayap pelajar, dan banom-banom yang lainya. Maka komitmen PMII kepada jam’iyyah NU adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Maka, keterlibatan PMII dimasa-masa awal berdirinya sebagai penyokong partai NU adalah sebuah keniscayaan.
Pda tahun 1974 ketika NU melakukan fusi politik dengan partai-partai islam lain dalam PPP, maka deklarasi independensi dimunarjati malang juga merupakan pilihan sejarah yang sangat penting. Dengan tegas PMII menyatakan independensi dari NU karena PMII memang harus menegaskan visinya bukan sebagian dari partai politi. Demikian pula deklarasi Interdependensi pada decade 80-an yang kembali menegaskan kesaling-tergantungan antara PMII-NU adalah bukti PMII tidak akan dapat meninggalkan komitmenya terhadap jam’iyyah NU.
Selama ini, kepengurusan di PMII dan organisasi-organisasi mahasiswa Estra lainya semisal HMI, IMM, PMKRI, GMNI, dan GMKI adalah sebagai batu loncatan untuk menduduki kursi-kursu di KNPI yang didukung oleh pemerintah. Nyata-nyatanya hanya organisasi yang pro pemerintah yang mendapatkan kursi di KNPI dan selanjutnya kursi di DPR/MPR RI. Organisasi-organisasi kritis tidak akan mendapatkan tempat dalam kultur politik orde baru yang sangat nepotis. Artinya antrian menuju kursi pemerintahan tidak akan pernah sampai kecuali memakai setrategi lain yang berada diluar mainstream dan PMII melakukan itu tatkala HMI yangb menjadi rival utamanya selama ini justru sedang bermesraan dengan rezim ordebaru melalui politik ijo royo-royo, dimana lebih dari 300 orang anggota MPR adalah alumni HMI. Akhirnya PMII bersama organ-organ mahasiswa forum cipayung minus HMI mendirikan sebuah forum bernama forum kebangsaan pemuda Indonesia (FKPI) sebagai bentuk keprihatinan atas mengentalnya politik aliran diindonesia.
Klimaks dari resistensi terhadap pemerintahan orde baru adalah gerakan mahasiswa di penghujung 1990-an dimana PMII berdiri dibarisan paling depan dalam menghancurkan rezim orde baru.         
            Mengenai makna dari PMII sendiri dari mulai kata “PERGERAKAN” adalah bahwa mahasiswa sebagai insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke-Tuhan-an dan kemanisian agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kuwalitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Khalifah Fil Ard. Kata “MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di Pergruuan Tinggi  yang mempunyai kebebasan dalam berpikir, bersikap dan bertindak kritis terhadap terhadap kemapanan struktur yang menindas, disamping itu mahasiswa ala PMII adalah sebagai insane Religius, insane Akademik, insane sosial, dan insane Mandiri.
            Kata “ISLAM” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama pembebas terhadap fenomena realitas sosial dengan paradigma Ahlusunnah Wal Jama’ah  yang konsep terhadap pendekatan agama islam secara proposional antara Iman, Islam dan Ihsan yang dalam pola pikir prilaku tercerminkan sifat-sifat selektif, akonodatif dan interatit. Kemudian yang terakhir, kata “INDONESIA” yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang mempunyai Falasafah ideology bangsa (Pancasila) dan UUD ’45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran berwawasan nusantara.

2. Reformulasi dan Reorentasi Gerakan PMII

            Pada awal-awal berdirinya, PMII masih menjadi gerakan Underbouw (Departement) NU baik secara structural (IPNU) maupun fungsionarisnya, karena pada waktu itu situasi sosial politik sangat panas dan banyak dari organisasi-organisasi mahasiswa yang berfailasi dengan kekuatan politik untuk sepenuhnya mendukung dan menyokong kemenangan partai, jadi gerakan PMII masih cenderung kepolitik praktis. Hal ini terjadi sampai tahun 1972.
            Dalam perjalanan sejarahnya, PMII terus mengadakan refleksi-aksi, refleksi aksi gerakan yang selama ini  diambilnyauntuk menjadi cermin transformative bagi gerakan-gerakan PMII dimasa yang akan dating, keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis yang terlalu jauh dalam Pemilu tahun 1971 itu akhirnya sangat merugikan PMII sendiri sebagai organisasi mahasiswa, yang akibatnya PMII banyak kemunduran  dalam segala aspek gerakan. Hal ini juga berakibat buruk pada beberapa Cabang PMII beberapa daerah.
            Kondisi ini akhirnya menyadarkan PMII untuk mengkaji ulang gerakan yang selama ini dilakukannya, khususnya dalam dunia politik praktis. Setelah melalui beberapa pertimbangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar pada tanggal 14-16 Juli 1972 PMII mencetuskan deklarasi INdependet di Munarjati Lawang Jawa Timur, yang lebih dikenal dengan Deklarasi Munarjati”.  Sejak itulah PMII secara formal structural lepas di bawah naungan NU, dan langsung membuka akses dan ruang sebesar-besarnya tanpa berpihak kepada salah satu partai politik. Hingga saat ini indepedensi itu masih terus dipertahankan dengan penegasan “Penegasan Cibogo” pada tanggal 08 Oktober 1989. bentuk dari indepedensi itu sebagai upaya merespon pembangunan dan modemitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sampai kemudian PMII melakukan reformasi gerakan lagi pada kongres X PMII pada tanggal 27 Okteber 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta. Pada kongres tersebut ada keinginan untuk mempertegas kembali hubungan PMII dengan NU,  yang akhirnya melahirkan pertanyaan. “Dekralarasi Indepedensi PMII-NU”. Penegasan hubungan itu didasarkan kepada pemikiran-pemikiran antara lain : pertama, adanya ikatan kesejarahan (historisitas) yang mempertautkan antara pemikiran PMII-NU. Adapun kehidupan menyatakn dirinya sebagai organisasi independent, hendaknya tidak dipahami secara sempit sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapuskan arti ikatan kesejarahan. Kedua, adanya persamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi PMII-NU keutuhan komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesia-an merupakan perwujudan beragama dan berbangsa bagi setiap muslim Indonesia.

3. Menata Gerakan PMII
                  Perubahan-perubahan dalam system politik nasional yang pada akhirnya membawa dampak pada bentuk dinamika ormas-ormas mahasiswa termasuk PMII sendiri. Disamping itu, sikap kritis yang amat dibutuhnkan mendorong para aktifis PMII secara dinamis sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita gerakan mahasiswa sebagai agen of social change.
            Sebenarnya pada era tahun 1980an, PMII ulai serius masuk dan melakukan advokasi-advokasi terhadap amsayrakat serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakan. Setidaknya ada dua momentum/peristiwa besar yang ikut mewarnai pergulatan PMII dalam wilayah kebangsaan Pertama,penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asa tunggal, kedua, kembalinya NU ke Khittah 1926 pada tahun 1984 ketika itu PMII mampu memposisikan yang cukup startegis karena:
  1. PMII memberikan prioritas kepada upaya pengembangan intelektual;
  2. PMII menghindari bentuk dari praktek politijk praktis dan bergerak diwilayah pemberdayaan Civil Society;
  3. PMII lebih mengembangkan sikap dan paradigma kritisme terhadap Negara.

Pada periode tahun 1985-an PMII juga melakukan reorientasi dan reposisi gerakan yang akhirnya menghasilkan rumusan Nilai dasar Pergerakan (NDP), sepanjang tahun1990-an, PMII telah melakukan diskursif-diskursif serta issue-issue penting, seperti Islam Transformatif, demokrasi, pluralisme, Civil Society, masyarakat komunikatif, teori kritik postmodernisme.
Seirang dengan naikknya Gus Dur menjadi orang nomor Wahid yang ke-4 di Indonesia. Serta merta aktifis PMII mengalami kebingungan apakah Civil Society harus berakhir ketika Gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simpul talimperjuangan Civil Society naik ketampuk kekuasaan. Dan ketika Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden, patradigma yang selama ini menjadi aras gerak PMII telah patah. Paradigma ini kemudian diganti dengan Paradigma Kritis Transformatif.
Bagaimana Kita sebagai Kader PMII harus bersikap?
Adalah suatu keniscayaan dan tanggung jawab besar kita sebagai generasi penerus bangsa umunya dan kader PMII khususnya untuk berfikir kritis terhadap setiap kebijakan Negara yang kadang kala sama sekali tidak memihak terhadap rakyat kecil dan cenderung menindas, begitupun secara mikro kebijakan yang ada dikampus kita, kampus putih, kampus ra kyat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yang kedua kita sebagai kader pergerakan harus mampu mengawal perubahan kearah yang lebih baik serta responsive terhadap realitas social yang ada.
Landasan filosofis PMII adalah Nilai-Nilai Dasar Pergerakan (NDP)  yang disitu ada Hablun Minallah (hubungan dengan Allah), Hablun Minannas (hubungan manusia dengan sesama manusia), Hablun minal ‘alam (hubungan dengan alam. Landasan berfikir PMIII adalah  Ahli Sunna Wal Jama’ah (Aswaja) yang didalamnya ada tasammuh (toleran), tawazzun (keseimbangan), tawassuth (moderat), ta’addul (keadilan) yang menjadi Manhajul Fikr (Metodologi berfikir) dan sebagai instrument perubahan. Landasan paradigmatiknya adalah Paradigma Kritis Transformatif (PKT) yang menjadikan perangkat perubahan analisa yang menjadi mencita-citakan perubahan pada semua level/bidang. Ketiga landasan itulah yang dijadikan acuan/pedoman yang haruas dimiliki oleh setiap kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).                  
Sedangkan individu-individu yang membentuk komunitas PMII dipersatukan oleh konstruk ideal seorang manusia. Secara ideologis, PMII merumuskan sebagai Ulul-albab. (Citra diri seorang kader PMII). Komunitas ulul-albab ini dicirikan:

  1. Berkesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-manusia-alam;
  2. Berjiwa optmis-transendental atas kemampuan mengatasi masalah lehidupan;
  3. Berfikir secara dialektis;
  4. Bersikap Kritis;
  5. Bertindak Transformatif.

Visi dan Misi besar PMII harus tetap kita kawal yang nantinya menuju pada terbebasnya masa rakyat, pekerja dan terciptanya tatanan masyarakat adil makmur sepenuhnya.


------o0o-------

GERAKAN MAHASISWA INDONESIA
Tujuan dan Target:
  1. Peserta memahami sejarah munculnya dan perkembangan gerakan mahasiswa hingga kini.
  2. Peserta memahami setting sosial yang melahirkan momentum penting gerakan mahasiswa.
  3. Peserta menyadari tanggung jawab sosialnya sebagai mahasiswa, mengetahui sejarah peran dan gerakan mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pokok bahasan:  
  1. Setingg sosial kelahiran dan peran serta gerakan mahasiswa mulai dari tahun 1908, 1928, 1945, 1955, 1966,  1974, 1998, 2005.
  2. Sebab-sebab  kegagalan Gerakan mahasiswa disetiap momentum atau beberapa momentum (perbedaan karakteristik setiap momentum).
  3. Posisi strategis mahasiswa dan tanggung jawab sosialnya sebagai kelompok well informed.
           
            Mahasiswa adalah salah satu elemen yang vital dan mempunyai peran yang penting dalam mengawal dan melakukan sebuah perubahan di setiap Negara. Peran dan tanggung jawab mahasiswa dalam melakukan kerja-kerja gerakan dalam sebuah perubahan tersebut menjadi suatu hal yang lumrah dalam garis sejarah sebuah bangsa. Apalagi dalam sejarah perubahan bangsa kita “Indonesia”. Dan mahasiswa bagian dari stuktur social yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, maka kita tidak heran apabila orang menyebutnya sebagai agent of change and Social control.
            Akan tetapi mampukah kita mengemban amanah tersebut dan merealisasikan dalam kehidupan sosial? Dan ini merupakan pekerjaan rumah kita bersama (PR). Tanggung jawab yang dipikulnya sangatlah berat, selain mahasiswa punya tanggung jawab akademik mahasiswa juga punya tanggung jawab sosial. Agar kita tidak hanya berdiri diatas menara gading dalam melihat realitas kebangsaan yang hari ini kita rasakan akan tetapi kita harus membaur dan menyatu dengan masyarakat dalam mentransformasikan problematika kebangsaan dan bersama-sama seluruh elemen bangsa kita akan melakukan perubahan yang dicita-citakan oleh seluru rakyat Indonesia, Hal serupa juga pernah dilakukan oleh sang revolusioner sejati baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Beliau juga mempunyai tanggug jawab kepada Allah sebagai makhluk-Nya untuk melakukan ibadah walau sudah ada jaminan masuk surga. Akan tetapi tanggung jawab terhadap masyarakat arab yang masih jahiliyah merupakan salah satu tugas beliau yang paling berat dalam memberantas kejahiliaan dan membawa mereka pada jalan yang benar. Dan ini merupakan manifestasi dari gerakan sosial beliau sebagai utusan dan Kholifah di muka bumi.
            Kesadaran akan peran dan tanggung jawab mahasiswa di tengah problematika kebangsaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena bagaimanapun juga antara mahasiswa dan masyarakat merupakan satu elemen sosial yang tak bisa dipisahkan. Mahasiswa adalah masyarakat terdidik yang harus bertanggungjawab atas realitas kebangsaan. Jika selama ini mereka hanya sadar akan tanggung jawab akademiknya maka mahasiswa sudah tercerabut dari akar rumputnya yaitu masyarakat. Dan kesadarannya pun adalah kesadaran naif.
            Sejarah Indonesia mencatat bahwa dalam setiap perubahan dan peristiwa-peristiwa besar yang menyangkut pkelangsungan bangsa ini, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dan pioneer yang mampu berperan aktif dalam setiap perubahan tersebut.
            Peristiwa 1908, yang dijadikan sebagai momentum awal kebangkitan nasional Indonesia merupakan periode nasional yang banyak di isi oleh para mahasiswa bangsa ini. Peristiwa sumpah pemuda 1928 yang melahirkan kebulatan tekad bangsa ini pun tidak terlepas dari peran mahasiswa dengan komunitas Jong-jongnya pada saat itu. Belum lagi peristiwa-peristiwa penting lainnya yang terjadi pra kemerdekaan yang kesemuanya tidak mungkin terlepas dri adanya peran aktif mahasiswa-mahasiswa Indonesia pada saat itu. Soetomo, Soekarno, Hatta, M. Yamin, mereka semua adalah para founding fathers kita yang berangkat dari semenjak mahasiswa hingga menjadi pelopor perjuangan kemerdekaan bagi bangsa ini.
            Pasca Proklamasi 1945, mahasiswa harus berbenturan dengan kebijakan dan kondisi politik Indonesia dimasa kepemimpinan Soekarno. Tingginya suhu politik dan peran aktif parpol menjadikan gerakan mahasiswa tidak mampu berdiri sendiri secara independent. Germa identik dengan afiliasi politik parpol tertentu dan inilah yang menjadikan mandeg dan monotonnya germa pada saat itu. Walaupun pada akhirnya pada tahun 1966 pasca peristiwa G30 S/PKI tahun 1965 germa kembali menjadi palang awal pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.
            Tampilnya Orde baru pasca runtuhnya Orde Lama, bukannya mampu menghantarkan Indonesia kea rah yang lebih baik, tapi justru sebaliknya. Banyak sekali kecurangan-kecurangan politik dan tindakan-tindakan pembodohan yang dilakukan pemerintah Orba pada rakyat Indonesia pada saat itu. Pemaksaan dan penyeragaman serta kesewengan-wenangan pemerintah dalam menerapkan kebijakannya menjadikan pemerintahan Orba sebagai pemerintahan yang superior yang tidak bisa di ganggu gugat oleh siapapun. Demokrasi dikebiri, hak assi disederhanakan dan pembangunan (Developmentalisme) dijadikan alas an bagi penindasan.
            Kondisi seperti ini yang kemudian menjadikan mahasiswa sebagai actor terpenting dalam mengawal dan menyarakan hak-hak rakyat, walaupun banyak sekali hambatan dan represifitas yang dilakukan Pemerintah Orba kepada mahasiswa, namun semangat juang mahasiswa tidak pernah surut. Tercatat, peristiwa malaria 1974, peristiwa pembredelan LPM di kampus-kampus kritis, peristiwa penculikan-penculikanaktivis mahasiswa dan terakhir puncaknya pada peristiwa Reformasi 1998.
            Pasca Reformasi 1998 kembali mahasiswa harus dihadapkan dengan kondisi bangsa yang sulit dan masih terkatung-katung. Untuk kesekian kalinya perjuangan mahasiswa dalam menggulingkan rezim orde baru yang tiranik-hegemonik, menjadi sia-sia. Karena sekali lagi mahasiswa hanya dijadikan alat oleh kepentingan-kepentingan elit politik yang mempunyai hidden agenda untuk kepentingan kekuasaan di Indonesia.
            Dari sekian hal perubahan-perubahan yang terjadi dalam negeri ini kita bisa melihat bahwa peran serta mahasiswa didalamnya sangat besar dan selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan-perubahan tersebut. Tanggungjawab dan rasa keterpanggilan mahasiswa di setiap angkatannya mampu mewarnai deru sejarah negeri ini.
            Maka kemudian, mahasiswa sebagai kaum intelek dituntut untuk mampu memenuhi tiga tanggung jawab besar, yakni tanggung jawab  Intelektual, moral dan social. Dari tiga tanggung jawab inilah mungkin yang harus kita cermati dan sadari sehingga mahasiswa sebagai actor perubahan harus peka terhadap kondisi obyektif sebuah bangsa-negara sehingga nantinya mampu menjalankan peranan yang proporsional demi terwujudkannya perubahan yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara.
            Pemahaman terhadap peran dan tanggung jawab mahsisiwa kemudian menjadi sebuah keniscayaan ketika orientasi gerakan mahasiswa menjadi cenderung pragmatis dan pembangunan opini politik masyarakat luas, dengan perdebatan format gerakan mahasiswa dari aksi massa menjadi aksi informasi. Yang penting adalah bagaimana kemudian gerakan mahasiswa mengafirmasi ( memperkuat ) atau menegasi ( memperbaharui ) tatanan social.
Berangkat dari kondisi tersebut kita perlu mengetahui peristiwa-peristiwa besar seputar gerakan Pemuda mahasiswa yang menyangkut kelangsungan bangsa ini mulai dari actor yang terlibat, karakter gerakan yang dibangun sampai pada realitas social yang melingkupinya.


Table Perjalanan Gerakan Pemuda/Mahasiswa Indonesia

Periodesasi
Actor Gerakan
Karakter Gerakan (Isu Utama)
Gagasan
Konteks Sosial Politik
Masa Kolenial (1907-1925)
- masa afiliasi dan kedaerahan
Syarikat priyayi dan  SDI -1907
Persatuan Boemi Putera
Ide Kemajuan
Politik etis
Boedi Utomo - 1908
Pendidikan anak bangsa, kesadaran berorganisasi
Ide kemajuan jawanisme
Indische Partj - 1911
Persatuan melawan kolonialisme, kemandirian
Nasionalisme Hindia
Politik diskriminasi
Trikoro Dharmo – 1915-Jong Java-1918
kedaerahan
Ide kemajuan Nation Jawa
Jong sumatranen Bond - 1919
kedaerahan
Ide kemajuan Nation Sumatra
Jong Ambon, Jong Minahasa, JOng Celebes
Idem
Idem
Jong Islamieten Bond - 1924
keislaman
Ide kemajuan
Indische Vereneging 1916 – Perhimpunan Indonesia (1925)
Demi kemerdekaan Pencarian legitimasi internasional
Nasionalisme Ernest Renan Sosialisme
Pasca PD I, Liberalisme Eropa
(1925-1942)
-Masa Persatuan dan rintisan kemerdekaan
Perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI)-1925
Demi kemerdekaan Persatuan pemuda Indonesia
Nasionalisme Indonesia
Pergolakan Nasional melawan Belanda

Kongres Pemuda I (1926)
Pembangunan solidaritas
Fusi kekuatan pemuda

Kongres Pemuda II (1928)
Persatuan Pemuda
Sumpah Pemuda

Bergabung dengan partai-partai non-kooperatif (1933)
Demi kemerdekaan
Nasionalisme
Pendudukan Jepang (1942-1945)
(Gerakan pemuda stagnan) kecuali pada organisasi militer PETA, dll
Kemerdekaan
Nasionalisme
Perang Dunia II
Revolusi kemerdekaan (1945-1950)
Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI)
Pro-Republik Politik
NKRI
Usaha Belanda menguasai kembali Indonesia
Orde Lama (1950-1966)
Dewan mahasiswa (DEMA)- 1950
 Intra kurikuler Non-politis
 -
Pertumbuhan PT
Underbow Parpol, GMNI,CGMI,HMI
Propaganda parpol Politis
Kampus sebagai Quasi Battle ground
Demokrasi parlementer

Kesatuan Aksi mahasisw Indonesia (KAMI)
Pergantian rezim penumpasan PKI
Demokrasi Anti-komunis
G-30/S Runtuhnya Orde Lama
Orde Baru (1966-1978) –masa berkobar
Petisi 24 Oktober 1973
Pemerataan dan reorietasi pembangunan
Dependencia Kritik developmentalisme
Pemiu 1971 yang curang Pemerintahan korup
Dema se-jakarta- malaria (1974)
Anti dominasi Asing (produk Jepang)
nasionalisme
Masuknya investasi asing
Persatuan Mahasiswa se-jakasrta 91977)
-          Pembaruan struktur politik
-          Kembali ke UUD 1945
-          Tolak soeharto
Kerakyatan (lllich, Schumacher) Rwegulize
Pemilu 1977 ORBA otoriter
(1978-1997)
- masa stagnan
- reorientasi gerakan
Ornop & KS (kelompok studi0
Pembangunan alternatif
  • structural-historis
  • populisme-kritis
  • islam alternatif
Paska nkk-BKK (1978)
Lembaga pers mahasiswa
-          menolak elitisme mahasiswa
-          menyuarakan kritisisme
Revormasi (1998-sampai sekarang)
Forrkot, NEM se-Indonesia, KAMMI, PMII, PRD, dll.
-turunkan Soeharto
-Hapus KKN
-Hapus dwi-fungsi ABRI
-Usut pelanggaran HAM
-Reformasi structural Demokratisasi
-krisis ekonomi golbalisasi


-----o0o-----

GERAKAN PEREMPUAN
Tujuan dan Target:
  1. Peserta memahami atas konsep gender 
  2. Peserta mengetahui implikasi biologis terhadap ketidak adilan gender.
  3. Peserta mengetahui historisitas gerakan perempuan.
  4. Peserta memahami pola gerakan perempuan
  5. Terbentuknya kesadaran kritis akan realitas ketidakadilan gender untuk selanjutnya melakukan gerakan perubahan sosial.
Pokok Bahasan :
  1. Perbedaan sex dan gender.
  2. Manifestasi ketidak adilan gender.
  3. Landasan teoritik terbentuknya gender
  4. Perspektif teory feminis.
  5. Sejarah gerakan perempuan di Indonesia dan pola gerakannnya

GERAKAN PEREMPUAN

            Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal. Yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan  dikonstruksi secara sosial dan kulturan melalui ajaran agama maupun Negara. Mengapa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan gender?
            Konsep penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep sex (jenis kelamin) dan konsep gender (konstruksi sosial). Pemahaman terhadap perbedaan antara konsep sex dan  gender sangat diperlukan untuk melakukan analisis dan memahami persoalan-persoalan mengenai ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya kaitan antara perbedaan gender (gender difference) dan ketidak adilan gender (gender inequlities) dengan struktur keadilan masyarakat secara lebih luas.
            Perbedaan anatomi biologis antara laki-laki dan perempuan cukup jelas akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan jenis kelamin inilah meimbulkan perdebatan,  karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (sex) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap jenis kelamin inilah yang disebut gender. Sesungguhnya atribut dan beban gender tidak mesti ditentukan oleh atribut biologis. Jadi dapat dibedakan antara pemilikan penis dan vagina sebagai peristiwa sosial budaya dan pemilikan penis dan vagina sebagai peristiwa biologis. Yang pertama bisa disebut alat kelamin biologi. (phisikal genital) dan yang kedua dapat disebut alat kelamin budaya (cultural genital). Secara biologis memang alat kelamin adalah konstruksi biologis karena bagian anatomi seseorang yang tidak terkait dengan keadaan sosial budaya masyarakat (gender less). Akan tetapi secara budaya alat jenis kelamin menjadi faktor paling penting dalam melegitimasikan atribut gender seseorang. Begitu atribut jenis kelamin kelihatan, maka pada saat itu konstruksi budaya mulai terbentuk. Atribut ini juga senantiasa digunakan untuk menentukan hubungan relasi gender, seperti pembagian fungsi, peran dan status dalam masyarakat.
  • Definisi Gender Menurut Tokoh
1.     Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus Inggris-Indonesia, kata gender  berasal dari bahasa Inggris, gender berarti jenis kelamin.
2.     Didalam women studies encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep cultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laiki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
3.     Kantor menteri urusan peranan wanita dengan ejaan : “gender”. Gender diartikan sebagai interpretasi  mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
            Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan sex dan gender yaitu, sex merupakan jenis kelamin berdasrkan anatomi biologis yang tidak bisa dipertukarkan dan dirubah kecuali dengan operasi. Sedangkan gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya.

·      Manifestasi ketidakadilan Gender
            Yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan gender bagi kaum laki-laki terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yakni:
1.     Marginalisasi
 Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakian, fagsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
2.     Gender dan Subordinasi
Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang suboordinatif,
3.      Gender dan Streotip
Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Contoh perempuan penggoda, perempuan malam, dsb.
4.       Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesame manusia pada dasarnya berawal dari berbagai sumber, namun jelas suatu kekerasan terhadap suatu  jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh bias gender.
5.       Gender dan Beban Kerja (Double Barden)
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestic rumah tangga menjadi tanggungjawab perempuan.

·                   Historisitas Gerakan Perempuan Di Indonesia
            Sejak dahulu telah ada orang-orang yang memberi perhatian pada nasib wanita, yang dianggap perlakukan tidak adil dalam masyarakat maupun dalam keluarga dibanding pria. Tetapi dimanapun masih dirasakan adanya ketimpangan dalam pengakuan dan penghargaan  terhadap wanita dari pada pria. Pada abad 18 di perancis muncul gerakan wanita, gerakan itu didorong oleh ideology pencerahan (Aufklarung) yang menyatakan rasio (akal). Semua manusia, pria dan wanita pada dasarnya adalah makhluk rasional maka penting adalah pendidikan untuk meningkatkan kecerdasannya. Kecerdasan dianggap syarat mutlak untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Mereka menuntut hak wanita sejajar dengan pria (Equality) dibidang politik, kesempatan memperoleh pendidikan, perbaikan dalam hukum  perkawinan dan lain sebagainya. Revolusi tahun 1789 tidak banyak memberi keuntungan kepada wanita, bahkan perkumpulan-perkumpulan wanita dilarang dan dalam hukum perdata yang disusun oleh pemimin-pemimpin revolusi dan disahkan oleh Napoleon I menunjukkan rendahnya kedudukan wanita.
            Sejarah gerakan wanita di Indonesia menunjukkan kemiripan dengan gerakan wanita di Negara-negara yang pernah mengalami penjajahan oleh Negara-negara barat. Di Indonesia, prose situ sudah menjelma pada abad ke-19 (pra kemerdekaan) dalam bentuk peperangan di banyak daerah dibawah pimpinan para raja atau tokoh-tokoh. Dalam peperangan tersebut dikenal beberapa tokoh wanita antara lain : Martha Grhistina Tiahahu, Cut Meutia, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang. Bentuk perlawanan tersebut bersifat konfrontatif.
            Pada abad 19 berawal dari politik etis Belanda mempunyai inisiatif untuk membalas budi atas tanah jajahannya dengan cara memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia. Akan tetapi. Kesempatan memperoleh pendidikan hanya terbatas pada golongan-golongan tertentu saja. Kartini yang karena pergaulannya dan korespondensinya dengan orang-orang belanda, memperkuat pemikirannya bahwa pendidikan sangat  penting untuk kemajuan bangsa.
            Pada masa itu politik etis juga tidak menguntungkan bagi perkembangan dan kemajuan perempuan. Ternyata dari program edukasi Belanda yang mampu mengaksis pendidikan hanyalah kaum elit, penguasa dan priyayi. Hal ini dipengaruhi oleh kuatnya feodalisme dan budaya patriarki yang diyakini oleh kaum yang berkuasa waktu itu. Lagi-lagi perempuan tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk mengakses pendidikan.
            Berangkat dari kondisi seperti itulah tokoh perempuan kartini tergugah nurannya untuk melakukan penyadaran, perlawanan dan perubahan system yang berlaku yaitu dengan menuntut akses pendidikan yang sama bagi perempuan. Selain itu dia juga mendirikan sekolah-sekolah ketrampilan bagi kaum perempuan pada masa itu, meskipun banyak mendapat perlawanan dari kaum penjajah.

            Semenjak itu banyak bermunculan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia, diantaranya adalah :
·         Pada tahun 1912-19328 berdiri organisasi perempuan bernama Putri Mardika. Organisasi ini menuntut akses pendidikan yang lebih adil antara  laki-laki dan perempuan serta menuntut keadilan posisi serta peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga.
·         Pada akhir tahun 1920-an pola gerakan wanita lebih diorientasikan pada wilayah politik. Isu yang mereka bawa adalah menuntut partisipasi perempuan dalam kancah politik dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan.
·         Tahun 1928-1935 muncul organisasi Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang merupakan bentukan dari hasil Kongres Perempuan Indonesia yang diadakan pada tanggal 22 Desember. Corak gerakan yang ada cendrung sosialis-nasionalis. Mereka mengangkat isu-isu seputar perlindungan  wanita dan anak-anak dalam perkawinan, mencegah perkawinan anak-anak, menuntut pendidikan bagi anak-anak, dan kedudukan wanita dalam perkawinan.
·         Pasca kemerdekaan (1945-1946) corak serta karakteristik gerakan perempuan masih berkuat pada wilayah sosial (terutama perbaikan nasib perempuan) dan perjuangan melawan penjajah. Ini diperkuat dengan munculnya WANI (wanita Indonesia) dan KOWANI (kumpulan dari beberapa organisasi perempuan). Isu yang diangkat menuntut dan mempertahankan keadilan sosial.
            Kemudian baru pada sekitar tahun 1950-1965 organisasi perempuan terjun dipergerakan nasional. Mereka konfrontatif dengan penjajah. Dalam artian, mereka langsung terjun digaris perlawanan melawan penjajah. Salah satu diantaranya adalah GERWIS. Organisasi ini berdiri tahun 1950 dengan isu gerakan orientasi pendidikan yang lebih terhadap perempuan, dan menyediakan fasilitas penitipan anak. Proses selanjutnya GERWIS, pada tahun 1954 berubah nama menjadi  GERWANI. Orientasi gerakab berubah kearah politik. Isu yang dibawa pun lebih banyak menuntut partisipasi perempuan didalam parlemen, menuntut suara perempuan di parlemen, pembentukan organisasi perempuan, dan menuntut hukum perkawinan. Ternyata dalam prosesnya GERWANI mampu menunjukkan eksistensinya dengan keberhasilannya mampu memobilisir massa (organisasi-organisasi perempuan) dan satu-satunya perempuan terbesar waktu itu dengan jumlah anggota (kurang lebih satu juta massa). Dan GERWANI mampu menjadi pelopor gerakan perempuan di bidang politik. Sampai kemudian tibalah masa demokrasi terpimpin (pergantian pucuk kekuasaan Orde lama ke Orde baru), yang berimplikasi pada pengjancuran gerakan permpuan (GERWANI)  pada tahun 1965. sejak itulah gerakan perempuan tidak pernah terdengar lagi  gaungnya. Gerakan perempuan seperti hilang ditelan masa. Karena sejak Kemokrasi. Terpimpin mengabil alih gerakan perempuan ditarik, dikoordinasikan dan disatukan kewilyah domestic. Disini ada semacam domestikasi gerakan. Orientasi gerakan diarahkan pada wilayah-wilayah domestic. Walaupun telah berdiri organisasi-organisasi seperti IDHATA Ikatan Dharma Wanita), akan tetapi fungsi dari pada organ tersebut hanya sebagai wadah perkumpulan para  perempuan-perempuan atau istri dari pada kepala desa, lurah, polisi serta pejabat.  Wilayah garapanpun hanya pada masalah keperempuanan yang sifatnya domestic. Tidak pernah sekalipun  menyoroti masalah sosial kemasyarakatn ataupun politik. Akan tetapi masih ada  sisa-sisa dari gerakab perempuan (KOWANI) yang berhasil meng’gol’kan UUD perkawinin dan UUD ketenagakerjaan (memperjuangkan nasib buruh wanita) pada tahun 1974. kemudian baru pada Revormasi (1998), sentralnya pada masa kepemimpinan GusDur (sampai sekarang), banyak munculnya LSM-LSM dan PSW yang diberi hak penuh untuk berkreasi dan mengeluarkan pendapat, terutama bagi organisaai perempuan yang selama ini hak berbicara dan berpolitiknya dipasung. Orientasi LSM perempuan dan PSW (Pusat Study Wanita) lebih mengarah  pada program pendampingan masyarakat (realitas sosial). Dan ada sebuah organisasi perempuan yang intens menyikapi serta mengkritisi kebijakan pemerintah, yaitu KPI (Koalisi Perempuan Internasional).
            Perlu diingat bahwa pergerakan (perempuan) tidak hanya melulu berkutat pada orientasi keperempuanan. Ada persoalan yang lebih makro lagi untuk diperjuangkan bisa lepas dari pergerakan secara umum. Karena kita adalah bagian kecil dari kelompok manusia yang bernama masyarakat. Dalam bergerak, kita memposisikan diri sebagai manusia yang berusaha memperjuangkan sesuatu yang patut untuk diperjuangkan. Dengan tapa melihat jenis kelamin serta asal-usul. Jika kita sebagai kader PMII sudah bisa memmanifestasikannya dalam diri dan kemudian pada orang lain, berarti kita sudah mampu melaksanankan konsep nilai-nilai ASWAJA (Tawassuth, Tawazun ( Taa’du dn Tawazun) dan NDP.

-------o0o-----


STRATEGI DAN TAKTIK
Tujuan dan Target:
  1. Memperkenalkan peserta tentang strategi dan taktik yang ada dalam PMII.
  2. Peserta mengetahui kerja-kerja strategis dan  taktis dalam konteks student movement (maping, martikulasi dan rekayasa sosial).
  3. Memperkenalkan pada peserta langkah-langkah dasar problem solving, manajemen isu, aksi dan advokasi.
Pokok bahasan:
  1. Membedakan wilayah kerja startegis (nilai keberpihakan) dan wilayah kerja taktik (metode dan tekhnik) dalam pergerakan.
  2. Strategi dan taktik gerakan yang ada dalam PMII selama ini dan cita-cita pergerakan.
  3. Manajemen isu tekhnik, problem solving, manajemen aksi dan advokasi dasar.       


STRATEGI DAN TAKTIK GERAKAN
Pengertian
            Strategi adalah sebuah perencanaan  untuk menetapkan dimulainya sebuah gerakan sampai terwujudnya cita-cita gerakan. Sementara taktik adalah suatu rancangan gerakan yang bersifat spesifik sebagai bagian dari keseluruhan strategi gerakan yang dijalankan. Secara mudah bisa dikatakan strategi adalah keseluruhan rencana gerakan,  sedangkan taktik adalah langkah konkrit yang bisa berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan kondisi sosial yang ada.


Tahapan gerakan
 



STRATEGI GERAKAN
 


Manifesto gerakan
PMII
 

Kondisi Situasi Sosial
  • Beroperasinya neoliberlisme [liberalisasi, privatisasi, deregulasi]
  • Menguatnya peran pasar [sebagai pemeang mutlak kebijakan ekonomi]
  • Melemahnya posisi negar [anjing penjaga beroperasinya system ekonomi neoliberal]
  • Penjualan asset-aset negara
  • Pencabutan subsidi sosial
  • Penghapusan biaya barang dan jasa
  • Pemiskinan massa
  • Depolitisasi massa
  • Ketercerabutan budaya
  • Mahalnya biaya pendidikan
  • Kerusuhan
  • Dll.

Rumusan  strategi gerakan berdasarkan pembagian lokus masyarakat

NO
Lokus masyarkat
Stratak gerakan
1
Civil society
(masyarakat sipil: prmas, LSM, Germa, dan kelompok masyarakat lain)
Ø  Menciptakan budaya alternatif
-          membentuk kelomok-kelompok study kebudayaan

Ø   menciptakan kesadran lokalitas (nasionalisme)
-          pendidikan politik  untuk rakyat
-          advokasi, pendampingan dan pengorganisiran rakyat
-          advokasi kebijakan
Ø  menciptakn kemandirian ekonomi
-          membangun ruang-ruang ekonomi kerakyatan (koperasi dll.)
-          pengorganisiran ruang-ruang ekonomi rakyat
Ø  mewujudkan pendidikan untuk rakyat [kurikulum berbasis kerakyatan, sekolah gratis, KHP(kritis, humanis dan professional)
-          menciptakan sekolah-sekolah alternatif
-          pressure kebijakan pendidikan
-           
2
Political Society
(masyarakat politik:negara, partai politik)
Negara
Ø  penguatan posisi negara terhadap pasar dan negara kapitalis
-          advokasi kebijakan
Ø  penegakkan supremasi hukum
-          advokasi kebijakan
partai politik
Ø  membangun ruang bargaining rakyat dengan partai poklitik
-          kontrak sosial/politik

3
Ekonomic Society
[masyarakat ekonomi: pengusaha pribumi, investor, spekulan, MNC/TNC]
Ø  menciptakan keseimbangan pasar-negara-civil society
-          ontrak social/politik
Ø  membangun kantung-kantung kontrol rakyat terhadap pasar dan kebijakan ekonomi
-          menciptakan kelompok-kelompok study ekonomi dan kebijakan pasar
-          menciptakan serikat-serikat buruh



Merumuskan taktik gerakan berdasarkan strategi gerakan yang sudah disusun dengan mempertimbangkan tiga kerangka gerakan.

War of Position
War of Opinion
War of Movement
- NDP
·         Hubungan manusia-tuhan
·         Hub. Manusia-manusia
·         Hubungan manusia-alam
Konteks gagasan
  • Tentang masyarakat
  • Tentang negara
  • Tentang pasar
Kaderisasi
  • Formal [PKD,PKM, PKL]
  • Informal [pelatihan2]
  • Nonformal [kantong2 kader: FAMJ, BIGBANG, Sanggar jepit, MMJ,dll]
ASWAJA
  • Tawasuth (moderat-pola pikir): [Agama:Teologi, Fiqh, Tashawwuf. Filsafat:sunnah, Rasionalitas].
  • Tasammuh (toleran-pola sikap) (perbedaan-pluralisme) (agama:internal agama, Antar agama, Budaya; Ras, Adat, Suku, Bahasa)
  • Tawazun (keseimbangan-pola hubungan) [sosial:egalitarianisme. Politik: Rakyat><Negara. Ekologi: alam><Manusia. Ekonomi: negara-pasar-masyarakat]
  • Ta’adul (keadilan-pola integral) [Nilai Universal]
Manajemen Issu
1.       Basis Intelektual kader [injeksi dan soktrin kesadaran]
2.     Basis media [penyediaan media transformasi gagasan] Basis massa [investasi kesadaran]
Gerakan Horizontal
[pengorganisiran]
·         Level kampus
·         Level organ gerakan
·         Level massa rakyat

Gerakan vertikal
[desakan terhadap otoritas]
  • Kuasa kebijakan publik
  • Kuasa social ekonomi
  • Kuasa agama
  • Kuasa adat
  • dll
- PKT



Menejemen aksi

Bagaimanapun gerakan harus dipraksiskan. Seandainya basis massa belum diraih, maka tidak ada alasan untuk diam. Aksi massa harus segenjar mungkin dilancarkan untuk mendorong semangat perubahan, sekaligus menajdi momentum untuk emmberi injeksi kesadaran bagi massa rakyat. Yang harus diperhatikna dalam aksi massa adalah perangkat aksi dan perkap aksi. Perangkat dan perkap aksi itu adalah:
A.    Peragkat aksi/panitia aksi.
-          Lunak: Issu dan tujuan aksi massa.
-          Keras: Keliputi kepanitaan lapangan:
  1. Koordinator umum (kordum) sebagai penanggung jawab aksi dan pembaca statemen atau pernyataan sikap;
  2. Koordinator alpangan (korlap) yang mengatur jalnnya aksi;
  3. Tim materi yang membuat dan menyusun pernyataan sikap,s elebaran dan press release;
  4. Negosiator untuk melobi aparat, atau segala hal yang ditemui dilapangan;
  5. Kurir untuk melihat kondisi didepan, dibelakang dan disamping barisan;
  6. Keamanan atau Security: 1. ring dalam mengatur massa aksi, 2. ring luar untuk menajga massa aksi daris erangan dari luar;
  7. Logistik dan konsumsi;
  8. Tim evakuasi yang akan menentukan titik evakuasi kalau ada serangan dan siap dengan kerja evakulasi dan pengamanan;
  9. Tim advoksi untuk mengantisiapasi persoalan sampai tingkat persidangan, dengan menghubungi lembaga bantuan hukum (LBH) terdekat;
  10. Happening Art.
B.    Peralatan dan perlengkapan aksi:
  1. Mengaphone atau penngeras suara;
  2. Spanduk;
  3. Poster;
  4. Bendera organ;
  5. Tali rafia (garis demokrasi/revolusi);
  6.  Tanda pengenal atau slayer utnuk identitas massa aksi;
  7. Selebaran, pernyataan sikap dan press release;
  8. Konsumsi;
  9. Transportasi dan HP/HT untuk kurir dan keamanan.  
    

---------o0o-------

KEISLAMAN
Tujuan dan Target:
  1. Islam dalam lintas sejarah hingga masuk Indonesia
  2. Membawa semangat ke-Islam-an menjadi perjuangan
  3. Peserta memahami dengan kritis corak keberagamaan  Islam di Indonesia;
  4. Peserta memahami corak keberagamaaa Islam Fundamental, Islam Tardisionlis dan Islam Modernis;     
  5. Mengkontekstualisasikan ajaran Islam sebagai problem solving yang riil di masyarakat.

Pokok Bahasan:
  1. Islam Periode Arab;
  2. Islam masuk di Indonesia;
  3. Islam sebagai agama pembebasan.

ABSTRAKSI
            Pendapat atau pemikiran tidak pernah lahir dari ruang hampa, ia muncul ke permukaan sebagai refleksi dari setting sosial yang melingkupinya, begitu besar pengaruh kondisi sosial terhadap pemikiran seseorang.
            Begitu juga dengan Islam dan ajarannya yang selalu melihat realitas yang terjadi di masyarakat pada waktu itu, ketika kita akan memahmi Islam sebagai agama sudah semestinya kita memulai dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri sampai kepada struktur sosial yang terjadi di masyarakat hingga kita menemukan titik perbedaan baik dalam segi geografis ataupun budaya serta pemikiran yang ada.
ISLAM PERIODE ARAB
            Sebelum adanya agama Islam, bangsa arab merupakan bangsa yang kurang menghargai peradabannya sendiri karena pertikaian yang selalu mewarnai dalam kehidupan diantara mereka sendiri. Kondisi geografis yang panas dan terdapat banyak sekali padang pasir mempengaruhi terhadap system sosial yang ada pada bangsaarab itu sendiri,disamping itu terdapat  berbagai macam suku yang masih mempertahankan budaya patriarchal yang mempunyai prinsip “siapa yang kuat dia yang menang”.
            Islam datang sebagai pendobrak dan pembebas atas system status quo tersebut, munculnya seorang tokoh yang bernama Muhammad mampu merubah system sosial yang menganut budaya patriarchal kepada budaya yang lebih beradab, lebih memperhatikan kepada niai-nilai kemanusiaan serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat arab waktu itu. Strategi yang pertama kali diakukan oleh nabi Muhammad adalah memperbaiki kondisi ekonomi akibat datangnya system ekonomi oligarki yang tumbuh atas dasar keserakahan terhadap materi, hal inilah yang menimbulkan dan mengakibatkan norma-norma kesukuan runtuh. Ada beberapa cara yang di tekankan oleh nabi Muhammad terutama suku Quraisyi :
1.     Menekankan keadaan distributive, yaitu mengecam penumpukan dan penimbunan harta oleh segelintir orang.
2.     menghilangkan dan melenyapkan praktek riba, dikarenakan sangat merajalelanya praktek ini banyak sekali yang terjerat dalam hutang.
3.     melaran praktek muhkabira dan munhaqila merupakan pratek yang eksploitatif yaitu melarang pembelian padi yang masih muda oleh tengkulak karenamengakibatkan adanya eksploitasi terhadap petani miskin.
4.     menekankan pembagian keuntungan tertentu sebagai upah atas pekerjaan dan atas usaha bersama.

Ø  ISLAM MULAI MASUK INDONESIA
            Pada abad ke-13 sampai abad ke-17 di kenal dengan abad masuknya Islam di Indonesia. Penyebaran agama Islam di Indonesia kebanyakan pertamakali melalui pedagang-pedagang yang berasal dari Gujarat, India, Hadro Maut, dan Cina. Setiap orang dalam melakukan penyebaran agama Islam mempunyai cirri khas tersendiri sesuai dari mana dia berasal, seperti halnya orang India yang bergerak dalam bidang perdagangan  dan kebanyaka yang terpengaruh adalah orang-orang yang hidup di daerah pesisir karena di situlah pusat perdagangan Internasional.
            Dari berbagai catatan sejarah Indonesia, Islam yang dating dari Cina adalah Islam yang lentur dengan budaya local dimana mereka berada, karena keadaan cina sendiri adalah Negara yang kuat mempertahankan budaya tradisi nenek moyang, sehingga orang-orang yang masuk Islampun mampu menganasoler kebudayaan. Dalam sejarahnya Cina mampu memberikan konstribusi tentang apa itu Islam kepada kerajaan pasai-Aceh dengan mengutus lan wo lin (lamuri/Aceh besar) dan Samutala (Samudra). Atas jasa kedua orang tersebut yang tidak hanya mempengaruhi masyarakat akan tetapi pengaruhnya mampu masuk di kalangan pejabat sehingga terbentuklah kerajaan Islam pertama yang  ada di Indonesia yaitu Samudra Pasai.
            Periode berikutnya dalam sejarah kerajaan Islam di Indonesia adalah kerajaan Demak-Mataram yang di rintis oleh Raden Fattah, beliau di kenal sebagai keturunan majapahit putra Brawijaya dengan Putri Campa (kamboja) “yang telah masuk Islam”. Pada periode ini memunculkan adanya tradisi Pesantren dan sudah mulai di kenalnya istilah Wali Songo, sebutan Wali lebih di kenal dengan sebutan sunan yang diambil dari bahasa sansekerta Susuhanan yang artinya yang terkasih atau yang di mulyakan.
Ø  ISLAM SEBAGAI AGAMA PEMBEBASAN
Di Zaman modern, perkembangan teknologi dan pembangunanisme tidak bisa dihindari, padahal itu semua adalah system yang sudah diatur secara sistemik dan apik oleh kaum borjuasi.Sudah dapat dibaca bahwasanya orientasi dari semua ini akan memperburuk nasib orang-orang tertindas.
Kemudian yang diharapkan dimasa kekinian bagaimana Agama mampu memberikan suatu kontribusi dan transformasi dari sekian kegelisahan realitas saat ini.Padahal secara histories Agama sudah kehilangan eksistensinya terhadap persoalan social-politik yang terjadi dimasyarakat, akan tetapi pasca terjadinya teologi pembebasan di Amerika Latin, revolusi di Iran dan Libya maka pandangan negative masyarakat terhadap Agama mulai teruntuhkan serta diperkuat oleh gerakan-gaerakan revolusioner yang dimotori oleh tokoh- tokoh Agama.
Solusi dari semua ini bagaimana Mstarakat mampu memahami subtansi dari ajaran agama Islam tersebut, salah satunya adalah menjadikan agama sebagai sebuah idiologi besar yamg mampu memjawab semua persoalan sosioal yang terjadi di realitasnya.Seperti yang telah dikatakan oleh Syari’ati tentang tiga tahapan idiologi
  1. Cara melihat dan menagkap alam semesta, eksisitensi dan manusia.
  2. Cara khusus dalam memahami dan menilai semua benda dan gagasan atau ide-ide yangmembentuk ingkungan sosisal mental kita.
  3. mencaskup usulan-usulan, metode-metode, pelbagai pendekatan dan keinginan yang dimanfaatkan untuk mengubah status quo.
Persoalan kekinian yang harus direkonstruksi terletak pada paradigma tentang idilogi kalsik yang banyak mengandung kelemahan seperti wataknya yang lebih bersifat intelektualistik, letkatnya teologi klasik dengan politik kelompok status quo
Teologi pembebasan lebih dari sekedar teologi rasional artinya, teologi pembebasan ini tidak terkunkung dalam area pemikiran murni dan spekulatif yang ambigu.

LAGU – LAGU PERGERAKAN
Darah Juang

Di sini Negeri Kami
Tempat padi terhampar
Samudanya kaya raya
Negri kami subur Tuhan.

Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda kerjatak kerja

Mereka di rampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda Relakan darah juang kami
Padamu kami berbakti

Mereka di rampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berbakti
Mars PMII
Syair: Mahbub Junaidi.

Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Pembela bangsa penegak Agama
Tangan terkepal dan maju ke muka

Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar
Bangu tersentak dari bumiku subur

Denganmu PMII pergerakanku
Ilmu dan Bhakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangankan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku

Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Putera bangsa bebas merdeka
Tangan terkepa dan maju ke muka

Perlawanan

Dibawah desing peluru
Kusetia di garis perlawanan
Berjuta kali berdemonstrasi
Bagiku revolusi atau mati

Di bawah rezim tirani
Kususuri garis revolusi
Berjuta kali lawan tirani
Bagiku revolusi atau mati

Bersatu kawan kobarkan darah juang
Serentak bergerak bebaskanlah rakyatmu
Bangkitlah kawan bangunlah anak bangsa
Serukan lagu tentang perlawanan
Buruh Tani

Buruh tani mahasiswa kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Semi tugas suci yang mulia

Hari – hari esok adalah milik kita
Terbebasnya masa rakyat pekerja
Terciptanya tatanan masyarakat
Adil makmur sepenuhnya

Marilah kawan mari kita kabarkan
Di tangan kita tergengam arah bangsa
Marilah kawan mari kita dendangkan
Sebuah lagu pembebasan.


































     
DAFTAR BACAAN PENUNJANG

1.     Andi Arief, Politik Hegemoni Gramsci, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
2.     Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat, Liberty, Yogykrta, 1992
3.     Andree Feilrad, NU vis a vis Negara, LkiS, Yogyakarta, 1992
4.     Bendix, Reinhard, Max Weber, Berkeley University of California Press, 1997
5.     Franscis Arif Budiman, Menuju Masyarakat Komunikatif, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas, Kanisius, Yogyakarta, 1992
6.     Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta, 1992
7.     F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi, Kanisius, Yogyakarta, 1990
8.     Greg Barton (Ed), Radikalisme Tradisional, LKiS, Yogyakarta, 1998
9.     Kazuo Simogaki, Kiri Islam ; Antara Modernisme dan Post-Modernisme (Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi), LkiS, Yogyakarta, 1993
10.  Moh. Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern, Insist, Jakarta.
11.  DR. Mansour Fakih; Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar dan INSIST, 2001
12.  Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Serambi Jakarta)
13.  Marshall G. Hogdson, The Venture of Islam, (Mizan Bandung)
14.  Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya (3 jilid), ( Gramedia Jakarta)
15.  Arus Balik, Pramoedya Ananta Toer, (Hasta Mitra Jakarta)
16.  History of The Arabs, Philip K. Hitti, (Serambi Jakarta)
17. Martin van Bruinessen, NU, (LKIS Yogyakarta)
18. Nasr Hamid Abu Zaid, Imam Syafi’i, (LKIS Yogyakarta)
19. Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (2 jilid), (Rajawali Press Jakarta)
20. Martin van Bruinesen, Kitab Kuning, (Mizan Bandung)   



























1 komentar: